Belajar Energi Terbarukan dari Pedalaman
Walau berada di pelosok, warga di sejumlah desa di Muara Enim, Sumsel, sudah menggunakan energi baru terbarukan. Selain memberikan energi bagi lingkungannya, mereka juga berkontribusi dalam mengurangi emisi.
Berada di tengah keterbatasan tidak membuat warga yang tinggal di sejumlah desa pelosok Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, hanya menerima nasib. Berkat bantuan dunia usaha dan organisasi nirlaba, mereka berinovasi menciptakan energi yang ramah lingkungan.
Nasurullah (51) memeriksa panel kontrol yang ada di posko pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di Desa Pelakat, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim. Mesin dihidupkan, turbin dan generator pun berputar.
Teknologi PLTMH ini memanfaatkan derasnya air di saluran irigasi yang mengalir dari ketinggian melalui pipa sepanjang 180 meter. Tenaga dari aliran air tersebut kemudian menggerakkan turbin dan generator yang menghasilkan tenaga listrik hingga 35.000 watt. Daya sebesar itu mampu menghidupkan piranti elektronik di sejumlah rumah warga di seluruh desa.
PLTMH ini merupakan hasil kerja sama antara Yayasan Al-Azhar dengan program cahaya seribu desa menggandeng PT Bukit Asam. Mereka mengalokasikan dana hingga Rp 800 juta untuk menghadirkan PLTMH agar Desa Pelakat dapat teraliri listrik dan tidak lagi terisolir.
Dengan fasilitas PLTMH ini, sebanyak 157 rumah dan enam fasilitas umum di desa tersebut tak lagi hidup dalam kegelapan. Nasurullah teringat 10 tahun lalu, desa yang berjarak sekitar 300 kilometer (km) dari Palembang ini masih mengandalkan turbin yang hanya dapat menghadirkan listrik untuk 15 keluarga.
Sedangkan warga lainnya menggunakan penerangan tradisional yang terbuat dari kaleng cat berisi minyak tanah dilengkapi sumbu untuk menghidupkan api. Dalam sebulan, warga mengeluarkan uang sekitar Rp 50.000 untuk membeli minyak tanah. Selain penerangan itu, tidak ada satu pun barang elektronik yang bisa dioperasikan.
"Kini dengan adanya PLTMH, sejumlah alat elektronik seperti televisi dan lampu bisa dihidupkan. Warga pun hanya membayar Rp 15.000 per bulan untuk biaya perawatan," kata Nasurullah.
Baca juga : Dampak Pemanasan Global Kian Terasa di Sumsel
Kepala Desa Pelakat Kohapa mengakui keberadaan PLTMH ini membuat warga lebih berdaya. Mereka tidak lagi takut ke luar rumah pada malam hari. Sejumlah kegiatan produktif pun dapat berlangsung tanpa terhalang kegelapan.
Untuk menjaga fungsinya, sejumlah peraturan pun dibuat seperti melarang para warga menambah daya karena itu bisa merusak fasilitas PLTMH. “Kami belajar dari desa lain yang fasilitas PLTMH-nya rusak karena banyak warganya menggunakan listrik lebih dari kapasitas yang seharusnya,” ungkap Kohapa.
Walau bulan lalu aliran listrik dari PLN sudah masuk ke desa tetapi keberadaan PLTMH masih tetap dibutuhkan. Setidaknya untuk mengurangi lonjakan biaya listrik.
Kebutuhan pertanian
Penggunaan energi baru terbarukan juga diterapkan di Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim yang berjarak 113 km dari Desa Pelakat. Warga di desa ini memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 16 kilowatt untuk menggerakan pompa yang mengalirkan air dari Sungai Enim menuju ke areal persawahan milik warga seluas 30 hektar.
Jarak antara sawah dengan sungai sekitar satu km dengan ketinggian antara sungai dan sawah sekitar 30 meter.
Kopaini, Ketua Kelompok Tani Sehati yang mengelola PLTS tersebut, mengatakan, sebelum fasilitas ini tersedia, petani hanya mengandalkan air hujan untuk mengairi areal persawahan. Alhasil, warga hanya bisa bertani pada musim hujan yakni berkisar Oktober-Maret. Adapun pada musim kemarau, lahan persawahan warga dibiarkan terlantar karena terbatasnya air.
Namun, dengan fasilitas PLTS yang didatangkan dari Jerman, petani tidak perlu lagi menunggu musim hujan. Karena dengan teriknya matahari memberikan tenaga untuk menggerakan pompa. Air dari sungai pun dapat digunakan untuk membasahi lahan. “Sekarang kami sudah memasuki musim tanam kedua. Semoga masa tanam kali ini berhasil sehingga pendapatan petani bisa bertambah,” ucapnya.
Lahan sawah milik warga desa Tanjung Raja ini bisa menghasilkan gabah kering giling sekitar 4,5 ton-6 ton per sekali musim tanam. “Kalau sistem ini berjalan baik, hasil pertanian kami bisa meningkat dua kali lipat,” ujar Kopaini.
Di Desa Pagar Dewa, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim, PLTS juga digunakan petani untuk menghidupkan lampu di jalan desa dan membantu kelompok tani dalam mengemas hasil panennya. Panel surya ini juga digunakan untuk menghidupkan lampu di kantor Badan Usaha Milik Petani (BUMP) PT Pagar Bukit Asam.
Baca juga : Sumsel Memiliki Potensi EBT Yang Besar
Keberadaan PLTS membuat petani lebih berdaya di tengah sulitnya kondisi infrastruktur desa. Untuk masuk ke kawasan tersebut, harus melewati jalan selebar hanya tiga meter. Desa dinamakan Desa Pagar Dewa juga karena desa ini berada di tengah perbukitan. Namun, di balik keterbatasan itu, desa ini memiliki keindahan dan potensi alam yang baik mulai dari aliran sungai hingga lahan pertanian yang subur.
Direktur Pemasaran PT Pagar Bukit Asam Yopie Febriansyah mengatakan, keberadaan PLTS cukup membantu operasional BUMP meskipun kapasitas PLTS di desa ini hanya 12 kilowatt. “Setidaknya kantor ini tidak perlu membayar listrik lagi,” katanya sembari tersenyum.
Perencana Corporate Social Responsibility PT Bukit Asam Hatami yang mendampingi kelompok tani ini mengatakan, mekanisme pengairan dengan menggunakan PLTS sudah diterapkan di sejumlah wilayah binaan yakni di Talawi Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Di sana, PLTS sebanyak 140 panel surya berkapasitas 37 kilowatt juga digunakan untuk mengairi kawasan persawahan.
Teknologi yang sama juga diterapkan di kawasan eks tambang granit di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Sama seperti di Sawahlunto ada sekitar 140 panel surya yang mengairi sawah dan ladang cabai di sana.
Dalam waktu dekat juga akan dipasang 100 panel surya berkapasitas 21 kilowatt di Lahat, Sumatera Selatan. “Akhir bulan ini sudah mulai bergerak. Mudah-mudahan pada awal tahun depan segera bisa dioperasikan,” ungkap Hatami.
Ia berharap kisah sukses para kelompok tani yang menggunakan PLTS ini, dapat memacu petani lain untuk menggunakan teknologi serupa.
Direktur Utama PT Bukit Asam Suryo Eko Hadianto berkomitmen untuk memperluas penggunaan energi baru terbarukan pada daerah yang dibina perusahaannya. Selain untuk membantu warga, cara ini juga untuk mempelajari penggunaan energi baru terbarukan yang nantinya akan menjadi fokus pengembangan PTBA ke depan.
Ke depan, PLTS juga akan dikembangkan di sejumlah daerah bekas tambang milik PTBA. Harapannya, cara ini dapat mengurangi emisi karbon yang menjadi komitmen Indonesia ke depan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel Hairul Sobri mengatakan, penggunaan energi baru terbarukan sudah harus disuarakan kepada masyarakat agar mereka tidak lagi menggunakan energi fosil yang berbahaya bagi kesehatan dan merusak lingkungan.
Menurut dia, komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dapat diterapkan dengan tidak memberikan izin bagi usaha yang masih menggunakan energi fosil dalam menjalankan aktivitasnya sehingga berpotensi menghasilkan emisi karbon. Selain itu, pemerintah harus benar-benar fokus pada pengawasan dan pencegahan agar praktik deforestasi tidak terus merebak.
Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya Iskhaq Iskandar mengungkapkan, penggunaan energi baru terbarukan menjadi cara untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia. Langkah ini cukup mendesak karena ancaman dari pemanasan global akibat emisi karbon semakin terasa.
Kalaupun emisi karbon tidak bisa dihindari, semua pihak harus berkomitmen untuk menghadirkan teknologi dan skema yang tepat untuk meminimalisasi karbon terlepas di udara sehingga visi nett nol emisi pada 2060 bisa tercapai. Karena itu, penyerapan emisi karbon harus sesuai dengan kadar emisi yang dikeluarkan.
Cara ini menurut Iskhaq bisa dilakukan dengan mengedepankan reforestasi di kawasan yang memiliki kadar emisi karbon yang tinggi. "Ada beberapa tanaman yang bisa digunakan untuk menyerap karbon. Ini harus menjadi perhatian bagi semua pihak," ungkapnya.
Project Manager Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya Khoiria berpendapat penggunaan energi bersih harus terus digalakkan dan ditularkan kepada masyarakat. Seperti gerakan inisiatif listrik tenaga surya yang memang memberikan pengetahuan, pengalaman, dan wawasan kepada mahasiswa di sejumlah kampus. Tujuannya agar mereka mengerti hal positif dari energi bersih dan dapat menjadi meneruskan tongkat estafet ini kepada masyarakat di tempat mereka tinggal.