Ironi Perdagangan di Tapal Batas Saat Pandemi, Semen di Krayan Capai Rp 300.000 Per Zak
Selama pandemi Covid-19, warga Krayan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mendapatkan barang kebutuhan dari Malaysia dalam jumlah terbatas. Hal itu membuat sejumlah harga barang meningkat lebih dari dua kali lipat.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Selama pandemi Covid-19, warga di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kesulitan mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari dari Malaysia. Harga barang pokok pun melonjak, salah satunya semen. Diperlukan kesepakatan dan regulasi di antara pemerintah dua negara agar roda kehidupan masyarakat di tapal batas tetap berjalan dengan baik.
KOMPAS/SUCIPTO
Warga mengangkut semen di Kampung Ba’kelalan, Malaysia, untuk diangkut ke Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (30/11/2021). Selama pandemi, pengiriman barang dari Malaysia ke Krayan dibatasi sehingga harga barang meningkat, contohnya semen yang sebelumnya Rp 125.000 menjadi Rp 300.000.
Kecamatan Krayan berbatasan darat dengan Sarawak, Malaysia. Saat ini, dataran tinggi ini hanya bisa dijangkau melalui jalur udara. Oleh karena itu, sejumlah kebutuhan pokok dan penting, seperti bahan bangunan, minyak goreng, gula, bumbu penyedap, dan gas, didapat warga dari negeri tetangga lewat perdagangan tradisional.
Selama puluhan tahun, perdagangan tradisional itu berjalan tanpa melalui karantina, bea cukai, dan pajak. Namun, selama pandemi, Malaysia memberlakukan karantina wilayah dan sangat membatasi masuk-keluarnya barang dan orang. Hal itu membuat masyarakat di Krayan tak bisa menjual hasil padi dan garam gunung khas Krayan ke Malaysia. Sebaliknya, warga Krayan tak bisa membeli kebutuhan pokok lain dari Malaysia.
Pada masa awal pandemi, para pengusaha Krayan membeli kebutuhan dari Kota Tarakan yang diangkut menggunakan pesawat. Namun, ongkos angkut sangat mahal dan tak bisa mengangkut bahan bangunan. Sebab, di Krayan hanya tersedia penerbangan pesawat kecil berpenumpang 12 orang.
Hal itu membuat sejumlah kebutuhan pokok tinggi. Misalnya, harga gula yang sebelumnya sekitar Rp 15.000 naik menjadi Rp 35.000 per kilogram. Begitu juga minyak goreng dari Rp 15.000 per kemasan satu liter naik menjadi Rp 35.000.
”Kemarin saya beli semen Rp 300.000 (per zak). Sebelum Malaysia lock down, harganya sekitar Rp 125.000,” kata Antonius (37), warga Kecamatan Krayan, Selasa (30/11/2021).
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kaltara Udau Robinson bercerita, untuk menyiasati hal itu, warga berkoordinasi dengannya untuk membentuk koperasi. Tujuannya agar barang dari Malaysia bisa masuk dengan protokol kesehatan dan terkontrol lewat satu pintu.
KOMPAS/SUCIPTO
Suasana pengangkutan barang bangunan di Kampung Ba’kelalan, Malaysia yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (30/11/2021). Barang itu akan diangkut untuk kebutuhan warga di Krayan.
Alasan kemanusiaan
Setelah terjadi komunikasi antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia melalui Konsulat Jenderal RI di Kuching disepakati bahwa perdagangan lintas negara selama pandemi bisa dilakukan dengan alasan kemanusiaan. Disepakati koperasi warga di Krayan bekerja sama dengan koperasi warga di Malaysia untuk transaksi barang.
”Sebelum masuk, barang didisinfektan. Jadwal (barang dikirim dari Malaysia) tidak tentu, tergantung kondisi dan situasi di Malaysia,” ujar Udau saat ditemui di Krayan.
Pengiriman barang dilakukan Selasa (30/11), disaksikan perwakilan pemerintah dari setiap negara. Indonesia diwakili Pemerintah Provinsi Kaltara. Selain BPPD Kaltara, hadir pula Staf Ahli Gubernur Kaltara Frederick Ellia G, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kaltara Hasriyani, serta jajaran pemerintah di Krayan. Adapun dari Malaysia dihadiri Ketua Setiausaha Kementerian Dalam Negeri Hal Ehwal Pengguna Datuk Seri Haji Zainol Zam Zam bin Haji Ahmad dan jajarannya.
Kegiatan ini juga dijaga oleh tentara dan polisi dari setiap negara. Sejak pukul 04.00 Wita, sekitar 110 mobil Hilux bergardan ganda sudah mengular di pintu masuk pos pengamanan perbatasan Indonesia-Malaysia di Long Midang, Kecamatan Krayan. Para pengemudinya adalah orang yang dibayar koperasi untuk jasa angkut barang pokok dan penting dari Malaysia.
Setidaknya 8.000 zak semen dan puluhan ribu barang pokok lain, seperti gas, solar, dan minuman kemasan, mereka angkut ke wilayah Indonesia. Barang-barang dari Malaysia itu diletakkan di tanah terbuka di Kampung Ba’kelalan di wilayah Malaysia. Para sopir dan kuli angkut kemudian memboyongnya dengan mobil ke Krayan.
KOMPAS/SUCIPTO
Petugas imigrasi memeriksa kartu pas lintas batas warga di Pos Pengamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia di Long Midang, Kecamatan Krayan, Kalimantan Utara, Selasa (30/11/2021). Selama pandemi, kebutuhan warga Krayan dikirim terbatas dan terjadwal dari Malaysia.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kaltara Hasriyani mengatakan, sebenarnya Pemprov Kaltara telah mengalokasikan subsidi angkut barang di perbatasan Indonesia-Malaysia di Malinau dan Nunukan. Namun, subsidi hanya untuk ongkos angkut pangan, tak bisa untuk pengangkutan barang seperti bahan bangunan.
”Tahun lalu anggarannya Rp 9 miliar. Tahun ini Rp 8,5 miliar,” katanya.
Pengiriman barang dari Malaysia pada Selasa hanyalah solusi sementara. Meskipun kini barang dari Malaysia sudah bisa masuk ke Krayan, jumlahnya terbatas. Paling cepat terjadi transaksi barang sekali dalam sebulan. Dengan begitu, harga barang di Krayan masih tetap tinggi.
Kesepakatan dua negara
Permasalahan ini perlu kesepakatan antarnegara lebih rinci, menyesuaikan kondisi di Krayan dan Ba’kelalan. Berdasarkan Border Trade Agreement RI-Malaysia 1970, warga perbatasan hanya bisa berbelanja di Malaysia paling banyak 600 ringgit atau sekitar Rp 2 juta per orang per bulan (kurs Rp 3.400 per ringgit Malaysia). Itu pun hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, tidak untuk dijual kembali.
Permasalahannya, sebelum pandemi, transaksi jual beli sudah terjadi secara tradisional antara warga Krayan dan warga kampung Ba’kelalan di Malaysia. Sebab, warga Ba’kelalan butuh beras hingga garam gunung produksi Krayan. Adapun warga Krayan butuh gula, minyak, dan kebutuhan barang bangunan.
Karena alasan jarak, sejumlah warga di daerah pelosok membeli barang dari warga yang dekat perbatasan. Akibatnya, sejumlah warga juga menjual kembali barang dari Malaysia di Krayan, bukan hanya untuk kebutuhan keluarga.
KOMPAS/SUCIPTO
Sekitar 110 mobil mengantre di pos pengamanan perbatasan Indonesia-Malaysia di Long Midang, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (30/11/2021). Selama pandemi Covid-19, perdagangan lintas batas warga dijadwal sekitar sebulan sekali dengan jumlah terbatas. Hal ini membuat sejumlah barang naik, misalnya satu zak semen Rp 300.000.
Hasriyani menyatakan, pihaknya perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Tujuannya agar ada peraturan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di Krayan. Ia berharap pemerintah pusat bisa membuat kesepakatan yang jelas dengan Pemerintah Malaysia tentang perdagangan lintas batas di dataran tinggi itu.
”Ketika pemerintah ingin membuat suatu regulasi daerah, (itu) harus dibarengi dengan aturan yang di atas (antarnegara) seperti apa. Ini yang harus dikomunikasikan, apakah di sini nanti ada pemberlakuan khusus atau menerapkan peraturan yang lebih tinggi,” kata Hasriyani.
Pandemi Covid-19 memang tidak mudah dihadapi oleh masyarakat, terutama di perbatasan Kaltara yang sangat terdampak. Pengaturan yang lebih spesifik di wilayah perbatasan menjadi keniscayaan agar roda kehidupan masyarakat tetap berjalan dengan baik.
KOMPAS/SUCIPTO
Sejumlah makanan dan minuman kemasan produksi Malaysia ditumpuk di Kampung Ba’kelalan, Malaysia sebelum diangkut ke Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (30/11/2021). Karena Krayan hanya bisa dilalui melalui jalur udara, sebagian besar kebutuhan warga di sana dipenuhi dari Malaysia melalui jalur darat.