Banjir di Kalimantan Tengah belum sepenuhnya surut. Di Katingan dan Barito Selatan, banjir sudah merendam selama lebih kurang dua minggu. Wilayah pesisir perlu diwaspadai karena jadi area yang paling terdampak.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pertemuan luapan sungai dan pasang air laut memicu banjir di wilayah pesisir Kalimantan Tengah. Tiga kecamatan di Kabupaten Katingan dan dua kecamatan di Barito Selatan, misalnya, masih terendam banjir setidaknya selama dua minggu terakhir. Padahal, kini banjir di sejumlah daerah perlahan surut.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Katingan Roby menjelaskan, banjir melanda di tiga kecamatan, yakni Mendawai, Tasik Payawan, dan Kamipang. Setidaknya, 13 desa terendam banjir dari tiga kecamatan tersebut. Terdapat 158 keluarga yang masih mengungsi.
”Desa Tumbang Bulan di Mendawai itu wilayah pertemuan arus air Sungai Katingan dan batas air laut, jadi tertumpuk di situ. Banjir sudah terjadi lebih kurang 12 hari,” kata Roby saat dihubungi dari Palangkaraya, Senin (29/11/2021).
Roby menjelaskan, biasanya desa itu hanya terendam banjir air pasang laut. Namun, kali ini banjir diperparah dengan luapan Sungai Katingan. Akibatnya, ketinggian air mencapai 165 sentimeter maksimal dan merendam seluruh bangunan rumah dan fasilitas publik lainnya. Pemerintah, lanjut Roby, juga memberikan bantuan kesehatan dan logistik bagi masyarakat yang sebagian besar bertahan di rumahnya.
Pada Senin pagi, ketinggian air menurun 10 sentimeter menjadi 155 sentimeter. Penurunan air terjadi, menurut Roby, karena intensitas hujan di hulu berkurang. ”Kami berharap banjir cepat surut,” ujarnya.
Selain di Katingan, banjir juga masih Kecamatan Gunung Bintang Awai dan Kecamatan Dusun Utara di Barito Selatan. Masih belum diketahui jumlah desa dan masyarakat yang terdampak di wilayah tersebut.
Deny, petugas pendataan lapangan BPBD Barito Selatan, mengungkapkan, saat ini wilayah terdampak paling buruk ada di Desa Majundrei, Kecamatan Dusun Utara. Ketinggian air lebih kurang 110 sentimeter.
Ketinggian air, kata Deny, naik-turun mengikuti luapan Sungai Barito, salah satu sungai terpanjang di Indonesia yang panjangnya mencapai 1.090 kilometer. ”Kami masih lakukan pendataan dan evakuasi korban,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Erlin Hardi menjelaskan, sebagian besar wilayah banjir sudah surut meskipun masih ada yang terendam. Setidaknya, ketinggian air perlahan menurun.
Di Jalan Trans-Kalimantan, khususnya Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, air mulai surut meski masih setinggi 10-80 sentimeter. Saat ini, jalan itu sudah bisa dilalui kendaraan roda dua atau lebih. Sementara kendaraan roda dua sebagian besar belum berani menembus banjir. Pengemudi motor masih menggunakan jasa perahu untuk melintasi banjir.
Saat ini, lanjut Erlin, pihaknya fokus pada sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait potensi banjir yang akan terus dihadapi hingga tahun depan, apalagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan tinggi masih akan terjadi hingga Maret-Mei 2022.
”Sudah surut semua, tetapi beberapa wilayah kan masih dalam status Tanggap dan Siaga Darurat Banjir. Upaya yang kami lakukan pasca-banjir di beberapa wilayah adalah terus melakukan sosialisasi,” kata Erlin.
Selain sosialisasi, Erlin juga menyampaikan telah memberikan bantuan logistik ke beberapa daerah. Petugas lapangan juga sudah dilengkapi peralatan kerja penanganan banjir.