Sebagian warga memaksa mengambil bantuan sebelum dibagikan, di antaranya karena dugaan pembagian tidak merata. Selain itu, ada bantuan dari luar yang diberikan langsung kepada pengungsi, yang memicu kecemburuan sosial.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Pembagian bantuan bahan pokok bagi para pengungsi sempat kisruh, seperti di Balai Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (8/12/2021). Sebagian warga memaksa mengambil lebih dahulu beberapa karung beras donasi dari sejumlah pihak. Pemicunya kecemburuan antarwarga karena pemberian donasi mandiri dari pihak luar.
Sekitar pukul 11.00, antrean warga pengungsi terlihat mengular panjang di Balai Desa Sumberluwuh. Antrean itu tampak rapi meski kelihatan padat. Pembagian berlangsung lancar selama tiga jam. Adapun bahan pokok yang diberikan mulai dari beras, mi instan, susu formula, hingga popok bayi.
Pada pukul 14.00, sejumlah warga masuk dan mengamuk kepada petugas yang membagikan bantuan. Mereka mengaku hanya mendapat bantuan mi instan. Padahal, mereka menginginkan beras. Pemerintah desa dituduh tidak membagi bantuan secara merata.
Warga yang mengamuk itu kemudian memaksa mengambil beras. Mereka sempat adu mulut dengan petugas dan pemerintah desa, yang kemudian membiarkan mereka mengambil apa yang mereka mau. Pembagian bahan pokok pun tak teratur lagi. Warga masuk dan langsung mengambil sejumlah bantuan semaunya. Beberapa warga tampak mengambil bantuan dua kali dari yang seharusnya.
Sekretaris Desa Sumberwuluh Samsul Arifin menyatakan, pihak desa sudah mencoba membagi rata. Namun, ada sebagian pengungsi yang tidak sabar. Di sisi lain, ada bantuan-bantuan yang diberikan langsung pihak luar kepada sejumlah pengungsi lainnya. Kondisi itu menyebabkan kecemburuan sosial.
”Ada yang teriak-teriak tidak dapat. Padahal, itu yang memberikan bukan desa. Mereka mengira semua bantuan diberikan desa. Dampaknya jadi seperti ini,” kata Samsul ditemui di balai desa tersebut.
Samsul menyatakan, pihaknya telah mendata warga. Bantuan yang diterima dan diberikan juga dicatat. Namun, setelah terjadi keributan, pencatatan tak bisa lagi dilakukan. Warga mengambil bantuan secara mandiri.
Awalnya, bantuan bahan pokok berupa beras itu jumlahnya cukup banyak dan bertumpuk-tumpuk. Hanya dalam empat jam semua kantong beras itu ludes. Berat kantong beras bervariasi, mulai dari 5 kilogram, 10 kg, hingga 100 kg.
”Kami sebenarnya juga sudah berkeliling membagi. Menurut kami itu bisa merata. Memang tidak langsung semuanya menerima. Karena dilakukan satu per satu. Hanya warga saja yang beranggapan belum dapat,” kata Samsul.
Sukma (29), sukarelawan di Balai Desa Sumberwuluh, menyampaikan, rencananya beras akan dibagikan masing-masing 2,5 kg per keluarga. Para sukarelawan berniat membungkus ulang paket beras bantuan. ”Bantuan-bantuan ini yang punya masyarakat. Kami sukarelawan tidak mau menahan bantuan ini. Sabar dulu. Biar kami tata dulu,” kata Sukma, sekretaris di Badan Permusyawaratan Desa Sumberwuluh.
Pembagian bahan pokok itu jauh berbeda dengan yang terjadi di Desa Penanggal. Pembagian bahan pokok lebih rapi dan teratur. Stok yang melimpah juga ditata dengan mekanisme pencatatan keluar masuknya bantuan.
Pengungsi yang berada di desa tersebut berasal dari Dusun Sumberwuluh dan Dusun Kajarkuning di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, serta Dusun Curahkobokan di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo.
Hilda Anggun (30), sukarelawan penerima bantuan di Desa Penanggal, mengungkapkan, mekanisme pencatatan dilakukan demi memastikan stok ketersediaan logistik. Sebab, belum diketahui berapa lama para pengungsi akan bertahan di pengungsian. Di sisi lain, sebagian pengungsi ada yang datang meminta logistik, baik beras, mi instan, maupun popok bayi, hampir setiap hari.
”Kami selalu kasih, tetapi kami tidak bisa kasih banyak. Soalnya kami tidak tahu berapa hari mereka di sini. Misalnya langsung dikasih banyak, bisa-bisa stoknya habis. Kalau dikasih sedikit-sedikit, semuanya kan bisa dapat merata. Jadi, diberi seperlunya dulu,” kata Hilda.