Lahan Lumbung Pangan Terendam Banjir, Petani Tak Bisa Menanam
Petani di Kalimantan Tengah jadi yang paling terdampak saat bencana banjir datang. Tak hanya rumah, ladang dan sawah mereka pun tak luput diterjang banjir. Termasuk di lokasi Lumbung Pangan (Food Estate).
Oleh
DIONISIUS REYNADO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Ratusan hektar lahan pertanian terdampak banjir dan tidak bisa ditanami, termasuk lahan sawah di area lumbung pangan di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Pemerintah meminta petani mengikuti asuransi untuk mendapatkan ganti rugi.
Banjir tak hanya merendam rumah dan fasilitas publik, tetapi juga lahan pertanian yang menjadi mata pencarian masyarakat di Kalteng. Selama September dan November, bencana banjir merendam setidaknya 11 kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Pekerja harian menarik bibit untuk disebar dan ditanam di sawah yang sudah disiapkan pemerintah dalam program Lumbung Pangan di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4/2021). Program Lumbung Pangan di Kabupaten Kapuas luasnya 20.000 hektar.
Heriyanto, anggota Kelompok Tani Sido Mekar, yang ikut dalam Program Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Desa Belanti Siam mengungkapkan, lahan miliknya dengan luas lebih kurang 2 hektar terendam banjir akibat intensitas hujan yang tinggi. Padahal, selama 10 tahun terakhir lahannya belum pernah direndam banjir.
”Ya, belum bisa menanam karena masih terendam, harusnya November itu, kan, kami menanam,” kata Heriyanto saat dihubungi dari Palangkaraya, Minggu (5/12/2021).
Lahan sawah di Desa Belanti, menurut dia, banyak yang terendam lantaran saluran irigasi belum dibersihkan. Ia bersama beberapa kelompok tani lainnya berencana untuk iuran dan memperbaiki sendiri saluran irigasi tersebut.
”Kami dapat informasi itu enggak ada program untuk pembersihan atau pendalaman irigasi, jadi kalau memang tidak ada, ya, kami inisiatif untuk pendalaman sendiri,” ungkapnya.
Hal serupa terjadi di Desa Kuluk Bali, Kabupaten Katingan. Petani juga tidak bisa membersihkan ladangnya karena beberapa kali terendam banjir.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Kebun dan ladang masyarakat di Desa Kuluk Bali, Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, pada Kamis (4/11/2021) mulai terendam air akibat luapan Sungai Katingan. Setidaknya 13 kecamatan terendam banjir pada September lalu, kini mereka masih khawatir air bakal kembali naik.
Indrayani (45), peladang asal Kuluk Bali, mengungkapkan, biasanya pada September ia sudah harus membersihkan ladang sebelum ditanami padi. Lahan seluas lebih kurang 1 hektar miliknya itu kini tidak bisa diolah.
Indrayani merupakan peladang gilir-balik yang masih mengolah lahannya dengan cara tradisional, yakni dengan cara membakar lalu manugal atau istilah Dayak untuk menanam di ladang. Disebut peladang gilir-balik karena dalam waktu setahun atau lebih mereka tidak menanam di tempat yang sama atau berpindah. Kemudian setelah lahan yang lama sudah kembali ditumbuhi rumput liar, mereka bisa kembali lagi menanam di tempat semula.
”Sekarang ini harusnya sudah bisa panen, jadi mau tidak mau ya harus beli beras,” ungkap Indrayani.
Beras sisa berladang tahun lalu, lanjut Indrayani, sudah habis dikonsumsi selama mereka tinggal di dalam rumah, saat banjir pada November lalu. Kini, semua kebutuhan harus dibeli dengan uang. Ia dan suaminya tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya bergantung pada ladang yang mereka tanam.
”Sudah berminggu-minggu rumah kami terendam banjir, sekarang ladang kami juga,” kata Indrayani.
Data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Provinsi Kalteng, terdapat 984,8 hektar lahan pertanian mulai dari padi, jagung, bawang, ubi kayu, hingga komoditas lainnya terendam banjir. Lalu, 314,5 lahan pertanian terdampak puso atau gagal panen.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Provinsi Kalteng Sunarti menjelaskan, saat ini piihaknya sedang berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya untuk membuang air di lahan yang terndam banjir. Menurut dia, upaya itu cukup sulit dilakukan saat ini karena curah hujan masih sangat tinggi.
”Kita tidak bisa melawan alam. Di pompa pun tidak mengurangi masalah karena curah hujan masih tinggi,” ungkapnya melalui pesan singkat.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Salah satu traktor yang digunakan anggota TNI dalam membajak sawah sempat tersendat lumpur dan harus ditarik traktor lainnya di Desa Gadabung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Sabtu (10/10/2020). TNI Korem 102 Panju Panjung membantu persiapan sawah di lokasi Lumbung Pangan.
Sunarti menjelaskan, petani yang mengalami gagal panen bisa mengklaim kerugiannya melalui asuransi agar tidak rugi. Sementara petani yang belum memiliki asuransi bisa menjadikan peristiwa banjir tersebut sebagai pelajaran akan pentingnya asuransi.
”Kami sudah sosialisasi (soal asuransi) bahkan digratiskan oleh Gubernur. Itu pun petani susah diajak bergabung,” kata Sunarti.
Petani, jelas Sunarti, hanya perlu membayar Rp 180.000 per hektar setiap musim tanam dan bisa mendapatkan premi kerugian hingga Rp 6 juta per hektar lahan yang gagal panen. ”Gagal panen karena puso, bencana alam, serangan hama penyakit bisa dapat premi,” ujarnya.