Anak Gajah di Riau yang Induknya Mati Tersengat Listrik Terus Dipantau
Seekor gajah sumatera yang masih menyusui mati tersengat listrik di Bengkalis, Riau. Peristiwa tragis itu seharusnya mendorong pemerintah untuk mengevaluasi izin investasi lahan yang mengalihfungsikan hutan skala besar.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Tim dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau terus memantau pergerakan anak gajah yang induknya mati tersengat listrik di Kabupaten Bengkalis. Pemerintah didesak menjadikan peristiwa tragis itu sebagai momentum untuk mengevaluasi izin investasi lahan yang mengalihfungsikan hutan dalam skala besar.
Kepala Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau M Mahfud, Selasa (14/12/2021), mengatakan, ambing atau kelenjar susu gajah yang mati itu masih berproduksi saat dilakukan nekropsi. Itu mengindikasikan gajah tersebut memiliki anak yang masih menyusu.
”Kini, anak gajah itu mengikuti induk gajah lain. Hal itu terbilang normal karena anak gajah memang bisa menyusu kepada gajah lain dalam kelompoknya,” kata Mahfud saat dihubungi dari Batam.
Tim dari BBKSDA Riau dibantu sejumlah mitra lembaga non-pemerintah juga akan berupaya terus memantau perkembangan anak gajah yang ditinggal mati induknya itu. Anak gajah tersebut kini berada dalam kelompok gajah Giam Siak Kecil yang terdiri atas sekitar 40 individu.
Sebelumnya, seekor induk anak gajah ditemukan mati di kawasan hutan produksi konversi di Bengkalis, Jumat (10/12/2021). Hasil nekropsi tim medis menunjukkan, gajah itu mati karena tersengat listrik di bagian mulut.
Mengapa ada aliran listrik di kawasan hutan produksi konversi.
”Hal itu dibuktikan dengan hasil nekropsi yang menemukan ada luka melepuh di rongga mulut. Gajah itu diduga menggigit kabel listrik. Hal itu cocok dengan temuan bekas gigitan di kabel listrik dekat pondok di perkebunan sawit tempat mayat gajah ditemukan,” ujar Mahfud.
Menurut keterangan para saksi, sebelum tersengat listrik, gajah itu merobohkan satu pondok pekerja sawit. Mahfud menduga, gajah itu tengah mencari garam di lokasi tersebut. Gajah memang diketahui memiliki perilaku menggaram (salt lick) untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuhnya.
”Tim penegakan hukum (dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) akan memanggil pihak PLN untuk menanyakan mengapa ada aliran listrik di kawasan hutan produksi konversi. Soal perizinan nanti juga akan dicek,” ucap Mahfud.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Boy Jerry Even Sembiring mengatakan, peristiwa tragis kematian induk gajah di Bengkalis itu menyingkap praktik pembangunan yang tidak ramah terhadap satwa endemik. Saat ini, perkebunan sawit di Riau luasnya mencapai lebih dari 5 juta hektar. Boy menilai hal itu berkaitan erat dengan hilangnya habitat satwa liar.
”Peristiwa ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan investasi berbasis lahan yang mengalihfungsikan hutan dalam skala besar. Proyek-proyek itu memicu deforestasi dan mengancam hidup satwa liar di Riau,” kata Boy.