Polres Bantul Tangkap 23 Pelaku “Klitih”, Mayoritas Pelajar
”Klitih” atau kejahatan jalanan masih terus terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama sepekan terakhir, Kepolisian Resor Bantul, DIY, menangkap 23 pelaku ”klitih” di sejumlah lokasi berbeda.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Klitih atau kejahatan jalanan masih terus terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama sepekan terakhir, Kepolisian Resor Bantul, DIY, menangkap 23 pelaku klitih di sejumlah lokasi berbeda. Sebagian besar pelaku kejahatan jalanan yang diamankan itu masih berstatus pelajar.
”Ada 23 pelaku kejahatan jalanan yang dapat kami amankan dalam sepekan ini. Mereka adalah pelaku kejahatan jalanan yang selama ini meresahkan masyarakat. Sebagian besar pelaku ini adalah pelajar. Ini yang membuat kita miris,” kata Kepala Polres Bantul Ajun Komisaris Besar Ihsan dalam konferensi pers, Senin (29/11/2021), di Bantul.
Ihsan menjelaskan, selama seminggu terakhir, Polres Bantul meningkatkan patroli dan kegiatan pengamanan lain untuk mengantisipasi terjadinya aksi kejahatan jalanan atau klitih. Dari hasil kegiatan itu, petugas Polres Bantul berhasil menangkap 23 pelaku klitih di enam lokasi berbeda di Bantul, misalnya di wilayah Kecamatan Sewon, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Palbapang, dan sebagainya.
Sebagian pelaku itu ditangkap karena melakukan penganiayaan dan perusakan. Selain itu, ada juga pelaku yang ditangkap karena membawa senjata tajam. ”Semuanya kami amankan di jalan, khususnya di jalan-jalan yang selama ini rawan dengan kejahatan jalanan atau biasa disebut klitih,” ujar Ihsan.
Menurut Ihsan, para pelaku kejahatan jalanan itu biasanya beraksi dengan mengendarai sepeda motor secara berkelompok. Sebagian pelaku itu berencana melakukan tawuran atau perkelahian dengan kelompok lain, tapi ada juga yang melakukan penganiayaan dan perusakan secara acak.
”Mereka ada yang janjian tawuran. Apabila tawurannya tidak jadi, mereka akan secara acak selama di jalan melakukan perusakan atau mengeroyok orang-orang yang ditemui. Kejadiannya rata-rata jam 00.00 sampai dengan pukul 04.00 saat kebanyakan masyarakat tertidur,” ungkapnya.
Sebelum beraksi, sebagian pelaku juga meminum minuman keras atau mengonsumsi obat terlarang. Pengaruh minuman keras dan obat terlarang itulah yang membuat para pelaku merasa berani melakukan kekerasan atau membawa senjata tajam. ”Rata-rata mereka dipengaruhi oleh obat keras dan juga minuman keras,” tutur Ihsan.
Dia menambahkan, dari 23 pelaku yang ditangkap itu, tujuh orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu, para pelaku lainnya masih dalam proses pemeriksaan. Selain menangkap para tersangka, polisi juga menyita puluhan senjata tajam dengan berbagai bentuk, misalnya pedang, celurit, gergaji es batu, gir sepeda motor, serta ikat pinggang yang diberi paku.
Menurut Ihsan, para tersangka itu dijerat dengan sejumlah pasal berbeda. Mereka yang membawa senjata tajam dijerat Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun. Ada juga yang dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kekerasan terhadap orang atau barang dengan ancaman pidana penjara 6 tahun.
”Kami akan tegas terhadap para pelaku kejahatan jalanan yang mencoba-coba melakukan aksi di wilayah Bantul,” kata Ihsan.
Orangtua dan sekolah
Ihsan menyatakan, dari 23 pelaku klitih yang ditangkap itu, 20 orang di antaranya merupakan pelajar. Mereka tidak hanya bersekolah di Bantul, tetapi juga wilayah lain di DIY, seperti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Selain itu, sebagian pelaku juga masih di bawah umur karena usianya masih kurang dari 18 tahun.
Ihsan menyebut, untuk mencegah aksi klitih terus terulang, dibutuhkan peran orangtua dan pihak sekolah. Pengawasan orangtua sangat penting untuk mengawasi agar anak-anak mereka tidak berkeliaran di jalan pada malam hingga dini hari.
”Saya menyampaikan pesan kepada masyarakat, khususnya orangtua. Bagaimanapun ini anak-anak kita, kami mohon pengawasannya. Rata-rata kejadian pukul 00.00 sampai 04.00, ke mana peran orangtua? Ini yang perlu kami gugah, ayo awasi anak-anaknya,” ungkap Ihsan.
Para guru di sekolah juga diharapkan bisa mendidik para siswanya agar tidak terlibat dalam aksi klitih. ”Kepada para guru, ayo perkuat lagi pendidikan karakternya. Bentuk karakter anak-anak kita ini menjadi karakter yang bermanfaat bagi masyarakat. Kalau seperti ini kan tidak bermanfaat,” tutur Ihsan.
Rata-rata mereka dipengaruhi oleh obat keras dan juga minuman keras.
Selain itu, Ihsan meminta partisipasi masyarakat untuk memberikan informasi jika melihat adanya gerombolan anak muda yang bertindak mencurigakan. Informasi itu sangat penting agar polisi bisa segera melakukan penindakan sehingga aksi para pelaku kejahatan jalanan tersebut dapat dicegah.
Dalam kesempatan sebelumnya, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan, penanganan kasus klitih yang melibatkan para pelajar itu membutuhkan peran aktif dari pihak sekolah. Oleh karena itu, Halim berharap pihak sekolah terus berkoordinasi dengan orangtua untuk mengawasi aktivitas anak-anak.
”Karena mereka ini usia sekolah, maka kita harapkan sekolah-sekolah itu melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap perkembangan anak-anak, khususnya yang mengalami masalah,” ujar Halim.