Pembayaran Lahan Warga di Dalam Sirkuit Mandalika Mulai Dilakukan
Pembayaran lahan milik warga yang berada di dalam Sirkuit Mandalika mulai dilakukan. Warga juga memiliki waktu hingga akhir Desember untuk meninggalkan kawasan tersebut.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Persoalan sembilan bidang lahan di Dusun Bunut, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, atau yang berada di tengah Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika mulai menemukan titik terang. Hal itu setelah pembayaran lahan milik warga mulai dilakukan. Pemilik, termasuk warga lain yang menempati lahan tersebut, mengatakan siap untuk pindah paling telat akhir Desember ini.
Ajang Idemitsu Asia Talent Cup pada 12-14 November 2021 dan World Superbike pada 19-21 November lalu berhasil diselenggarakan. Meski demikian, kesuksesan ajang balap kelas dunia itu menyisakan berbagai catatatan, termasuk pelaksanaannya di tengah belum tuntasnya persoalan lahan warga yang berada di dalam sirkuit Mandalika.
Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah lewat sejumlah akun media sosialnya, seperti Twitter dan Facebook, mengatakan, pada Kamis (25/11/2021) telah menggelar rapat dengan Direktur Utama PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC) Abdulbar M Mansoer di Jakarta.
Rapat itu terkait hal-hal yang harus dibenahi menjelang pelaksanaan pramusim MotoGP pada Februari 2022 dan seri balapan MotoGP pada Maret 2022.
”WSBK dan IATC sudah sukses kita selenggarakan di Mandalika, tetapi ajang MotoGP akan jauh lebih besar dan dahsyat. Jadi, saya mengajak kita semua untuk kompak dan turut menyukseskan acara besar ini,” kata Zulkieflimansyah.
Zulkieflimansyah mengatakan, hal lain yang telah mereka selesaikan dan cari solusinya adalah nasib tanah warga. ”Insya Allah sudah rampung semuanya yang ada di dalam sirkuit dengan upaya maksimal yang bisa kami lakukan,” kata Zulkieflimansyah.
Zulkieflimansyah yang dalam akunnya menggunggah foto sejumlah warga yang telah menerima pembayaran mengatakan, jika ada yang merasa masih belum tutas dan belum ditunaikan haknya, bisa menghubungi Kepala Kesbangpol Provinsi NTB. ”Saya tugaskan khusus khusus untuk memediasi dan menyelesaikan persoalan lahan ini,” kata Zulkieflimansyah.
Ditemui di rumahnya yang berada di dalam sirkuit, Abdul Latif (36), salah satu pemilik lahan, Jumat (26/11) siang, membenarkan telah ada proses pembayaran.
Menurut Latif, proses penyelesaiannya berlangsung Kamis kemarin sekitar pukul 17.00 Wita di daerah Sengkol, Pujut. Daerah itu dipilih karena banyak pemilik lahan tinggal di sana. Saat ini, di sembilan bidang tanah dalam sirkuit itu, hanya Latif yang masih tinggal.
”Kami sudah mencukupi syarat-syarat yang diperlukan dan mereka (pihak pembeli) juga menerimanya. Ya, kemudian deal, payu (jadi)” kata Latif.
Menurut Latif, yang memiliki lahan seluas 13,45 are, pembelian bukan oleh PT ITDC, melainkan pihak ketiga yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi NTB. Secara keseluruhan, luas sembilan bidang lahan itu mencapai 1,8 hektar.
Latif memerinci, pembayaran yang ia terima meliputi lahan dengan harga Rp 65 juta per are, rumah termasuk warga nonpemilik lahan yang tinggal di sana senilai Rp 15 juta per unit, pohon kelapa Rp 2 juta per batang. Latif juga menerima penggantian mushala sebesar Rp 100 juta.
Latif yang di lahannya ditempati 28 keluarga mengatakan, harga lahan per are memang jauh dari perbincangan awal. Termasuk dengan Gubernur NTB, yakni Rp 75 juta per are, mengikuti harga penetapan lokasi (penlok) 2 Sirkuit Mandalika. Termasuk untuk harga pohon dan bangunan.
Melihat harga akhir, Latif sebenarnya mengaku kecewa. Apalagi, melihat panjangnya proses yang harus mereka lewati. Seharusnya, dengan harga seperti itu, prosesnya bisa lebih awal selesai, tidak bertele-tele.
”Masyarakat di sini yang penting kepastian. Kalau memang mau selesai cepat, tentukan kapan. Kalau masih lama, sampai kapan. Maka, dampaknya tidak merebet ke mana-mana, misalnya perekonomian kami yang tidak bisa optimal,” kata Latif.
Menurut Latif, masyarakat yang tinggal di lahan dalam sirkuit sehari-hari menjadi peternak, petani, dan nelayan. Akan tetapi, karena tidak ada kepastian soal lahan, mereka ragu dan takut untuk beternak dan bertani. Jika pun tetap melaut, hasilnya tidak banyak.
Latif yang merupakan generasi keempat pemilik lahan keluarganya mengatakan, meski tidak puas, dengan berbagai pertimbangan, ia menganggap persoalan tanah ini sudah selesai. Dia berharap, setelah ini, bisa memulai kehidupan baru. Termasuk melihat peluang dari berbagai ajang di Sirkuit Mandalika.
Baginya, ia dan warga yang tinggal di lahan di dalam sirkuit tidak ingin disebut menghalang-halangi pembangunan sirkuit. Termasuk ajang yang berlangsung di sana. Apalagi, penyelenggaraannya juga berdampak pada perekonomian masyarakat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi resmi dari pihak PT ITDC terkait pembayaran lahan tersebut.
Siap pindah
Pantauan Kompas pada Jumat siang, aktivitas warga yang tinggal di kawasan dalam Sirkuit Mandalika tersebut berjalan normal. Permukiran ini berada sekitar 1 kilometer selatan pit building atau sisi kanan lintasan 5,6,7, dan 8 Sirkuit Mandalika. Rumah-rumah warga didominasi bangunan semipermanen. Hanya beberapa rumah yang telah dibangun secara permanen.
Warga terlihat masih mengambil pakan untuk ternak, juga turun ke laut. Anak-anak juga masih pergi bersekolah atau warga keluar masuk melalui terowongan di sisi utara dan selatan permukiman mereka.
Sejumlah warga yang ditemui Kompas mengaku telah mendapat informasi tentang proses pembayaran lahan langsung dari pemilik lahan sehingga mereka juga telah siap seandainya harus pindah.
”Sudah dapat info kalau telah deal. Namanya menumpang di sini, siap saja pindah. Sekarang, rumah sementara kami juga sudah mulai dipersiapkan di Kampung Hijrah (kampung yang disediakan PT ITDC sebagai tempat tinggal sementara warga),” kata Menep (45).
Agif Putra (35), warga lain, mengatakan akan pindah ke Mertak, Pujut. Ia mengatakan telah membeli tanah di sana. ”Kami dapat waktu hingga akhir Desember. Nanti, selain bagian-bagian rumah di sini, juga perabotan, dan ternak akan saya bawa kesana,” kata Agif.
Agif menuturkan, selama ini, memang tidak ada kendala tinggal di area dalam sirkuit. Termasuk saat penyelenggaraan ajang balap kelas dunia kemarin. Ia dan warga lain juga sempat menonton lewat pagar.
”Kalau memang masalah, kami tentu bisa saja melakukan hal-hal yang bisa membatalkan balapan, tetapi tidak kami lakukan. Apalagi, kami masih dapat akses keluar masuk. Memang masalahnya cuma banjir terowongan yang membuat kendaraan sempat tidak bisa melintas,” kata Agif.
Latif menambahkan, terkait kepindahan warga, selain ke Kampung Hijrah, ada yang akan pindah ke Sengkol dan Mertak. Ia awalnya meminta tempo dua bulan. Namun, hal itu tidak bisa dipenuhi sehingga hanya sebulan.
”Tetapi saya sudah minta jika ada warga yang memang barangnya banyak agar bisa dimaklumi. Apalagi deal ini, kan, dadakan. Kasihan warga. Mereka (aparat keamanan), menyepakati hal itu,” kata Latif.