Berbagai cara dilakukan warga untuk bisa membantu saudara mereka yang menjadi korban awan panas Gunung Semeru. Salah satunya adalah mengamen yang dilakukan oleh para seniman reog di Lumajang, Jawa Timur.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
Sekelompok anak muda berpakaian hitam-hitam berkumpul di depan Pasar Senduro, Lumajang, Jawa Timur, Jumat (10/12/2021) sore. Kenong, gong, dan kempul ditata di area tepi jalan.
Salah seorang di antara mereka datang membawa reog dadak merak. Sebagian lainnya membawa kotak kardus bekas air mineral. Di kardus itu ditempel kertas bertuliskan ”Baksos For Semeru”.
Di tengah deru kendaraan bermotor, alat-alat gamelan ringkas itu dipukul dengan irama konstan dan nada yang sama berulang-ulang. Tak lama kemudian, seorang anak muda berdiri dan menari-nari. Sorot matanya tajam. Gerak tangannya lincah nan tegas.
Perlahan iringan gamelan melambat. Anak muda itu langsung berbaring dan memasukkan kepalanya pada reog dadak merak yang terletak di aspal. Dalam sekejap, ia bisa berdiri lagi dan melanjutkan tariannya dengan topeng reog yang sudah dikenakannya. Malah semakin energik lagi pemuda itu tampil. Tubuh cekingnya tampak gagah menopang topeng reog yang terlihat begitu besar.
Sejumlah warga yang sedang berada di area pasar pun mendekat. Sesekali, mereka ikut menyoraki sang reog yang tengah menari-nari. Beberapa warga lain malah mengeluarkan ponsel untuk merekam aksi tersebut. Para warga dan pengendara yang melintas juga memasukkan sebagian uang mereka ke kotak kardus bekas air mineral yang dibawa sejumlah anak muda dari kelompok reog itu.
Adalah Ahmad Basori (45), sosok yang memimpin sekumpulan anak-anak muda pegiat reog tersebut. Aksi mengamen dengan tarian reog direncanakan beberapa waktu pasca-terjadinya erupsi Gunung Semeru. Pasalnya, sejumlah saudara mereka termasuk korban dalam bencana alam tersebut.
”Saudara saya juga korban. Sekarang, mereka mengungsi di Lapangan Desa Penanggal. Saya bersyukur semuanya bisa selamat,” ujar Ahmad di sela-sela aksi mengamennya, sore itu.
Direncanakan, kata Basori, aksi mengamen itu akan dilakukan hingga Minggu (12/12/2021). Berapa pun uang yang terkumpul, nantinya bakal digunakan untuk membeli logistik berupa susu dan pampers untuk anak-anak saudara mereka. Sebab, ia merasa kasihan dengan anak-anak yang harus tinggal di pengungsian.
Saudara saya juga korban. Sekarang, mereka mengungsi di Lapangan Desa Penanggal. Saya bersyukur semuanya bisa selamat.
Aksi mengamen itu pun digelar Basori di tengah sepinya panggilan tari reog akibat pandemi Covid-19. Padahal, pertunjukan reog menjadi salah satu sumber penghasilannya sehari-hari. Lama tak pentas, ia naik panggung lagi di jalan raya demi membantu sesama.
”Pengungsinya itu, kan, sebagian masih kecil-kecil. Kasihan sekali saya lihatnya. Makanya, kami tergerak buat bikin aksi ini. Kami mencoba untuk membantu saudara-saudara kami yang sedang berkesusahan di sana,” kata Basori.
Basori mengharapkan agar para warga pengungsi bisa segera mendapat kejelasan mengenai tempat tinggal setelah bencana tersebut. Sebab, tidak bisa mereka terus-menerus tinggal di pengungsian. Terlebih lagi, sudah hampir satu pekan para pengungsi tinggal di sana.
Apalagi, saudara-saudara Basori yang saat ini tengah mengungsi, rumahnya termasuk yang terdampak paling parah. Rumah mereka hancur digempur aliran material lahar hujan. Adapun lokasi rumah mereka berada di Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur.
”Semoga segera mendapat jalan keluarnya. Saya berharap mereka mendapatkan yang terbaik. Tidak bisa terus-terusan tinggal di pengungsian begitu, kan,” kata Basori.
Firman (20) juga merupakan salah seorang anggota kelompok reog yang keluarganya menjadi korban bencana tersebut. Praktis, ia enteng saja begitu ada permintaan dari Basori untuk menggalang dana demi para pengungsi. Terompet pun ditiupkannya dengan semangat mengiringi lenggak-lenggok penari topeng reog.
”Saya langsung setuju saja begitu diajak galang dana. Itu semua juga saudara-saudara kita. Semoga uang mengamen terkumpul banyak,” kata Firman.
Firman sangat terkejut begitu ada informasi erupsi Gunung Semeru. Bahkan, ia langsung mencoba mencari saudara-saudaranya yang dikabarkan menjadi korban bencana tersebut. Saat ini, semua saudaranya sudah ditemukan dan tengah mengungsi di Lapangan Desa Penanggal.
”Alhamdulillah, sekarang sudah ketemu semua. Namun, masih di pengungsian. Mudah-mudahan ini semua cepat selesai dan mereka bisa dapat tempat tinggal,” kata Firman.
Menurut laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional, hingga Jumat (10/12/2021), terdapat 45 korban meninggal dunia, 9 orang hilang, 19 orang mengalami luka berat, dan 19 orang lainnya mengalami luka ringan. Adapun jumlah pengungsi mencapai 6.573 orang. Mereka mengungsi di 126 titik lokasi.
Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Dampak Awan Panas Guguran (APG) Gunung Semeru Kolonel (Inf) Irwan Subekti lewat keterangan tertulisnya menyampaikan, lokasi pengungsian tersebar di sejumlah tempat. Sebanyak 24 lokasi pengungsian merupakan pengungsian terpusat, sedangkan 102 titik lainnya adalah lokasi pengungsian mandiri.
”Lokasi pengungsian mandiri ini tempat-tempat yang kami tidak siapkan. Artinya, mereka juga mengungsi di tempat-tempat seperti rumah saudara atau tetangganya,” kata Irwan.
Dalam kondisi sulit seperti itu, bantuan pun mengalir dari penjuru negeri. Seperti halnya seniman reog, donasi yang didedikasikan untuk para pengungsi itu diharapkan bisa meringankan beban mereka.