Dalam Sebulan, Hulu Sungai Tengah Empat Kali Dilanda Banjir
Hingga Kamis (2/12/2021), Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, masih dilanda banjir yang telah berlangsung sejak Minggu (28/11/2021). Ini merupakan banjir keempat dalam sebulan terakhir.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Hingga Kamis (2/12/2021), Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, masih dilanda banjir yang telah berlangsung sejak Minggu (28/11/2021). Meskipun demikian, banjir perlahan surut dan pengungsi banyak yang sudah kembali ke rumah. Sejak awal November hingga awal Desember atau sebulan terakhir, sudah empat kali daerah itu dilanda banjir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Budi Haryanto, Kamis, menuturkan, banjir pertama terjadi pada 5 November, kemudian 19 November, 24 November, dan yang terbaru pada 28 November hingga kini. ”Banjir sejak tanggal 28 November itu merupakan yang paling parah,” ujarnya.
Sebanyak 10 kecamatan terdampak parah. Ketinggian banjir ada yang mencapai 1,8 meter. Jumlah rumah terendam berdasarkan data awal kejadian sebanyak 5.702 rumah dengan 5.996 keluarga atau 17.455 jiwa terdampak. Jumlah pengungsi pada awal banjir sebanyak 3.649 jiwa.
Banjir juga merendam 29 tempat ibadah, 27 ruas jalan, 86 sekolah, 24 kantor, dan 10 jembatan. Selain itu, terdapat pula kejadian longsor di 50 titik. Pada Kamis, banjir sudah memasuki hari kelima. Jumlah pengungsi perlahan berkurang. ”Sekarang pengungsi tersisa sekitar 800 jiwa. Ketinggian banjir juga berkurang dari semula 1,8 meter, kini tinggal 10-90 cm,” ujar Budi.
Di Hulu Sungai Tengah ada tiga topografi. Di daerah pegunungan, air tidak terlalu lama bertahan, tetapi bisa berakibat banjir bandang. Air cenderung bertahan paling lama di Barabai, ibu kota Hulu Sungai Tengah karena daerah cekungan.
Budi menuturkan, di Hulu Sungai Tengah tidak ada aktivitas pertambangan. Namun, di daerah lain (daerah tetangga), ada aktivitas pertambangan sehingga berdampak hingga ke Hulu Sungai Tengah berupa banjir.
Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah Mansyah Sabri menuturkan, warga terdampak banjir sudah ada yang pulang dari pengungsian. Bantuan konsumsi dan kesehatan sudah diberikan, termasuk memastikan keselamatan masyarakat sebagai prioritas. Tidak ada korban jiwa dalam banjir tersebut, walaupun banjir cukup merata di sejumlah daerah.
Terkait penanggulangan banjir, sudah ada beberapa instansi yang turun ke Hulu Sungai Tengah, mulai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan BPBD Kalsel. Selain itu, ada pula petugas dinas sosial, TNI, Polri, dan sejumlah instansi lainnya yang membantu penanganan bencana di lokasi.
Pemerintah juga sedang mengerjakan normalisasi sungai dalam rangka mempercepat aliran air sehingga banjir diharapkan cepat surut. Sampah-sampah yang terkadang menghambat kelancaran arus disingkirkan. Alat berat pun juga dikerahkan.
Budi menambahkan, ada normalisasi sodetan sungai supaya air tidak menumpuk di kota Barabai. Namun, pengerjaan normalisasi sungai ada yang belum optimal sehingga air meluap. Hal inilah yang mengakibatkan ketinggian banjir beberapa hari lalu sampai sekitar 1,8 meter.
Satu sistem rusak akan berdampak pada yang lain. Itulah ekosistem.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono menuturkan, banjir di Kalsel merupakan dampak kerusakan lingkungan. Daya tampung dan daya dukung lingkungan sudah rusak.
Meskipun di Hulu Sungai Tengah belum ada aktivitas eksploitasi pertambangan dan sebagainya, tetapi daerah lain di sekitarnya terdapat aktivitas pertambangan. ”Satu sistem rusak akan berdampak pada yang lain. Itulah ekosistem. Daerah sekitarnya rusak memengaruhi daerah lainnya,” ungkap Kisworo.
Dia menambahkan, daerah hulu di Kalsel juga banyak dibebani izin aktivitas ekonomi. Sungai pun tidak mampu mengalirkan air akibat ada sedimentasi di daerah aliran sungai dari aktivitas ekstraktif. Akhirnya, air meluap.
Kemudian, muara sungai rata-rata di Banjarmasin, ibu kota Kalsel, yang posisinya di bawah permukaan air laut. Dengan posisi Banjarmasin di bawah permukaan laut, air dari hulu yang mengalir ke muara sungai sulit mengalir ke laut.
Menurut Kisworo, pemerintah hendaknya mengevaluasi semua perizinan tambang dan sawit serta melakukan audit lingkungan di Kalsel. Audit lingkungan perlu untuk melihat sejauh mana reklamasi dan analisis dampak lingkungan dilakukan selama ini. Kemudian, yang juga penting yakni menghentikan izin baru serta meninjau kembali rencana tata ruang wilayah dan menormalisasi sungai.
Terkait kebijakan dan anggaran juga dinilainya penting. Rencana pembangunan jangka menengah dan APBD hendaknya mampu menjawab penanganan masalah pokok bencana. Selain itu, perlu kajian terkait pencegahan bencana.