Kegempaan Meningkat, Status Gunung Awu di Sulut Jadi Waspada
Status Gunung Awu di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dinaikkan dari Normal (level I) menjadi Waspada (level II). Masyarakat dan wisatawan diimbau tidak beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari puncak.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Aktivitas gempa vulkanik Gunung Awu di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, meningkat sejak Oktober 2021. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) Badan Geologi menaikkan status gunung api tersebut dari Normal (level I) menjadi Waspada (level II), Minggu (12/12/2021).
Di Gunung Awu, sejak Oktober, terekam 7-26 gempa vulkanik dangkal per hari. Jumlah itu meningkat dibandingkan September, maksimal 5 kali gempa per hari.
Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman mengatakan, peningkatan aktivitas vulkanik itu mengindikasikan tekanan magma di tubuh Gunung Awu. Namun, berdasarkan pengamatan visual, belum teramati asap kawah di atas puncak.
”Dalam kondisi saat ini, potensi Gunung Awu erupsi meningkat. Namun, tidak dapat dipastikan waktunya,” ujar Ediar, lewat konferensi pers secara daring, Minggu sore.
Status gunung setinggi 1.320 meter di atas permukaan laut itu dinaikkan menjadi Waspada sejak Minggu pukul 10.00 Wita. Masyarakat dan wisatawan diimbau tidak beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari puncak.
Ediar meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terhasut informasi mengenai aktivitas Gunung Awu dari sumber yang tidak kredibel. Pihaknya intens mengamati gunung tersebut melalui pos pengamatan di Kecamatan Apeng Sembeka, Kepulauan Sangihe.
Kepala PVMBG Andiani menuturkan, dengan status Waspada, potensi bahaya utama dari aktivitas Gunung Awu berupa erupsi magmatik dengan lontaran material pijar atau piroklastik. Selain itu juga erupsi freatik yang didominasi uap dan gas.
Gunung Awu memiliki interval erupsi 1-100 tahun. Dengan potensi erupsi eksplosivitas tinggi, aktivitas gunung ini telah menyebabkan setidaknya 5.301 korban jiwa. (Andiani)
Pembongkaran kubah lava dapat terjadi jika tekanan di dalam sistem magmatik meningkat signifikan. Potensi lainnya berupa emisi gas seperti karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan metana (CH4) yang membahayakan jika konsentrasi terhirup melebihi ambang batas.
Sementara bahaya sekunder berupa potensi banjir lahar. Jika terjadi erupsi, material piroklastik akan terbawa mengikuti alur sungai saat hujan di sekitar puncak.
Andiani mengaku telah menyurati Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dan Pemeritah Kabupaten Kepulauan Sangihe terkait peningkatan aktivitas dan status Gunung Awu. Pemberitahuan itu diharapkan ditindaklanjuti dengan meningkatkan ketahanan masyarakat di sekitarnya terhadap potensi ancaman bencana.
”Misalnya dengan membuat rencana kontingensi apabila (aktivitas vulkanik) semakin besar. Apa yang harus dilakukan untuk evakuasi dan menyelamatkan diri,” katanya.
Andiani menyebutkan, Gunung Awu memiliki interval erupsi 1-100 tahun. Dengan potensi erupsi eksplosivitas tinggi, aktivitas gunung ini telah menyebabkan setidaknya 5.301 korban jiwa. ”Erupsi terakhirnya pada Juni 2004 menghasilkan kolom erupsi setinggi 2 kilometer di atas puncak. Menyisakan kubah lava berdiameter 370 meter dengan tinggi sekitar 30 meter,” katanya.