Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat, akan menelusuri sengkarut data penerima bantuan sosial di Kabupaten Cirebon. Sejumlah polisi, pegawai negeri sipil, hingga anggota DPRD setempat diduga menerima bansos.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Aparat kepolisian menelusuri pendataan bantuan sosial yang diduga tidak tepat sasaran di Cirebon, Jawa Barat. Selain aparatur sipil negara, polisi dan anggota DPRD juga diperkirakan masuk dalam data penerima bansos. Pemerintah Kabupaten Cirebon berjanji membenahi data tersebut.
Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Arif Budiman mengakui, 278 anggota Polri masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kabupaten Cirebon. ”Setelah verifikasi, tidak ada satu pun anggota Polri menerima bantuan. Tidak satu pun juga yang diusulkan dalam daftar DTKS,” ujar Arif, Jumat (26/11/2021).
Sebanyak 278 anggota Polri itu tidak semua berasal dari Polresta Cirebon. Ada juga anggota dari kesatuan Polri lainnya, tetapi tinggal di Kabupaten Cirebon. Bahkan, menurut dia, sejumlah pegawai negeri sipil, kepala desa, hingga anggota DPRD setempat juga masuk daftar DTKS tersebut.
Sebelumnya, Dinas Sosial Kabupaten Cirebon menemukan sedikitnya 2.000 aparatur sipil negara (ASN) yang masuk DTKS setempat. Jumlah tersebut masih bisa bertambah karena pemerintah tengah mengecek datanya. Mereka diduga menerima bansos, seperti bantuan sosial tunai (BST) Rp 300.000 per bulan.
Padahal, dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bansos secara Nontunai, penerima bansos adalah seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. Adapun ASN tidak disebutkan sebagai penerima bansos.
Oleh karena itu, jajaran Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon bakal mendalami mekanisme pendataan bansos tersebut. Selama ini, lanjutnya, penyusunan DTKS berasal dari bawah, seperti petugas desa, hingga ke Pemkab Cirebon atau bottom up.
”Nah, proses mekanisme inilah yang akan ditelusuri, ditelaah, sekaligus didalami, sehingga masuknya data anggota Polri, dewan, ASN (apakah) murni karena kealpaan atau kesengajaan? Atau ada hal-hal lain?” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Cirebon Iis Krisnandar mengatakan, data ASN yang diduga menerima bansos berasal dari Kementerian Sosial. Sengkarut data itu, katanya, terjadi karena input data berasal dari banyak jalur, mulai dari pekerja sosial, dinas sosial, hingga Pusdatin Kemensos.
Persoalan data itu, lanjutnya, sudah terjadi beberapa bulan terakhir. Pada Agustus lalu, misalnya, data Kemensos menunjukkan 1,9 juta orang dari 2,3 juta warga Cirebon masuk DTKS. Setelah diverifikasi, turun menjadi 1,8 juta jiwa pada September dan tercatat 1,7 juta jiwa DTKS sebulan berikutnya.
Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Cirebon serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Cirebon untuk membenahi data tersebut. ”(ASN penerima bansos) kami usulkan dikeluarkan dari DTKS,” katanya.
Ini harus diselidiki. Jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang. (Sugianto)
Sebelumnya, terdapat 31.624 ASN yang terindikasi menerima bansos. Dari jumlah tersebut, 28.965 orang merupakan ASN aktif dan sisanya diperkirakan sudah pensiun. Mereka berprofesi sebagai dosen, tenaga medis, dan lainnya. ASN itu diduga mendapatkan bantuan pangan nontunai dan Program Keluarga Harapan (Kompas.id, 22/11/2021).
Guru Besar Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon Sugianto mendukung aparat mendalami sengkarut data bansos. ”Ini harus diselidiki. Jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.