Pembangunan Huntara Penyintas Semeru Gandeng Lembaga Swadaya Masyarakat
Pemerintah Kabupaten Lumajang berencana membangun hunian sementara lewat skema kerja sama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Tawaran kerja sama sudah diterima dan akan segera dibahas teknisnya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, bakal membangun hunian sementara bagi penyintas bencana Gunung Semeru lewat kerja sama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Tawaran kerja sama dari berbagai lembaga sudah diterima. Kini, tinggal mekanisme pengerjaan sedang dibahas lebih lanjut.
”Sudah banyak NGO (lembaga swadaya masyarakat) yang menawarkan untuk membangun. Tentu, kami sangat senang. Nanti akan kami rapatkan tersendiri terkait dengan huntara (hunian sementara) ini,” kata Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati saat ditemui di Balai Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Kamis (16/12/2021).
Rapat tersebut, kata Indah, menyangkut soal kelayakan huntara. Ia ingin agar huntara yang dibangun memberikan kenyamanan bagi para penyintas. Untuk itu, materialnya perlu dipastikan yang terbaik sesuai anggaran.
Adapun anggaran yang akan digunakan untuk membangun huntara berasal dari donasi yang dikumpulkan dalam rekening Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Hingga Kamis pagi, total sudah terkumpul sekitar Rp 10 miliar. Selain itu, ada juga bantuan donasi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp 7 miliar.
Menurut Indah, pembangunan huntara cukup mendesak. Sebab, penyintas tidak bisa terlalu lama tinggal di pengungsian. Setelah direlokasi, mereka juga harus menunggu lima sampai enam bulan hingga hunian tetap selesai dibangun.
Pemerintah Kabupaten Lumajang pun telah menerima surat persetujuan penggunaan lahan milik Perum Perhutani untuk relokasi penyintas erupsi Gunung Semeru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (15/12/2021) malam. Lokasinya dipastikan berada di Desa Sumbermujur di Kecamatan Candipuro dan Desa Oro-Oro Ombo di Kecamatan Pronojiwo. Total luas lahan sekitar 90 hektar.
”Nanti diperkirakan yang akan terpakai sekitar 30 hektar di Kecamatan Candipuro dan 8 hektar di Kecamatan Pronojiwo,” kata Indah.
Indah menjelaskan, total sasaran penyintas yang menerima huntara sejauh ini sekitar 2.000 keluarga. Namun, jumlah itu berpotensi meningkat. Pasalnya, terjadi perubahan zona bahaya erupsi di sejumlah daerah. Kondisinya juga terus berkembang sehingga masih terus dipantau.
”Aliran lahar hujannya sudah liar. Bisa jadi, yang semula zona aman bisa berubah menjadi zona tidak aman,” kata Indah.
Setiap keluarga, ungkap Indah, akan menerima lahan berukuran 10 meter x 10 meter di titik relokasi. Di lahan tersebut, hunian tetap dan huntara dibangun. Huntara dikerjakan lebih dahulu dengan ukuran 4 meter x 6 meter, kemudian dilanjutkan pembangunan hunian tetap.
”Nanti huntaranya tidak mubazir. Bisa difungsikan sebagai bangunan lain seperti dapur,” kata Indah.
Relokasi penyintas nanti dilakukan berbasis rukun tetangga (RT). Artinya, para penyintas yang sebelumnya saling bertetangga kelak rumah mereka juga akan berdekatan di titik relokasi. Hanya saja, secara administratif, mereka tidak lagi sebagai warga dari desa asal.
Untuk fasilitas umum, Indah berjanji bakal memberikan selengkap-lengkapnya, mulai dari akses jalan, air bersih, listrik, hingga tempat ibadah. Bahkan, menurut rencana akan dibangun pula kandang komunal guna menampung ternak-ternak penyintas yang bisa diselamatkan.
Kepala Subdirektorat Pengukuhan Kawasan Hutan Wilayah II KLHK Donny August Satriayudha membenarkan, surat persetujuan penggunaan lahan untuk keperluan relokasi penyintas sudah diberikan kepada Pemkab Lumajang. Selanjutnya, perencanaan relokasi diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
”Namun, ada kewajiban yang harus diselesaikan juga oleh pemerintah. Salah satunya berkoordinasi terkait tanaman-tanaman apa saja yang ada di sana,” kata Donny.