Ratusan Juta Rupiah dari Bisnis Miniatur Truk Purbalingga di Saat Pandemi
Sekitar 100 perajin truk mainan di Desa Kalikajar, Purbalingga, Jawa Tengah, berdaya di tengah pandemi Covid-19. Omzetnya melesat lewat penjualan daring.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·5 menit baca
Iringan musik dangdut menggelegar dari pelantang suara di ruangan produksi miniatur truk Suryamedja Group Purbalingga. Tiga anak muda sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang mengoleskan lem ke plastik terpal mini, lalu memasangkannya pada kerangka kawat. Ada yang memasang as roda kayu truk mini. Ada pula yang memasang karet antara roda dan badan truk supaya truk mini ini mentul-mentul alias oleng layaknya truk sesungguhnya di jalan raya.
”Sehari bisa produksi sampai 300 truk mainan. Ini jumlahnya meningkat berkali-kali lipat dibandingkan sebelum pandemi yang sehari paling banyak 50 truk mainan,” kata Rendi Dadang Saputra (32), pemilik industri rumah tangga pembuatan miniatur truk Suryamedja Group saat ditemui di RT 001/RW 004, Desa Kalikajar, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Kamis (25/11/2021).
Rendi mengatakan, dibantu 16 karyawannya, omzet per bulan dari usahanya bisa berkisar Rp 100 juta hingga Rp 500 juta. ”Saat pertengahan pandemi Covid-19, omzet bisa sampai Rp 500 juta dengan karyawan sampai 50-an orang. Sekarang cenderung stabil Rp 100 juta per bulan,” tuturnya.
Rendi merintis usaha pembuatan truk mainan ini sejak 3 tahun lalu. Sejak kecil, ia hobi membuat mainan truk secara detail hingga menyerupai bentuk truk sesungguhnya. Hobi itu kemudian disalurkan lewat peluang usaha yang telah dirintis sang ayah, Suwarno (56), yang juga semula adalah sopir ekspedisi sayur-mayur dan kentang dari Dieng ke Sumatera.
”Setelah tidak jadi sopir truk, bapak saya membuat usaha suvenir pernikahan seperti centong nasi. Saya yang bagian penjualan. Kemudian, usaha itu beralih menjadi pembuatan truk mainan karena banyak permintaan,” kata Rendi yang merupakan lulusan STM permesinan.
Karyawan Rendi kebanyakan adalah pemuda desa setempat yang berusia antara 19-20-an tahun. Pengupahan karyawan bisa borongan ataupun harian. Jika harian upahnya berkisar Rp 100.000 dan jika borongan bisa Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per minggu tergantung banyaknya orderan yang masuk.
”Saya pernah kerja di pembuatan spanduk di Jakarta Barat sebulan. Lalu pulang kerja di sini. Lebih enak kerja di sini, dekat rumah. Penghasilannya bisa Rp 1,5 juta per minggu,” kata Herda Restu Perwira (19), lulusan SMA paket C yang sudah bekerja 1 tahunan di rumah produksi truk mainan Suryamedja Group.
Hal serupa disampaikan Wahyu Liantoro (24) yang sudah bekerja hampir 2 tahun, serta Abiyu Sulfian (20) yang barusan lulus SMK. ”Dulu saya kerja di pabrik mobil di Karawang hampir tiga tahun. Tapi, karena habis kontrak, pulang ke rumah dan kerja di sini. Lebih enak di sini kumpul sama keluarga. Di sana biaya hidup juga besar buat kos serta makan,” tutur Liantoro yang merupakan lulusan SMK jurusan permesinan.
Rendi menjual truk mainan ini di lokapasar, seperti Shopee dan Lazada. Dengan harga mulai dari Rp 80.000 hingga Rp 300.000 per unit, tergantung ukuran dan bahan seperti tripleks atau kayu, mainan ini sudah terjual ke seluruh kota di Nusantara. ”Pernah kirim sampai Papua, Aceh, Kalimantan, dan Sumatera. Kemarin juga sempat kirim ke luar negeri, antara lain Malaysia dan Singapura,” katanya.
Selain Rendi, ada pula Pandi (36) yang membuka industri rumah tangga pembuatan truk mainan dengan nama Dana Tirta yang berlokasi persis di depan balai desa. ”Karena pandemi Covid-19, permintaan truk mainan ini bisa meningkat sampai 50-80 persen. Dulu saya jualan offline di toko-toko mainan di Pemalang, Banjarnegara, Cirebon, dan Bogor. Sekarang fokus di jualan online. Dulu per minggu 400-600 mainan produksinya, sekarang per hari bisa 300 unit,” kata Pandi yang punya delapan karyawan.
Tidak hanya memberdayakan masyarakat setempat, Pandi juga sempat melatih 30 tahanan di Rutan Kelas IIB Purbalingga untuk memproduksi mainan ini. ”Kerja sama ini sudah sekitar 6 bulan. Awalnya mereka diberi pelatihan sehari, semua bahan produksi dari saya, lalu hari kedua sudah bisa membuat truk mainan ini,” kata Pandi yang merintis usaha ini sejak 3 tahun lalu.
Pandi juga menjual truk mainan ini dengan berbagai ukuran, mulai dari 30 sentimeter, 42 cm, dan 60 cm. Mainan dijual antara Rp 120.000 hingga Rp 400.000 dengan dilengkapi lampu warna-warni dan tenda mini alias terpal. ”Di sini kalau borongan seminggu, karyawan bisa dikasih Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta,” ujarnya.
Pandi menjual truk mainan ini di Tokopedia dengan nama Besolshop, di Shopee dengan nama toko Thimusbouket, dan DT, Brantas_store, Rich Miniatur Indonesia, serta Bui Miniatur di Lazada. Penjualannya pun sudah merata ke seluruh penjuru Nusantara.
Di rumah Pandi, sisi depan digunakan untuk proses pengemasan, sedangkan bagian dalam dipakai proses perakitan truk, mulai dari pemasangan roda, stiker, hingga lampu warna-warni. ”Sehari bisa packing 100 truk. Upahnya Rp 60.000 per hari dan ini baru sebulan kerja di sini,” kata Fani Nurcahyo (19), warga setempat yang sebelumnya berjualan es kelapa muda di pinggir jalan.
Selain tetangga sekitar, Pandi juga memberdayakan saudara-saudarinya untuk membantu proses produksi truk mainan ini. ”Ini buat mengisi waktu karena sekolah masih online, daripada buat main saja, lebih baik bantu-bantu dan dapat uang saku,” kata Via Rahmawati (15), keponakan Pandi yang kini masih duduk di bangku kelas IX SMP.
Buka lapangan kerja
Kepala Dusun IV Kalikajar Lusi Alisah mengatakan, di desanya ada 4.989 warga yang sebagian besar adalah petani. Dengan adanya lima industri rumah tangga pembuatan truk mainan ini, usaha itu bisa membuka lapangan pekerjaan bagi 100 perajin mainan. ”Hampir sebagian besar, sekitar 80 persen, adalah anak-anak muda. Dengan adanya usaha ini, anak-anak muda yang tadinya nongkrong-nongkrong, kini jadi punya kegiatan positif dan punya uang sendiri untuk beli kuota, misalnya,” kata Lusi.
Dengan jumlah produksi 300 truk mainan per industri rumah tangga per hari, di Kalikajar dalam sehari bisa dihasilkan 1.500 unit truk mainan. Berkembang serta melesatnya produksi pembuatan truk mainan ini juga menyematkan julukan baru bagi Kalikajar sebagai sentra pembuatan truk miniatur. Sebelumnya, desa ini telah dikenal luas sebagai sentra penghasil buah duku yang manis.
Di tengah pandemi, kreativitas dan keuletan warga Desa Kalikajar serta kemampuannya memanfaatkan pasar daring membuat truk mainan produksi warga Purbalingga ini tersebar ke seantero Nusantara, bahkan mancanegara.
Dentuman musik dangdut di rumah produksi ini menandai geliat serta semangat anak-anak muda untuk terus berkarya, memproduksi mainan truk ”mentul-mentul” sesuai keinginan pasar. Mereka tetap melesat di tengah terpaan pandemi.