Mafia Emas Ilegal Diringkus, Bawa 3,1 Kg Emas dan Uang Rp 1,6 Miliar
Jaringan ini tergolong besar serta melibatkan sejumlah pemodal dan oknum aparat sebagai pengawal. Omzet perdagangannya mencapai Rp 50 miliar per bulan dengan tujuan hingga Jakarta.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi membongkar jaringan perdagangan emas ilegal. Dari jaringan ini, 3.148 gram emas dan uang hasil transaksi Rp 1,6 miliar disita.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan, jaringan ini tergolong besar, melibatkan pemodal dan oknum aparat sebagai pengawal emas. Dalam sebulan, omzet perdagangannya mencapai hingga Rp 50 miliar dengan tujuan penjualan hingga Jakarta. Hal itu diketahui setelah serangkaian operasi berjalan.
Dari operasi yang berlangsung tiga pekan terakhir, timnya menangkap enam orang di sejumlah lokasi berbeda di Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Jakarta. ”Hasilnya sudah enam anggota jaringan ini ditangkap. Dua di antaranya sebagai pemodal,” katanya, Senin (13/12/2021).
Para pelaku yang ditahan berinisial I (44), warga Bengkulu. Ia bertugas membawa hasil emas dari lokasi tambang liar. Ada pula Brigadir Kepala MM (45) yang bertugas sebagai pengawal.
Selanjutnya, DP (38), warga Sarolangun, Jambi selaku pembeli atau penadah emas. Dari DP, emas dijual kepada HG, warga Bengkulu. Pemodal lainnya adalah IM (51) dan AS (72) sebagai penadah dan pemilik toko emas.
Terbongkarnya jaringan perdagangan emas ilegal ini berawal dari informasi warga akan adanya transaksi jual beli emas hasil pertambangan liar di wilayah Sarolangun. Dari informasi itu, tim mengadakan operasi di Jalan Lintas Tengah Sumatera di Kecamatan Singkut, Sarolangun.
Ada pula Brigadir Kepala MM (45) yang bertugas sebagai pengawal.
Pada salah satu mobil berpenumpang dua orang, I dan MM, aparat mendapati emas hasil tambang liar itu seberat 3.148.82 gram. Keduanya mengaku, emas itu dibeli dari DP dengan harga Rp 1,6 miliar. DP diketahui mengumpulkan emas dari para petambang liar.
Dari situ, tim lalu bergerak menangkap DP dan mendapati uang hasil penjualan emas ilegal. Tidak sampai di situ, tim terus menelusuri kasus tersebut sampai ke hilirnya.
Terungkap informasi mengenai calon pembeli emas. Salah seorang pemodal berinisial IM. Ia ditangkap di Jakarta, sedangkan HG menyerahkan diri ke Polda Jambi.
Adapun penangkapan terakhir terjadi pada AS, pemilik toko emas di wilayah Sumbar. AS disebut-sebut akan menampung hasil emas tersebut. Ia pun telah rutin menampung hasil emas dari sana sejak Juli 2021.
Sigit menjelaskan, para pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 161 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ”Kami akan mengirimkan berkas perkara tahap satu ke kejaksaan,” ujarnya.
Berdasarkan data Polda Jambi, lima kabupaten di Jambi menjadi target lokasi pertambangan emas ilegal, yakni Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, dan Batanghari. Sebarannya pada 44 kecamatan di sepanjang jalur sungai.
Praktik tambang emas liar berlangsung dengan memanfaatkan alat berat ataupun mesin dompeng. Pemanfaatan mesin dompeng dan alat berat paling banyak di Kabupaten Merangin 3.423 unit dompeng dan 44 unit alat berat.
Hasil riset tim Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi mendapati besarnya dampak negatif dari aktivitas tambang emas liar. Tim terdiri dari Try Susanti, Wiji Utami, Hidayat, dan Desia Amimi.
Dampak negatif salah satunya didapati pada daerah penelitian tim itu di Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Hasil penelitian menunjukkan praktik tambang emas liar tidak hanya menurunkan kualitas Sungai Batangasai, tetapi juga menimbulkan alih fungsi hutan, pendangkalan sungai, abrasi tanah, serta hilangnya tanaman-tanaman endemik, seperti meranti (Shorea sp) dan damar (Agathis damara).
”Dampak lainnya mengancam budaya dan kearifan lokal seiring menurunnya populasi ikan semah (Tor sp) akibat pencemaran sungai. Ikan semah merupakan ciri khas ikan di daerah tersebut,” ujar Wiji, tim peneliti.