Jarak Luncur Awan Panas Semeru Berkurang, Ancaman Bahaya Belum Reda
Jarak luncur awan panas Gunung Semeru di Jawa Timur semakin berkurang. Namun, warga diimbau tetap waspada karena ancaman guguran awan panas dan banjir lahar masih ada.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gunung Semeru di Jatim masih menggeliat. Pada Selasa (7/12/2021), tercatat empat kali muntahan awan panas dengan jarak luncur 2,8-3 kilometer dari puncak, Selasa (7/12/2021). Warga diminta tetap waspada karena ancaman bahaya dari aktivitas gunung tertinggi di Pulau Jawa itu belum reda.
Masyarakat diimbau tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah atau puncak dan 5 km dari bukaan kawah di sektor tenggara–selatan. Gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu masih berstatus Waspada sejak Mei 2012.
”Dimensinya (awan panas) sudah semakin kecil, tapi harus tetap waspada. Masih ada potensi guguran awan panas dan banjir lahar,” ujar Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman dalam konferensi pers daring, Rabu (8/12/2021). Jarak luncuran awan panas itu berkurang dibandingkan tiga hari sebelumnya, mencapai 10 km melalui alur Besuk Kobokan.
Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi masih memantau lokasi terdampak erupsi dan guguran awan panas Semeru di Kabupaten Lumajang. Data pemantauan itu akan dipakai untuk memperbarui peta kawasan rawan bencana (KRB) sehingga diharapkan ada hasil lebih detail.
”Untuk mengidentifikasi daerah-daerah mana saja yang tidak bisa ditempati ke depannya. Sebab, ancaman serupa bukan tidak mungkin muncul lagi di masa mendatang,” katanya.
Kepala PVMBG Andiani mengatakan, aktivitas Semeru dipantau selama 24 jam dan hasilnya dilaporkan setiap enam jam. Ke depan, selain ahli vulkanologi, sejumlah ahli geologi lingkungan dan kebencanaan juga akan diterjunkan memonitor dampak aktivitas Semeru. Tujuannya, mendapatkan data dari berbagai aspek dalam merevisi peta KRB.
”Kami akan menurunkan 10-15 ahli. Kami tidak ingin setengah-setengah demi masyarakat yang tinggal di sekitar Semeru,” ucapnya.
Peta KRB diharapkan menjadi acuan dalam memanfaatkan kawasan di sekitar gunung api. Dengan begitu, risiko ancaman aktivitas vulkanik Semeru bisa diminimalkan.
”Apa yang digambarkan peta KRB itu tidak pernah ingkar janji. Mohon peta ini betul-betul dijadikan acuan,” ujarnya.
Meskipun jarak luncur awan panas berkurang, warga diingatkan untuk menjauh dari kawasan yang sebelumnya dilanda awan panas, termasuk menghindari alur lembah dan sungai yang berhulu di puncak Semeru.
”Masih ada ancaman sekunder. Curah hujan tinggi. Jadi, selain guguran awan panas, potensi banjir lahar juga masih ada,” jelasnya.
Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Selasa, erupsi Semeru menewaskan 34 orang. Selain itu, tercatat 22 orang hilang dan 22 orang luka barat. Lebih dari 5.000 rumah rusak dan 3.697 jiwa mengungsi ke sejumlah lokasi.