Lokasi Pengungsian Erupsi Semeru Harus Mengacu Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Semeru di Jawa Timur masih terus memuntahkan guguran awan panas. Untuk mengantisipasi ancaman bahaya susulan, penentuan lokasi pengungsian mesti mengacu pada peta kawasan rawan bencana gunung api.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penentuan lokasi pengungsian yang aman bagi warga terdampak erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, mesti mengacu pada peta kawasan rawan bencana gunung api. Hal itu bertujuan meminimalkan potensi dampak susulan yang berbahaya.
Hingga Senin (6/12/2021), guguran awan panas Gunung Semeru masih terus terjadi. Sebanyak 1.707 warga mengungsi ke sejumlah tempat akibat erupsi pada Sabtu (4/12/2021).
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Lumajang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk menyusun langkah teknis penanganan erupsi. Peta kawasan rawan bencana (KRB) yang dikeluarkan Badan Geologi menjadi dasar penentuan lokasi pengungsian.
”Dari situ (peta KRB) bisa dilihat area mana saja yang rawan dan area yang relatif aman dari bencana gunung api,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Senin.
Dalam peta ini, terdapat kawasan berwarna merah tua (KRB III) yang sering dilanda guguran awan panas, aliran lava, dan lontaran lava pijar. Kawasan berwarna merah muda (KRB II) berpotensi dilanda awan panas, aliran lava, guguran batu pijar, dan lahar hujan. Sementara wilayah berwarna kuning (KRB I) berpotensi dilanda aliran lahar dan kemungkinan terdampak perluasan awan panas dan aliran lava.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Andiani menjelaskan, peta KRB disusun berdasarkan sebaran batuan dari kejadian erupsi sebelumnya. Peta tersebut juga mencantumkan jalur evakuasi dan kawasan yang direkomendasikan menjadi lokasi pengungsian.
”Hal ini tadi sudah didiskusikan. Ada beberapa skenario. Tinggal diputuskan pemerintah daerah (Pemkab Lumajang), tergantung sumber daya,” ujarnya.
Andiani menuturkan, pihaknya masih terus memantau aktivitas Semeru untuk mengetahui ancamannya. Senin pagi, terjadi dua kali awan panas guguran dengan jarak luncur 2,5-4 kilometer dari puncak.
”Potensi guguran awan panas masih ada. Tetapi, kapan akan terjadi, sulit menjawabnya. Oleh karena itu, perlu terus dipantau,” katanya.
Menjelang terjadinya awan panas, peralatan pos pengamatan gunung api akan merekam getaran-getaran aktivitas gunung. Informasi ini disampaikan kepada warga untuk mengetahui kewaspadaannya.
Banjir lahar melalui sungai yang berhulu di kawah juga masih mengancam. Apalagi, hujan lebat diprediksi melanda kawasan Semeru dalam 1-2 bulan ke depan. ”Potensinya masih tinggi, terutama bukaan kawah arah selatan-tenggara melalui Besuk Kobokan. Ini patut diwaspadai,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Nana Sulaksana menyampaikan, banjir lahar akibat erupsi Semeru dipicu aktivitas vulkanik bersamaan dengan cuaca ekstrem di kawasan itu. Material vulkanik yang menumpuk di kubah lava dialirkan air melalui alur lembah dan sungai.
”Kalau tidak ada hujan, seluruh material yang keluar sifatnya belum langsung menjadi lahar. Ini karena musim hujan, kebetulan hujan besar, material yang teronggok di atas terkena air dan hanyut ke sungai,” ujarnya.
Hitung volume kubah lava
Ancaman guguran awan panas dan banjir lahar dapat dipetakan dengan mengetahui besaran material yang menumpuk di kubah lava. Andiani mengatakan, pihaknya masih menghitung volume material tersebut.
”Metodenya bisa dengan beberapa cara, seperti menggunakan data satelit dan drone,” ujarnya.
Gunung Semeru masih berstatus Waspada atau Level II sejak Mei 2012. Masyarakat diimbau tidak beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari kawah atau puncak dan 5 km dari bukaan kawah di sektor tenggara-selatan.
Pada Sabtu, PVMBG melaporkan erupsi gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu diikuti guguran awan panas dengan jarak luncur 4 km dari puncak. Hal ini diperkirakan dari pantauan visual melalui kamera pengawas. Namun, berdasarkan pantauan tim PVMBG di lapangan, jarak luncur guguran awan panas tersebut mencapai sekitar 11 km dari puncak.
”Guguran awan panas itu masuk ke Besuk Kobokan sejauh 11 km. Jadi, diimbau untuk menjauh dari area yang pernah dilanda awan panas,” ujarnya.