Perkosa 12 Siswa, Guru Pesantren di Bandung Terancam 20 Tahun Penjara
Aksi bejat ini dilakukan HW (36) sejak tahun 2016-2021 dan sampai melahirkan sembilan bayi. Korban trauma dan ketakutan saat mendengar suara terdakwa di persidangan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Seorang pimpinan sekaligus guru salah satu pesantren di Kota Bandung didakwa melakukan tindakan asusila kepada 12 muridnya hingga sebagian di antaranya hamil dan melahirkan. Aksi yang dilakukan selama 2016-2021 ini bahkan sampai melahirkan sembilan bayi.
Pelaksana tugas Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jabar Riyono di Bandung, Rabu (8/12/2021) menyatakan, kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Bandung pada November 2021. Terdakwa berinisial HW (36) terancam hukuman hingga 20 tahun penjara akibat perbuatannya.
”Waktu kejadian, semuanya masih anak-anak sehingga terdakwa diancam pidana dengan Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak. Perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia adalah tenaga pendidik sehingga ancamannya menjadi 20 tahun penjara,” paparnya.
Riyono menjelaskan, lebih dari empat anak hamil dan melahirkan sembilan bayi. Para korban yang ketika kejadian berusia 13-16 tahun itu tidak bisa berbuat apa-apa. Sosok HW dianggap guru sehingga terpaksa menyanggupinya.
Persidangan kasus ini dilakukan secara tertutup dan para saksi dari korban telah dihadirkan. Dari laporan persidangan, lanjut Riyono, korban masih mengalami trauma yang terlihat pada saat sidang berlangsung.
”Ada anak yang hamil sampai dua kali. Saat ini, masih ada tiga korban lain yang hamil. Rasa trauma itu pasti ada, mereka masih anak-anak. Karena itu, kami meminta dukungannya mengawal kasus ini dan menegakkan hukum sebagaimana mestinya,” ujar Riyono.
Jaksa dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung Agus Mujoko yang hadir dalam persidangan menjelaskan, kondisi psikologis korban terganggu. Mereka tiba-tiba ketakutan dan menangis dalam persidangan. Kondisinya semakin kalut saat suara terdakwa terdengar walaupun berada di ruangan yang berbeda.
”Mereka sampai menutup telinga dan menangis saat mendengar suara terdakwa. Anak-anak ini terlihat ketakutan. Padahal, sebelum sidang, saya sempat berbicara santai dengan mereka, bertanya-tanya kondisi mereka saat itu,” ujarnya.
Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung Mytha Rofiyanti memaparkan, pihaknya mendampingi satu anak yang diduga korban. Korban bahkan belum siap keluar untuk melaksanakan konseling sehingga mereka melakukannya secara daring.
”Sejak mengalami pelecehan dari pelaku, klien kami sering menangis sendiri di malam hari. Dia merasa tertekan dan berkhianat kepada ibunya,” paparnya.
Agar kejadian serupa bisa dideteksi lebih cepat, Mytha menuturkan, P2TP2A menyediakan saluran siaga (hotline) yang berguna untuk mengadukan dugaan kekerasan anak di sekitar masyarakat. Saluran ini bisa menggunakan aplikasi pesan Whatsapp dengan nomor 083821105222.