Jual Satwa Dilindungi, Wali Nagari dan Dua Warga di Solok Ditangkap
Bagian tubuh satwa dilindungi tersebut hasil perburuan liar di Solok. Para pelaku terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
DOKUMENTASI BKSDA SUMBAR
Pelaku perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi ditangkap tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kepolisian Resor Solok Kota di Nagari Sumani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Sumbar, Rabu (8/12/2021) sore.
PADANG, KOMPAS — Seorang wali nagari dan dua warga di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, ditangkap atas dugaan tindak pidana perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi, yaitu beruang madu dan trenggiling. Para pelaku terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
Ketiga pelaku itu adalah AR (44) yang juga oknum wali nagari serta HP (33) dan RS (42). Mereka ditangkap tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kepolisian Resor Solok Kota di Jalan Raya Solok-Bukittinggi, Nagari Sumani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Rabu (8/12/2021) sore.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono, Kamis (9/12/2021), mengatakan, ketiga pelaku ditangkap saat sedang menunggu pembeli di sebuah rumah makan. Dari ketiganya, petugas menemukan barang bukti berupa 1 lembar kulit beruang madu, 1 karung tulang beruang madu, dan beberapa kantong plastik sisik trenggiling.
”Operasi penindakan ini berawal dari informasi masyarakat tentang adanya rencana transaksi jual beli bagian-bagian tubuh satwa liar dilindungi di wilayah Kabupaten Solok. Pelaku AR sendiri merupakan otak penjualan itu dan merupakan salah seorang oknum wali nagari di Kabupaten Solok,” kata Ardi, Kamis.
Ardi melanjutkan, ketiga pelaku telah dibawa ke Kantor Satreskrim Polres Solok Kota untuk menjalani pemeriksaan dan proses hukum lebih lanjut. Tim masih terus bekerja mendalami informasi dan tidak tertutup kemungkinan jumlah pelaku lain bertambah.
DOKUMENTASI BKSDA SUMBAR
Operasi penangkapan tiga pelaku perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi oleh tim gabungan BKSDA Sumatera Barat, Balai Gakkum KLHK, dan Polres Solok Kota di Nagari Sumani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Rabu (8/12/2021) sore.
Meski demikian, secara terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Kota Ajun Komisaris Evi Wansri memberikan keterangan berbeda. Dari ketiga orang yang ditangkap itu, baru dua yang berstatus tersangka, yaitu HP dan RS. Adapun AR, oknum wali nagari, berstatus sebagai saksi.
”Pelaku yang ditetapkan tersangka dan ditahan baru dua (HP dan RS). Satu lagi (AR) belum bisa ditetapkan karena dari hasil pemeriksaan belum ada keterlibatannya. Statusnya baru sebagai saksi. Tapi, kalau ada bukti petunjuk lain, yang menyatakan keterlibatan beliau, kami tingkatkan statusnya,” kata Evi.
Menurut Evi, AR hanya memberikan tumpangan mobil kepada HP dan RS menuju Nagari Sumani sembari menjemput istrinya. Sesampai di Sumani, ternyata mereka sudah ditunggu tim gabungan. AR juga tidak tahu bahwa barang yang dibawa HP dan RS adalah hasil aktivitas melanggar hukum.
DOKUMENTASI BKSDA SUMBAR
Pelaku perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi memperlihatkan kulit beruang madu saat ditangkap tim gabungan BKSDA Sumatera Barat, Balai Gakkum KLHK, dan Polres Solok Kota di Nagari Sumani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Rabu (8/12/2021) sore.
Evi menjelaskan, kulit dan tulang beruang madu itu didapatkan kedua tersangka dari warga dari hasil jeratan babi di Nagari Panyangkalan, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Adapun sekitar 2 kilogram sisik trenggiling didapat dari warga di Kipek, Nagari Aia Luo, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok.
Para pelaku, kata Evi, dikenai Pasal 21 Ayat (2) Huruf d juncto Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.