Melestarikan Kearifan Leluhur di Desa Penglipuran, Bali
Desa Adat Penglipuran mendapat pengakuan bergengsi karena warga desa betul-betul menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Menjaga kebersihan menjadi bentuk tanggung jawab warga menjaga palemahan, atau lingkungan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·6 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Desa Adat Penglipuran juga dikenal sebagai desa wisata bernuansa tradisional di Kabupaten Bangli, Bali. Sejumlah wisatawan berkunjung ke Desa Adat Penglipuran untuk menikmati suasana desa tradisional dan alami, Senin (29/11/2021).
Terasa ada yang berbeda saat mendekati kawasan Desa Adat Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali, akhir bulan November lalu. Desa wisata yang dikepung hutan itu sedang ditata. Rupanya, warga Desa Adat Penglipuran di Kelurahan Kubu, Bangli, tengah bersiap-siap menyambut hajatan di awal Desember 2021.
Mulai Selasa (7/12/2021), warga Desa Adat Penglipuran, Kubu, Bangli, akan menggelar Penglipuran Village Festival kedelapan. Tahun ini, acara di desa wisata di Kabupaten Bangli itu dikemas dalam tema ”Green Destination Berbasis CHSE”. Warga memasang meja dari bambu di sepanjang telajakan atau ruang hijau di pinggir jalan, di depan rumah warga.
Meskipun diterpa gerimis dan sesekali turun hujan, warga tetap mengerjakan pemasangan meja bambu tersebut. Pengelola Desa Wisata Penglipuran, Bangli, I Nengah Moneng, mengatakan, meja-meja bambu itu menjadi alas pot bonsai atau tanaman yang dikerdilkan. Tanaman bonsai penghias telajakan itu dipasok komunitas pencinta bonsai.
”Nantinya, di setiap telajakan depan rumah warga akan dihias dengan pot tanaman bonsai,” kata Moneng (71), Senin (29/11).
Pemasangan pot bonsai di depan rumah warga Desa Adat Penglipuran itu diharapkan menambah keindahan dan keasrian kawasan permukiman Desa Adat Penglipuran selama penyelenggaraan Festival Desa Penglipuran mulai Selasa (7/12). Tampilan desa yang indah dan asri tentunya akan menambah daya tarik Desa Adat Penglipuran yang sudah ditetapkan sebagai desa wisata sejak 1993 dan salah satu desa terbersih di dunia.
”Kawasannya bersih,” kata Azel (20), seorang wisatawan asal Tangerang, Banten, yang sedang berkunjung di Desa Adat Penglipuran, Senin (29/11). Beberapa kali Azel berpose kemudian difoto di sejumlah tempat yang populer dengan sebutan layak Instagram.
Azel mengaku dirinya tertarik berkunjung ke Desa Adat Penglipuran di sela-sela liburannya di Bali lantaran mendengar Desa Adat Penglipuran disebut-sebut sebagai salah satu desa terbersih di dunia. ”Saya dapat kabarnya dari media sosial,” ujar mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang, Banten, itu.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Desa Adat Penglipuran juga dikenal sebagai desa wisata bernuansa tradisional di Kabupaten Bangli, Bali. Pengelola Desa Wisata Penglipuran, Bangli, I Nengah Moneng, ketika ditemui pada Senin (29/11/2021).
Berkat kebersihan desa dan kelestarian lingkungan yang betul-betul dijaga warga, Desa Adat Penglipuran mendapat pengakuan bergengsi dari sejumlah lembaga, di antaranya, satu dari tiga desa tebersih di dunia versi majalah Bombastic tahun 2016. Selain itu, pengakuan sebagai desa wisata yang menerapkan prinsip pariwisata berkelanjutan untuk kategori budaya versi Indonesian Sustainable Tourism Award (ISTA) tahun 2019.
Dalam masa pandemi Covid-19, Desa Adat Penglipuran termasuk desa wisata yang sudah memenuhi standar sertifikasi protokol kesehatan berbasis kebersihan (cleanliness), kesehatan (health), keamanan (safety), dan kelestarian lingkungan (environment sustainability), atau sertifikasi CHSE.
Alami
Berada di kawasan Desa Adat Penglipuran, Bangli, Bali, sekilas mengingatkan suasana lanskap hutan di Pulau Nami dan permukiman tradisional di Korea Selatan. Di Pulau Nami, wisatawan dapat menikmati pemandangan hutan yang bersuasana romantis. Sementara di kawasan permukiman tradisional di Korea Selatan, pelancong dapat mengagumi arsitektur bangunan tradisional khas Korea yang dijaga lestari di tengah kemajuan kota.
Namun, di Desa Adat Penglipuran, Bangli, pelancong dapat menikmati keasrian hutan di sekitar desa dan sekaligus keunikan permukiman warga dengan bangunan tradisional yang nyaris seragam. Di Desa Adat Penglipuran juga bebas segala jenis kendaraan bermotor sehingga wisatawan dapat leluasa berjalan kaki menikmati pesona Desa Penglipuran yang alami dengan bebas polusi. Kendaraan bermotor berlalu lalang di luar kawasan Desa Adat Penglipuran atau berada di area parkir Desa Wisata Penglipuran.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Sejumlah warga di Desa Adat Penglipuran, Kabupaten Bangli, Senin (29/11/2021), bergotong royong untuk menyambut pelaksanaan Penglipuran Village Festival 2021. Desa Adat Penglipuran juga dikenal sebagai desa wisata bernuansa tradisional di Kabupaten Bangli.
Menurut Kelihan (Kepala) Desa Adat Penglipuran I Wayan Budiarta (41), krama, atau warga, desa setempat secara sadar dan bersama-sama menjaga kebersihan desanya. Itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab krama menjaga palemahan, atau hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan. Secara rutin, warga desa bergotong royong membersihkan desa meskipun sudah terdapat tenaga kebersihan dari pengelola desa wisata.
Kearifan leluhur warga tecermin dari penataan zonasi Desa Adat Penglipuran maupun sekitar 70 permukiman krama pengarep (warga inti) Desa Adat Penglipuran, yang didasarkan konsep Tri Mandala, yakni bagian utama (utama mandala), bagian tengah (madya mandala), dan bagian luar (nista mandala). Dalam tulisan berjudul ”Tri Mandala: Landscape Pembangunan Pariwisata Budaya di Bali”, yang diakses dari https://simdos.unud.ac.id, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyebutkan, pembagian ruang Tri Mandala dalam antropologi disebut ruang sakral, sakral-profan, dan profan.
Ditemui Senin (29/11), mantan Kelihan Desa Adat Penglipuran I Wayan Supat (54) menyebutkan, penataan ruang dengan konsep Tri Mandala itu juga mencerminkan pemahaman tentang anatomi manusia, yakni kepala merupakan ruang sakral, badan sebagai ruang sakral-profan, dan kaki sebagai ruang profan.
Kawasan sakral atau bagian hulu dari zonasi Desa Adat Penglipuran adalah pura yang berada di ujung utara desa dan berdekatan dengan hutan, kawasan sakral-profan adalah permukiman warga yang berjejer di sisi barat dan sisi timur jalan utama, dan kawasan profan berada di ujung selatan desa yang juga berdekatan dengan hutan.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Desa Adat Penglipuran juga dikenal sebagai desa wisata bernuansa tradisional di Kabupaten Bangli, Bali. Sejumlah wisatawan berkunjung ke Desa Adat Penglipuran untuk menikmati suasana desa tradisional dan alami, Senin (29/11/2021).
Hutan desa
Wayan Supat mengungkapkan, popularitas Desa Adat Penglipuran tidak lepas dari peran wartawan pada era 1990-an yang mengekspose desa tersebut sehingga mendapat perhatian khalayak luas. Pemberitaan menyebutkan krama, atau warga, desa setempat sangat menjaga dan tekun menjalankan adat dan tradisi dalam kehidupan sehari-harinya.
”Karena mendapat perhatian banyak kalangan, Pemerintah Kabupaten Bangli yang saat itu dipimpin Bupati Ida Bagus Ladip lantas membenahi Desa Penglipuran dan menatanya,” kata Supat ketika ditemui Senin (29/11).
Sebentuk warisan dari program penataan desa itu, adalah jalan utama desa dan bentuk gapura, atau gerbang, rumah warga dibuat seragam, yakni beratap sirap bambu. Konsep angkul-angkul, atau gapura, beratap sirap bambu itu meniru bangunan lama yang masih tersisa di Desa Adat Penglipuran.
”Angkul-angkul sirap bambu ini yang juga menjadi daya tarik desa,” kata Supat.
Bambu sudah akrab dengan kehidupan masyarakat Desa Adat Penglipuran, terlebih kawasan desa yang berjarak sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar itu memang dikelilingi hutan, termasuk hutan bambu. Dari sekitar 112 hektar luas wilayah Desa Adat Penglipuran, kawasan hutannya seluas 45 hektar, sedangkan kawasan permukimannya hanya seluas sembilan hektar.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Desa Adat Penglipuran juga dikenal sebagai desa wisata bernuansa tradisional di Kabupaten Bangli, Bali. Warga Desa Adat Penglipuran juga menaati kearifan lokal luhur, termasuk menjaga kebesihan dan kelestarian lingkungan, termasuk hutannya. Suasana kawasan hutan bambu di sekitar Desa Adat Penglipuran, Bangli, ketika dikunjungi pada Senin (29/11/2021).
Kawasan hutan bambu di sekitar Desa Adat Penglipuran, terutama di utara desa tersebut, dibiarkan alami meskipun sudah dilengkapi jalur treking mengelilingi hutan bagi wisatawan. Terdapat beberapa plang informasi jenis bambu yang tumbuh di hutan bambu tersebut. Sedikitnya tumbuh 15 jenis bambu di kawasan hutan Desa Adat Penglipuran.
Hutan bambu di sekitar desa dijaga dan dikonservasi karena berfungsi dalam mitigasi bencana alam selain menjadi penunjang keperluan desa. Keberadaan hutan yang asri juga mendukung pelestarian sumber air dan mencegah erosi kawasan yang berlereng.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno juga mengunggah kesannya mengunjungi Desa Adat Penglipuran melalui akun Twitter-nya pada 26 Februari 2021. Sandiaga menyebut Desa Adat Penglipuran terkenal sebagai salah satu destinasi wisata yang masyarakatnya masih menjalankan dan melestarikan tradisi budaya.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Desa Adat Penglipuran juga dikenal sebagai desa wisata bernuansa tradisional di Kabupaten Bangli, Bali. Keunikan yang dapat ditemukan di Desa Adat Penglipuran, salah satunya, model gerbang dengan atap sirap bambu, seperti didokumentasikan pada Senin (29/11/2021).