120 Tempat Pengolahan Emas di Gunung Botak Dibongkar Aparat
Tempat pengolahan tambang emas ilegal di Pulau Buru kembali dibongkar. Tempat itu dibiayai oleh pemodal selama bertahun-tahun. Pemodal belum tersentuh hukum.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sebanyak 120 tempat pengolahan emas di kawasan Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, dibongkar oleh aparat kepolisian setempat. Kali ini, pembongkaran menggunakan ekskavator. Inilah upaya penertiban kesekian kali sejak tambang ilegal itu beroperasi pada 2011 lalu. Besar kemungkinan, petambang liar akan kembali lagi.
Operasi penertiban itu berlangsung sejak Kamis (9/12/2021) petang hingga malam. Proses penertiban berjalan lancar dan tanpa perlawanan dari petambang atau masyarakat setempat, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Jumat pagi ini, areal itu kosong dari aktivitas penambangan.
Kepala Seksi Penerangan Masyarakat Polres Pulau Buru Ajun Inspektur Dua Djamaludin, Jumat (10/12/2021) pagi, mengatakan, pembongkaran itu melibatkan 58 personel gabungan, termasuk anggota Brigade Mobil. ”Beberapa waktu lalu sempat ada perlawanan, dan orang-orang itu sudah kami proses hukum,” katanya.
Saat penertiban itu, petugas mendapati sekitar 500 petambang di sana. Petambang mendirikan tenda untuk tempat tinggal di lokasi itu. Tenda itu pun dibongkar aparat. Petambang diminta segara mengosongkan areal itu dan diingatkan tidak boleh kembali lagi.
Menurut Djamaludin, secara berkala, anggota Polri akan melakukan patroli di lokasi tersebut untuk mencegah petambang kembali lagi. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, beberapa pekan setelah penertiban, petambang selalu kembali. ”Selama ini, personel kami terbagi untuk berbagai penugasan. Sekarang, kami akan fokus ke Gunung Botak,” ucapnya.
Aktivitas penambangan emas ilegal di Gunung Botak dimulai pada tahun 2011. Luas areal penambangan itu lebih kurang 250 hektar, dan berada di atas bukit. Proses pengolahan material tambang menggunakan merkuri dan sianida. Limbah pengolahan itu dibuang ke sungai.
Sejak awal operasi itu, tidak terhitung banyaknya penertiban di sana. Bahkan, sejumlah petambang diproses hukum hingga dipenjara. Namun, para petambang tidak kapok kembali ke sana. Dalam catatan Kompas, ada oknum aparat ikut mengamankan aktivitas ilegal itu.
Didukung pemodal
MW (50), salah satu petambang, kepada Kompas menuturkan, ada oknum pemodal yang mendukung pengolahan emas di Gunung Botak. Pemodal itu memberikan uang kepada warga untuk membangun tempat pengolahan, kemudian hasilnya dibagi berdasarkan kesepakatan mereka. Dengan berbagai cara, pemodal melancarkan aktivitas di sana.
”Satu tempat pengolahan itu butuh modal hampir Rp 50 juta, tetapi kalau sudah operasi, untungnya berlipat ganda. Satu minggu dapat penghasilan lebih dari Rp 100 juta untuk satu tempat. Kalau sampai 120 tempat, berapa banyak yang diraup dari sana?” ujar MW.
Oleh karena itu, ia meyakini bahwa dalam waktu dekat pemodal akan kembali mengonsolidasi kekuatan untuk masuk lagi ke sana. Pemodal dimaksud sudah ada di sana sejak 2011 saat tambang pertama kali dibuka. Hingga kini, belum ada satu pun pemodal yang diproses hukum. ”Yang diproses hanya petambang,” ucapnya.
Hingga kini, belum ada satu pun pemodal yang diproses hukum.
Peneliti logam berat pada Univesitas Pattimura Ambon, Abraham Mariwy, mengatakan, dalam waktu dekat, timnya akan turun ke Gunung Botak untuk mengajak masyarakat membenahi lingkungan di sana. Menurut dia, tingkat pencemaran akibat penggunaan merkuri dan sianida semakin tinggi.
”Kami juga akan meneliti tingkat pencemaran di tanaman pangan. Sebab, daerah itu merupakan lumbung pangan di Maluku. Jika merkuri sudah masuk ke dalam rantai makanan, ini akan jadi bahaya besar. Tragedi minamata di Jepang bukan tidak mungkin akan terulang di Pulau Buru,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno mengatakan, kewenangan dalam urusan pertambangan kini ada di tangan pemerintah pusat. Sudah banyak pejabat utusan kementerian dan lembaga datang ke sana, tetapi tidak ada tindak lanjut hingga saat ini.