Lindungi Pekerja Migran, Lampung Timur Dirikan Pusat Layanan Terintegrasi
Layanan terpadu di tingkat desa itu merupakan upaya pemerintah dalam melindungi pekerja migran.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Lampung Timur mendirikan pusat informasi dan layanan satu atap bagi pekerja migran yang terintegrasi dengan layanan responsif jender atau migrant worker resourse center (MRC). Layanan terpadu di tingkat desa itu merupakan upaya pemerintah dalam melindungi pekerja migran.
Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Tenaga Kerja Lampung Timur Budi Yull Hartono menuturkan, pusat informasi dan layanan satu atap itu diharapkan dapat memudahkan warga yang ingin mendaftar sebagai pekerja migran. Selain mendapat informasi tentang alur pendaftaran tenaga migran secara legal, mereka juga dimudahkan karena dapat mengurus administrasi dokumen dari satu tempat.
”Pusat informasi dan layanan satu atap ini diharapkan memberikan perlindungan pada pekerja migran hingga ke tingkat desa. Kepala desa mempunyai peran penting untuk memverifikasi identitas warga yang akan bekerja di luar negeri,” kata Budi saat dihubungi dari Bandar Lampung, Senin (29/11/2021).
Acara peresmian digelar di Desa Sumber Agung, Kecamatan Batang Hari, Lampung Timur. Acara itu juga digelar secara hibrida dan disiarkan secara daring melalui aplikasi Zoom.
Di Kabupaten Lampung Timur, pusat informasi dan layanan satu atap itu didirikan di sembilan desa di tiga kecamatan yang menjadi kantong tenaga migran. Di Kecamatan Batang Hari, program itu dilakukan di Desa Banar Joyo, Buana Sakti, dan Sumber Agung.
Sementara di Kecamatan Sekampung, pusat layanan itu didirikan di Desa Hargo Mulyo, Sumber Gede, dan Giriklopo Mulyo. Adapun di Kecamatan Metro Kibang, program itu menjangkau Desa Margototo, Mergo Sari, dan Kibang.
Kepala desa mempunyai peran penting untuk memverifikasi identitas warga yang akan bekerja di luar negeri. (Budi Yull Hartono)
Pendirian pusat informasi dan layanan satu atap ini terwujud berkat kerja sama dari berbagai pihak, antara lain Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja Lampung. Program itu juga mendapat dukungan dari berbagai lembaga, yakni Solidaritas Perempuan Sebay Lampung dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung Timur.
Ia menambahkan, program integrasi layanan MRC itu juga didukung oleh Program Safe and Fair: Realizing women migrant workers’ rights and opportunities in the ASEAN bersama Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women). Dengan dukungan Uni Eropa, program safe and fair bertujuan untuk memastikan migrasi yang aman dan adil bagi semua perempuan di ASEAN, termasuk di Indonesia.
Menurut Budi, persoalan yang kerap terjadi dalam pemberangkatan tenaga migran adalah pemalsuan identitas. Pemalsuan identitas biasanya dilakukan untuk meloloskan tenaga kerja usia anak sebagai tenaga migran. Selain itu, pemalsuan identitas terkait status pernikahan calon tenaga migran juga kerap terjadi. ”Ada yang mengaku sudah bercerai, tapi ternyata masih berkeluarga dan mempunyai anak kecil,” ujarnya.
Saat ini, katanya, Pemkab Lampung Timur sedang mengupayakan gedung untuk difungsikan sebagai pusat informasi dan layanan satu atap di tingkat kabupaten. Dengan begitu, warga dari kecamatan lain di Lampung Timur bisa dengan mudah mengakses layanan itu.
Lampung Timur merupakan daerah pengirim pekerja migran Indonesia terbanyak di Lampung. Berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, pada tahun 2017-2019, ada 21.465 pekerja migran asal Lampung Timur. Bahkan, kabupaten itu masuk dalam sepuluh besar daerah pengirim tenaga migran tertinggi di Indonesia.
Eksploitasi
Koordinator MRC Cirebon dan Lampung Timur Dina Nuriyati menuturkan, sekitar 70 persen pekerja migran Indonesia merupakan perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Mereka rentan mengalami eksploitasi, kekerasan, penipuan, hingga menjadi korban perdagangan manusia.
Sepanjang tahun 2019, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada 176 pengaduan kasus asal Lampung yang mayoritas dilaporkan oleh perempuan pekerja migran. Kasus-kasus yang dihadapi umumnya berupa hilang kontak, gaji tidak dibayar, kekerasan fisik dan penempatan non-prosedural.
Kasus-kasus kekerasan berbasis gender, seperti kekerasan dan pelecehan seksual, sering kali tidak dilaporkan karena masih kuatnya stigma dan budaya menyalahkan korban di kalangan masyarakat.
Berbagai fakta itu, kata Dina, menegaskan pentingnya menjamin pelayanan informasi dan pelindungan sejak dari tingkat desa guna mencegah terulangnya kasus-kasus serupa. Pelibatan peran desa dinilai sebagai kebijakan yang dapat memutus mata rantai perdagangan orang dan juga kasus-kasus tenaga migran lainnya. Layanan di tingkat daerah hingga ke desa ini menjadi upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan pada komunitas masyarakat asal pekerja migran.
Sementara itu, Kepala Desa Sumber Agung Yatino mengatakan, ada sembilan warga mantan pekerja migran yang membantu di pusat informasi di tingkat desa. Selain memberikan informasi tentang alur pendaftaran, calon pekerja migran juga mendapat pendampingan psikologi.