Komunitas Masyarakat Adat Sumba Gelar Pertemuan Bahas Ujaran Gubernur NTT
Komunitas Adat dan Aliran Kepercayaan Marapu Sumba segera menggelar pertemuan untuk membahas ujaran Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat. Pertemuan ini akan membahas langkah selanjutnya yang akan diambil.
Oleh
kornelis kewa ama
·3 menit baca
WAINGAPU, KOMPAS — Pertemuan sebagian tokoh masyarakat Sumba dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat berbuntut panjang. Komunitas Adat dan Aliran Kepercayaan Marapu Sumba merasa dirugikan dengan ucapan komentar gubernur terhadap pimpinan agama tradisional Sumba itu.
Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Laiskodat terlibat dialog dengan Komunitas Adat dan Aliran Kepercayaan Marapu Sumba (KAAKMS) di Desa Kabaru, Sumba Timur, Sabtu (27/11/2021). Namun, pertemuan terkait pengembangan peternakan sapi itu tidak mulus. Perwakilan masyarakat adat tersinggung dengan ucapan Viktor.
”Selasa, 7 Desember 2021, semua anggota komunitas adat Marapu di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur akan hadir di Kampung Adat Prailiu, kampung raja-raja. Pertemuan ini atas desakan pimpinan komunitas adat di tingkat desa, kecamatan, dan tingkat kabupaten di Sumba,” kata Ketua KAAKMS Umbu Maramba Hawu di Waingapu, Senin (6/12/2021).
Ia mengatakan, perwakilan masyarakat adat Sumba akan melihat rekaman video pertemuan itu dan mendengarkan keterangannya. Setelah itu, peserta pertemuan menyampaikan pendapat, apakah kasus tersebut perlu dibawa ke ranah hukum atau tidak.
”Saya ikut yang diputuskan. Saya tidak berjuang sendiri tetapi bersama keluarga, suku, dan komunitas adat Marapu,” kata Hawu.
Selain membahas ujaran kebencian gubernur, dia mengatakan, pertemuan itu juga akan membahas hak-hak tanah adat masyarakat Sumba. Saat ini banyak tanah di Pulau Sumba telah diambil alih pemerintah dengan berbagai cara, termasuk Pemerintah Provinsi NTT.
Sebagian wilayah pesisir dan pantai di Sumba diduga dikuasai pengusaha. Akses nelayan dan masyarakat ke pantai diklaim makin sulit karena tanah-tanah di sekitarnya sudah berpagar tinggi.
Nantinya masyarakat adat akan memetakan lokasi tanah adat dan tanah dikuasai pemerintah. Tanah yang sudah dialihfungsikan diminta segera dikembalikan ke masyarakat adat.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumba Umbu Manurara mengatakan, polemik gubernur dengan masyarakat adat rentan melibatkan kepentingan seluruh masyarakat Sumba. Masyarakat Sumba dikenal hidup dari adat dan budaya lokal, di bawah kewenangan UM Hawu.
”Dalam pemilihan gubernur NTT tahun 2018, hampir 70 persen masyarakat Sumba memilih Viktor sebagai gubernur. Nmaun, hak konstitusi masyarakat Sumba diabadikan begitu saja, bahkan dibalas ujaran kebencian,” kata Manurara.
Sementara itu, Viktor mengatakan, ia tidak membenci masyarakat Sumba. Video yang sempat viral itu disebutnya sebagai produk pihak tertentu untuk menjatuhkan dirinya. ”Bisa saja mereka itu lawan politik atau siapa saja yang ingin menjatuhkan saya,” kata Viktor.
Pertemuan dengan tokoh masyarakat Sumba Timur, kata Viktor, semata-mata untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Pertemuan itu bukan lagi membahas soal lahan, melainkan kesiapan masyarakat terlibat dalam proyek sapi wagyu. Sumba Timur memiliki potensi besar pengembangan tenak sapi, tetapi belum ada investor yang masuk.
Lagi pula, wacana penggunaan lahan 500 hektar untuk peternakan itu disebutnya muncul sejak almarhum Umbu Mehang Kunda, mantan Ketua Komisi III DPR dan Bupati Sumba Timur (2004-2008). Umbu Mehang Kunda disebutnya mengajak dia membangun wilayah itu.
Ditanya isu keterlibatan putranya dalam proyek pengembangan sapi wagyu, Viktor membantahnya. Dia tidak mendidik anaknya meminta proyek pada pihak tertentu.