Stigma HIV/AIDS Masih Hambat Petugas Mendata Para Pengidap
Fenomena gunung es HIV/AIDS di Jabar mulai terkuak. Sebanyak 80 persen dari total estimasi 64.635 kasus HIV/AIDS telah tercatat. Namun, stigma yang kuat masih menghambat petugas menjangkau sisanya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA masih menghambat petugas untuk mendata mereka. Padahal, pendataan jumlah pengidap ini dibutuhkan untuk menahan laju persebaran penyakit mematikan tersebut.
Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Barat Iman Tedjarachmana, di Bandung, Rabu (1/12/2021), menyatakan, para pengidap yang menutup diri ini menimbulkan fenomena gunung es terhadap penanganan HIV/AIDS di Jabar.
Hingga Juni 2021, KPA Jabar mencatat temuan HIV di Jabar mencapai 51.553 kasus. Jumlah ini setara dengan 80 persen dari total estimasi tahun 2020 yang mencapai 64.635 kasus. Jumlah ini merujuk pada Asian Epidemic Model dengan mengacu pada parameter perilaku yang menggambarkan keadaan epidemi.
”Fenomena gunung es ini sudah kami buka 80 persennya. Tetapi, masih ada 20 persen yang belum tahu dirinya HIV dan mampu menularkan secara aktif. Masih banyak yang menutup diri karena stigma yang ada,” ujarnya.
Tyas (23), warga Ujungberung, Kota Bandung, melihat stigma ini berdampak pada meninggalnya salah satu keponakannya yang mengidap HIV/AIDS. Saat ini, dia juga masih mengurus satu keponakan lainnya, S (10), yang juga mengidap virus yang sama.
Tyas menuturkan, keponakannya meninggal karena imunnya menurun drastis setelah mengetahui dirinya terpapar HIV. Karena itu, Tyas pun tidak berani menjelaskan kepada S bahwa dia mengidap virus HIV karena takut berdampak pada kesehatannya dan anggapan orang-orang di sekitarnya.
”Kakak dan saudara ipar saya yang kena AIDS sudah meninggal, jadi anak ini sudah yatim piatu. Kakaknya sudah lebih dahulu meninggal karena drop saat tahu terpapar HIV. Dia sedih karena akhirnya tahu kenapa beberapa keluarga menjauhi dirinya karena orangtuanya meninggal akibat AIDS. Sekarang, adiknya ini tidak tahu dia terpapar HIV. Saya takut dia ikut drop,” ujarnya.
Virus korona penyebab Covid-19 cenderung cepat masuk ke dalam tubuh dengan pertahanan yang lemah sehingga ODHA menjadi salah satu kelompok yang rentan. (Iman Tedjarachmana)
Rangkul komunitas
Menurut Iman, kondisi ini menjadi tantangan besar dalam penanggulangan AIDS di Jabar dan daerah lain. Karena itu, pihaknya merangkul berbagai komunitas yang berkaitan dengan orang-orang yang berpotensi.
Iman menjelaskan, sekitar 50 komunitas lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah diajak berkoordinasi untuk menjangkau orang-orang yang berisiko terpapar. Bahkan, sebagian di antaranya telah bergabung dengan Forum LSM Peduli AIDS Jabar.
”Selain untuk menjangkau orang-orang yang berisiko terpapar, forum ini juga menjadi pintu bagi kami untuk memberikan komunikasi dan edukasi kepada mereka. Karena itu, penanggulangan AIDS ini jangan pernah sampai meninggalkan komunitas dan LSM. Permasalahan HIV ini bisa diselesaikan dengan cerita mereka,” paparnya.
Dengan komunitas tersebut, lanjut Iman, pihaknya bisa meningkatkan jangkauan sehingga bisa mencapai 80 persen dalam dua tahun terakhir. Pada 2019, catatan temuan kasus HIV/AIDS di Jabar masih sekitar 50 persen.
Menurut Iman, pandemi Covid-19 mendorong orang-orang berisiko HIV/AIDS untuk memeriksakan diri. Virus korona penyebab Covid-19 cenderung cepat masuk ke dalam tubuh dengan pertahanan yang lemah sehingga ODHA menjadi salah satu kelompok yang rentan.
”Kalau yang kami lihat, teman-teman ODHA ini justru lebih patuh melaksanakan protokol kesehatan (prokes). Mereka juga tidak ragu untuk mengakses pengobatan. Hidup dengan HIV ini membuat mereka lebih waspada di tengah pandemi karena mereka telah menghadapi virus yang lebih mematikan,” ujarnya.