Erupsi Ile Werung, Waspada Lontaran Material dan Gas Beracun di Perairan Selatan Lembata
Terekamnya gempa vulkanik yang bersumber dari lokasi itu mengindikasikan adanya pergerakan magma ke permukaan. Hal ini berpotensi diikuti erupsi Ile Werung yang lebih besar jika tekanan magma meningkat secara signifikan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengeluarkan peringatan pasca-erupsi yang terjadi di Kawah Watirar Gunung Ile Werung, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada Senin (29/11/2021). Kawah yang berada di dasar laut itu masih berpotensi mengeluarkan lontaran material dan diikuti gas beracun. Aktivitas melaut dan pelayaran di lokasi itu agar dihindari.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Andini, dalam suratnya kepada Gubernur NTT, menyebutkan, pada Minggu kemarin malam hingga Senin pagi, teramati erupsi dan bualan di perairan dekat Desa Tubuk Raja, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata. Asap letusan mencapai sekitar 100 meter di atas permukaan laut.
Lokasi itu merupakan Kawah Watirar dari Gunung Ile Werung. Kawah Watirar sekitar satu kilometer dari Kawah Hobal, yang juga berasal dari gunung tersebut. Tahun 2013, terjadi letusan di Kawah Hobal dengan tinggi kolom mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, diikuti pijaran api. Puncak dari kawah itu sekitar 50 meter di atas permukaan laut.
Lebih lanjut, Andini mengatakan, terekamnya gempa vulkanik yang bersumber dari lokasi itu mengindikasikan adanya pergerakan magma ke permukaan. Hal ini berpotensi diikuti erupsi yang lebih besar jika tekanan magma meningkat secara signifikan.
Untuk saat ini, kendati yang teramati berupa bualan, tetapi sangat mungkin telah terjadi aliran larva di bawah laut, yang berjarak sekitar 300 meter dari garis pantai pesisir selatan Pulau Lembata itu. Juga ada potensi lontaran material sekitar area bualan. Permukaan air laut pun naik.
”Potensi ancaman bahaya lainnya dapat berupa gas beracun,” tulis Andini.
Oleh karena itu, masyarakat sekitar diminta menghindari aktivitas di sekitar pantai dan tidak berlayar atau melaut di areal perairan tersebut. Masyarakat juga diminta waspada dan tidak terpengaruh dengan informasi dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah setempat diminta membantu menenangkan warga.
Policarpus Bala, warga Desa Lerek, Kecamatan Atadei, lewat sambungan telepon, mengatakan, banyak warga tidak mengetahui erupsi itu. Beredar kabar bahwa ada seorang nelayan berada tak jauh dari lokasi. Mereka tidak mendapat pemberitahuan dari pihak terkait mengenai peningkatan aktivitas gunung tersebut.
Hingga malam ini, tidak ada informasi yang menyebutkan bahwa bencana tersebut menimbulkan korban jiwa. Warga juga tidak mengungsi. ”Sangat beruntung, sebab jalur itu biasa dilewati nelayan untuk menangkap ikan. Untuk sementara, mereka tidak melaut melewati jalur itu,” tuturnya.
Menurut dia, kejadian itu mengingatkan warga akan erupsi sebelumnya di Kawah Hobal tahun 2013, serta tahun 1992 yang berlangsung selama dua minggu. Kala itu, lontaran material berupa bola api terbang ke udara. Warga yang tinggal dekat pesisir itu mengungsi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lembata Sipri Meru menuturkan, status gunung api naik level dari Normal ke Waspada. Hingga kini, warga setempat belum dievakuasi. Pihaknya terus memantau aktivitas gunung api.
Menurut Sipri, terdapat satu desa yang berada di pesisir dekat lokasi itu. ”Jika statusnya naik ke level Siaga, segera dilakukan evakuasi warga setempat. Saat ini, camat dan kepala desa ada di lapangan. Lokasi itu jauh sekali dari Lewoleba ibu kota kabupaten. Sekitar 4 jam perjalanan. Kami masih di Lewoleba, " kata Sipri.