Kejati NTT Tetapkan Mantan Bupati Kupang Dua Periode Tersangka Korupsi
Bupati Kupang periode 1999-2009, juga mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2014-2019 asal Nusa Tenggara Timur, Ibrahim Agustinus Medah, ditahan terkait kasus pelepasan aset Pemerintah Kabupaten Kupang.
Oleh
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Bupati Kupang periode 1999-2009, juga mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah RI periode 2014-2019 asal Nusa Tenggara Timur, Ibrahim Agustinus Medah, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Kupang. Tersangka ketika menjabat sebagai bupati menerbitkan surat keputusan menjual tanah dan rumah dinas golongan tiga untuk kepentingan pribadi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Abdul Hakim di Kupang, Jumat (3/12/2021), mengatakan, setelah laporan dari masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Ibrahim, tim penyidik Kejaksaan Tinggi NTT mulai melakukan penelusuran. Tim penyidik berhasil menemukan dua alat bukti untuk menetapkan Ibrahim sebagai tersangka.
Menurut Abdul Hakim, pada Jumat, 3 Desember 2021, tim penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, sekaligus menahan tersangka di Rumah Tahanan Kupang.
”Alasan penahanan adalah ketika menjabat sebagai Bupati Kupang 2009, tersangka menerbitkan surat keputusan Bupati Kupang tentang persetujuan penjualan rumah dinas golongan tiga milik Pemkab Kupang atas namanya sendiri,” katanya.
Aset itu berupa tanah seluas 1.360 meter persegi, dan rumah dinas pemerintah seluas 210 meter persegi.
Padahal, ketika itu, aset negara tersebut tercatat sebagai tanah dan bangunan perkantoran, dalam hal ini gedung radio pemerintah daerah Kabupaten Kupang. Tersangka diduga menjual tanah dan bangunan tersebut tanpa ada pembayaran ganti rugi kepada negara. Penjualan tanah dan aset itu kepada pihak lain berinisial JS, juga seorang pejabat, pada 2017 senilai Rp 8 miliar.
Atas perbuatan tersangka, dan berdasarkan hasil appraisal dan Inspektorat Kabupaten Kupang, kerugian negara mencapai Rp 9,6 miliar. Meski demikian dalam kurun 2017 sampai hari ini, tersangka tetap bersikap diam, seakan-akan apa yang dilakukan ketika menjabat sebagai bupati dinilai sesuai prosedur.
Alasan penahanan adalah ketika menjabat sebagai Bupati Kupang 2009, tersangka menerbitkan surat keputusan Bupati Kupang tentang persetujuan penjualan rumah dinas golongan tiga milik Pemkab Kupang atas namanya sendiri. (Abdul Hakim)
Sebelum dibawa ke Rumah Tahanan, mantan Ketua DPRD NTT periode 2009-2014 ini menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk swab PCR. Semua hasil pemeriksaan kesehatan dinyatakan aman, tidak ada gangguan, sehingga penyidik membawa tersangka ke Rutan Kupang, pukul 12.00 Wita.
Mantan Ketua DPD Partai Golkar NTT periode 2004 tersebut saat ini telah berada di Rumah Tahanan untuk masa 20 hari demi kepentingan penyidikan. Anggota keluarga pun datang ke Rutan menjenguk tersangka.
John Rihi, salah satu pengacara di Kupang, mengatakan telah dihubungi Ibrahim Agustinus Medah sebagai penasihat hukum beberapa saat sebelum dia ditahan. Namun, Rihi belum mengantongi surat kuasa sebagai penasihat hukum dari Ibrahim sehingga ia belum bisa berkomentar terkait kasus itu.
”Saya belum sah sebagai penasihat hukum. Ada beberapa teman pengacara yang dihubungi Pak Ibrahim. Kami semua belum mengantongi surat kuasa sehingga belum menentukan langkah hukum yang harus dilakukan terkait penetapan dan penahanan ini,” kata Rihi.
Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi NTT Alfred Baun mengatakan memberikan dukungan penuh kepada Kejati NTT atas penetapan dan penahanan tersangka. Kejati NTT bekeja cepat dalam diam untuk mengusut kasus ini. ”Masyarakat NTT kaget atas penetapan tersangka dan penahanan ini. Semoga kasus ini segera dilimpahkan ke pengadilan sehingga segera disidangkan. Jangan sampai berhenti di tengah jalan,” katanya.
Mestinya kasus korupsi lain, seperti pengadaan benih bawang merah di Malaka, yang ditangani Kejati sejak 2018 pun bisa diungkap. Namun, kejati telah beberapa kali mengembalikan berkas pemeriksaan ke penyidik Polda.
Kasus korupsi benih bawang merah senilai Rp 9,8 miliar tahun 2018 ini telah dihentikan (SP3) Polda NTT setelah gugatan praperadilan yang disampaikan salah satu tersangka, dari sembilan tersangka. Penyidik Polda NTT tidak berhenti terkait SP3 tersebut. Mereka menerbitkan surat perintah penyidikan baru, dan saat ini 31 saksi telah diperiksa.
Kasus ini diduga melibatkan penguasa tertinggi di Malaka saat itu sehingga proses hukum berjalan tersendat. Konspirasi politik begitu tinggi terkait kasus korupsi pengadaan bibit benih bawang merah tersebut. Kepentingan politik telah menguasi proses hukum kasus ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi pada Oktober 2021 telah mengambil alih kasus ini, termasuk berkas-berkas hasil penyidikan Polda. Masyarakat NTT berharap KPK bisa mengungkap kasus ini secara terang benderang. ”Jangan ada lagi konspirasi kepentingan politik di balik kasus ini. Auktor intelektualis di balik kasus ini harus diungkap meski ada beking kuat sekalipun,” katanya.