Ribuan Pekerja di Sumsel Tergantikan oleh Kemajuan Teknologi
Ribuan tenaga kerja di Sumsel harus kehilangan pekerjaan karena posisinya tergantikan oleh kemajuan teknologi. Hal ini semakin marak terjadi saat pandemi ketika perusahaan harus melakukan efisiensi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Ribuan pekerja di Sumatera Selatan harus kehilangan pekerjaan karena tergerus kemajuan teknologi. Situasi ini kian marak saat perusahaan melakukan langkah efisiensi di masa pandemi Covid-19. Oleh karena itu, peningkatan kapabilitas buruh perlu dilakukan segera agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Sumsel (KSBSI) Ali Hanafiah, Senin (29/11/2021), mengatakan, berdasarkan data di lapangan, sudah banyak buruh di Sumsel yang harus kehilangan pekerjaan karena posisinya tergantikan oleh mesin dan teknologi. ”Mereka biasanya yang berkaitan dengan perawatan komoditas atau bekerja di pabrik,” ujarnya.
Di Sumsel, kata Ali, diperkirakan ada sekitar 3.500 orang yang harus kehilangan pekerjaan karena perusahaan yang melakukan efisiensi. Mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja ini, ungkap Ali, biasanya yang tidak memiliki keahlian khusus sehingga tidak bisa beralih ke sektor usaha yang lain.
Pemutusan hubungan kerja juga lebih mudah dilakukan setelah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diterbitkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur tentang pemutusan hubungan kerja, jumlah pesangon yang diterima buruh yang dikeluarkan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum adanya UU Cipta Kerja. ”Dengan aturan itu, perusahaan lebih mudah memecat pegawainya,” ungkap Ali.
Menurut Ali, perkembangan teknologi memang tidak bisa dielakkan, tetapi seharusnya pekerja diberikan pelatihan untuk bisa menyesuaikan perkembangan teknologi tersebut. ”Perusahaan bisa menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR untuk melatih pekerjanya agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan skema kerja di perusahaan, bukan malah dipecat,” ungkap Ali.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja di Sumsel per Agustus 2021 sebanyak 4,40 juta orang. Dari jumlah tersebut, 4,98 persen di antaranya atau sekitar 219.120 orang masih menganggur. Angka ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sekitar 5,5 persen.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumsel Abdullah Anang menambahkan, perhitungan dari BPS mungkin saja benar. Namun, dia menilai itu hanya angka yang dikeluarkan memang menilai kinerja pemerintah. ”Sarat dengan unsur politik,” ujarnya.
Menurut dia, banyak pekerja yang harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya setelah dipecat dari perusahaan. ”Kebanyakan dari mereka menjadi pengemudi ojek online,” ujarnya.
Perusahaan bisa menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan untuk melatih pekerjanya agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan skema kerja di perusahaan, bukan malah dipecat.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah harus mengambil langkah agar pemecatan akibat kurangnya kemampuan pegawai dapat dicegah. Misalnya, dengan meningkatkan kemampuan pegawai atau mengembangkan lapangan kerja yang sesuai. ”Saat ini angkatan kerja terus bertambah, namun lapangan kerja sulit didapat,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel Sumarjono Saragih berpendapat, perkembangan teknologi tidak bisa dihindari. ”Di setiap zaman pasti akan ada perkembangan teknologi. Tetapi toh orang tetap mendapatkan pekerjaan,” katanya.
Namun, perlu kerja sama multipihak untuk mengembangkan kemampuan pekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Misalnya, dengan mengadakan pelatihan secara berkesinambungan kepada pekerja.
Sumarjono menuturkan, langkah efisiensi memang harus dilakukan oleh sejumlah perusahaan untuk bisa bertahan. Ada beberapa hal yang membuat perusahaan harus mengurangi jumlah pekerjanya, antara lain, perlambatan produksi akibat pandemi Covid-19. Banyak perusahaan komoditas di Sumsel yang harus mengurangi jam kerja karyawan karena kondisi pasar ekspor sedang lesu.
Berdasarkan data BPS Sumsel, pada Agustus 2021, jumlah tenaga kerja yang terdampak Covid-19, seperti pengurangan tenaga kerja, pengurangan jam kerja, atau tidak bekerja sementara, sebanyak 405.900 orang.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Riza Pahlevi mengatakan, pemerintah dan perusahaan terus berkoordinasi untuk mencocokkan kebutuhan pasar saat ini. Misalnya dengan mengembangkan kurikulum pendidikan vokasi sesuai dengan kebutuhan pasar. ”Tujuannya agar output yang dikeluarkan dari lembaga pendidikan dapat diserap oleh para pengusaha,” ujarnya.
Di sisi lain, siswa juga diberi kemampuan untuk berinovasi sehingga menghasilkan produk yang bernilai jual dan bermanfaat bagi masyarakat. Beberapa hal yang menjadi fokus pelatihan saat ini adalah untuk pengembangan hilirisasi komoditas, ekonomi digital, dan energi baru terbarukan. ”Siapa tahu setelah lulus dari sekolah mereka bisa membuka lapangan pekerjaan bagi warga yang lain,” kata Riza.