Banjir di Kalteng Rentan Memburuk, Pemerintah Didesak Lakukan Audit Lingkungan
Alih fungsi lahan untuk program lumbung pangan dan investasi dinilai berbuah kerusakan alam yang memicu bencana banjir di Kalimantan Tengah. Hal itu membuat Walhi Kalteng mendesak pemerintah untuk audit lingkungan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Banjir berkepanjangan membuktikan dugaan kuat adanya kerusakan lingkungan akibat aktivitas pembangunan dan alih fungsi lahan di Kalimantan Tengah. Butuh audit lingkungan yang ideal guna mencegah krisis ini terus terjadi dan bertambah buruk.
Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Kalteng menyebutkan, banjir sepanjang November menerjang 11 kabupaten dan kota. Akibatnya, 26.336 rumah tangga atau 81.661 jiwa terdampak banjir. Tidak kurang dari 25.549 unit rumah terendam. Lebih dari 500 orang mengungsi. Banyak akses jalan juga terputus.
Jumat (3/12/2021), banjir perlahan surut. Namun, sebagian daerah di Kabupaten Pulang Pisau, Katingan, dan Barito Selatan masih direndam banjir. Sebanyak 158 orang masih mengungsi. Alasannya, ketinggian air di permukiman hingga 110 sentimeter.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono di Palangkaraya, Jumat, mengatakan, banjir berkepanjangan adalah bukti nyata ada kerusakan lingkungan. ”Banjir seharusnya menjadi indikator Kalteng berada di ambang krisis ekologi. Audit lingkungan harus dilakukan,” kata Dimas.
Audit lingkungan, menurut Dimas, dilakukan dengan melihat kembali perizinan perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam berskala besar. Tugas itu menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pemberi izin baik di pusat maupun daerah.
”Sekarang bukan saatnya saling lempar tanggung jawab,” ujarnya.
Selain itu, Kepala Departemen Pendidikan dan Organisasi Walhi Kalteng Bayu Herinata menambahkan, kondisi lingkungan harus menjadi fokus utama pemerintah saat mengeluarkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam.
Lebih kurang 600 hektar hutan produksi di Kalteng dialihfungsikan menjadi kebun singkong untuk mendukung program pemenuhan ketahanan pangan. Program itu dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan dan pemda setempat.
”Dari pemantauan kami, deforestasi alih fungsi hutan dan gambut terjadi untuk proyek food estate (lumbung pangan) di Gunung Mas dan Pulang Pisau. Selain itu, ada pembukaan perkebunan kelapa sawit di sepanjang daerah aliran sungai besar. Hal itu berdampak pada memburuknya daya tampung dan dukung lingkungan,” jelas Bayu.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Sri Suwanto mengungkapkan, pihaknya masih akan melakukan kajian lingkungan untuk melihat persoalan deforestasi. Selama ini, pihaknya fokus pada pemanfaatan perhutanan sosial untuk kelompok masyarakat.
”Jadi tidak bisa begitu saja dibilang deforestasi jadi penyebabnya. Harus ada kajian dan dalam waktu dekat kami akan melakukan itu,” kata Sri.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Katingan Roby menjelaskan, banjir masih melanda Kecamatan Mendawai dan Kecamatan Kamipang. Sebelumnya, Kecamatan Tewang Karangan juga direndam banjir. Namun, saat ini, banjir di sana sudah surut. Sebanyak 158 warga yang sempat mengungsi sekarang sudah pulang ke rumahnya.
”Kami masih memantau ketinggian air. Beberapa petugas selalu di lokasi untuk memberikan layanan kesehatan dan distribusi logistik. Kami juga tetap menyiapkan perlengkapan untuk keperluan evakuasi,” kata Roby.