Curah Hujan Tinggi Diduga Turut Picu Awan Panas Semeru
Awan panas guguran di Gunung Semeru, Sabtu (4/12/2021), diduga dipicu longsornya kubah lava. Salah satu faktor yang diduga turut memicu longsornya kubah lava di puncak Gunung Semeru adalah curah hujan yang tinggi.
Oleh
HARIS FIRDAUS/GREGORIUS M FINESSO
·5 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Luncuran awan panas guguran di Gunung Semeru, Jawa Timur, Sabtu (4/12/2021), diduga dipicu longsornya kubah lava di puncak gunung api tersebut. Salah satu faktor yang diduga turut memicu longsornya kubah lava adalah curah hujan tinggi selama beberapa waktu terakhir.
Kesimpulan itu disampaikan sejumlah pakar Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta dalam konferensi pers, Senin (6/12/2021), di Auditorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, hadir beberapa pakar dari FMIPA UGM dan Fakultas Geografi UGM.
Pakar vulkanologi dari FMIPA UGM, Wahyudi, menjelaskan, erupsi Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian. Erupsi vulkanian dicirikan dengan erupsi eksplosif yang terkadang bisa menghancurkan kubah lava dan lidah lava yang terbentuk sebelumnya. Sementara itu, erupsi strombolian biasanya diikuti pembentukan kubah lava dan lidah lava baru.
Kubah lava terbentuk dari tumpukan lava atau magma yang telah keluar dari permukaan gunung api. Seiring waktu, volume kubah lava bisa terus bertambah akibat tambahan material magma yang keluar dari dalam tubuh gunung api.
Jika posisinya tidak stabil, kubah lava tersebut bisa longsor. ”Kubah lava ini jika tertumpuk terus di puncak, akan terjadi ketidakstabilan karena gaya beratnya sendiri. Puncak gunung itu kan memang tempat yang tidak stabil,” ujar Wahyudi.
Dia memaparkan, awan panas yang muncul di Gunung Semeru pada 4 Desember terjadi karena longsor atau gugurnya kubah lava di puncak gunung api itu. Adapun longsornya kubah lava tersebut antara lain disebabkan curah hujan yang tinggi selama beberapa waktu terakhir.
”Guguran kubah lava yang dipicu tingginya curah hujan menyebabkan luncuran awan panas. Interpretasi kami mengarah ke situ,” tutur Wahyudi yang merupakan dosen Program Studi Geofisika FMIPA UGM.
Menurut Wahyudi, secara saintifik, curah hujan yang tinggi memang bisa menyebabkan ketidakstabilan pada kubah lava di puncak gunung api. Hal itu antara lain terjadi pada erupsi Gunung Soufrière Hills di Pulau Montserrat, Kepulauan Karibia, pada tahun 1998, 2000, 2001, dan 2003.
”Pada beberapa kasus, memang faktor eksternal, seperti curah hujan tinggi, bisa menyebabkan thermal stress (tekanan yang diakibatkan perubahan suhu yang drastis) dalam tubuh kubah lava dan memicu ketidakstabilan dalam tubuh kubah lava,” ungkap Wahyudi.
Wahyudi menambahkan, kubah lava di puncak gunung api sebenarnya bisa dihitung volumenya. Jika volume kubah lava sudah diketahui, bisa diperkirakan pula berapa jarak luncur maksimal awan panas yang dihasilkan apabila kubah lava tersebut longsor. Perkiraan jarak luncur awan panas itu penting untuk menetapkan radius bahaya agar tidak timbul korban saat erupsi terjadi.
Turunnya hujan juga berpotensi membuat jarak luncur awan panas menjadi semakin jauh. Hal ini karena air hujan bisa memperkecil gaya gesek antara material awan panas dan permukaan bumi. (Herlan Darmawan)
Pakar vulkanologi lain dari UGM, Herlan Darmawan, mengatakan, semakin besar volume kubah lava, jarak luncur awan panas juga berpotensi menjadi semakin jauh. Namun, dia menyebut, selain volume kubah lava, ada beberapa faktor lain, misalnya kandungan gas dalam material magma, yang juga memengaruhi jarak luncur awan panas.
Herlan menambahkan, turunnya hujan juga berpotensi membuat jarak luncur awan panas menjadi semakin jauh. Hal ini karena air hujan bisa memperkecil gaya gesek antara material awan panas dan permukaan bumi. ”Jadi, faktor yang berpengaruh itu adalah volume kubah lava, seberapa besar gas, dan hujan,” tuturnya.
Adapun pakar seismologi UGM, Ade Anggraini, mengatakan, sejak sekitar 90 hari sebelum erupsi pada 4 Desember lalu, Gunung Semeru sebenarnya sudah mengalami gempa erupsi. Selama 90 hari terakhir, frekuensi gempa erupsi itu bisa mencapai 50 hingga 100 kali per hari. Gempa erupsi itu menandakan terjadinya erupsi atau keluarnya material magma dari dalam tubuh Gunung Semeru.
Ade memaparkan, terjadinya gempa erupsi tersebut menunjukkan material magma sudah naik ke permukaan sejak 90 hari sebelum erupsi 4 Desember lalu. ”Material berada di permukaan itu sudah kelihatan selama 90 hari terakhir sebelum 4 Desember kemarin. Kalau ingin analisis lebih detail, kami melihat sudah ada penumpukan material di permukaan yang cukup banyak,” tuturnya.
Ade menambahkan, sebelum erupsi 4 Desember lalu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan tidak ada gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal. Ketiadaan gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal itu menunjukkan tidak ada suplai material magma baru dari dalam tubuh Gunung Semeru.
Berdasarkan data tersebut, Ade pun menyimpulkan, munculnya awan panas di Gunung Semeru pada 4 Desember lalu terjadi karena longsornya kubah lava. Selain dipengaruhi curah hujan yang tinggi, runtuhnya kubah lava itu juga terjadi karena posisi kubah lava di Gunung Semeru yang makin tidak stabil.
Ketidakstabilan itu terlihat dari meningkatnya jumlah gempa guguran di Gunung Semeru sejak 29 November 2021. Gempa guguran menjadi indikasi adanya material vulkanik yang gugur atau jatuh dari puncak gunung api.
Bantuan Purbalingga
Sementara itu dari Purbalingga, Jawa Tengah, Palang Merah Indonesia (PMI) Purbalingga yang didukung sejumlah komunitas masyarakat bergerak cepat menyalurkan bantuan untuk para pengungsi korban letusan Gunung Semeru. Bantuan diberangkatkan Selasa (6/12/2021) pagi menuju Semarang, dan selanjutnya akan dilepas bersama bantuan lain oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Ketua PMI Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan, bantuan yang disalurkan berupa kasur lantai sebanyak 300 unit, biskuit 252 bungkus, dan sejumlah uang tunai. Bantuan kasur sebagian besar dibeli oleh donatur dari Kelenteng Hok Tek Bio Purbalingga dan kekurangannya dicukupi PMI. Adapun bantuan roti dari Perusahaan Madu BJ.
”Kami mengucapkan terima kasih kepada para donatur yang peduli dengan korban erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang. Semoga bantuan ini bermanfaat bagi para korban khususnya para pengungsi,” kata Dyah.
Dyah yang juga Bupati Purbalingga mengatakan, merespons erupsi Gunung Semeru, pihak PMI se-Jateng langsung dihubungi untuk mengerahkan seluruh daya upaya guna membantu meringankan para korban.