Anak Penyandang Autis di Sumsel Dianiaya Orangtua hingga Tewas
Sepasang suami istri di Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, tega menganiaya anaknya hingga tewas. Mereka kesal karena sang anak yang menyandang autis kerap buang air sembarang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·2 menit baca
SEKAYU, KOMPAS — Nyawa Andika Pratama (11) harus melayang di tangan orangtuanya sendiri. Mereka kesal karena anak yang menyandang autis tersebut sering buang air sembarang. Atas kejadian ini, keduanya terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kepala Kepolisian Resor Musi Banyuasin Ajun Komisaris Besar Alamsyah Pelupessy, Jumat (26/11/2021), mengatakan, kejadian ini berawal dari adanya laporan tentang penganiayaan Andika yang dilakukan oleh kedua orangtuanya, AA (33) dan SM (29). Namun, ketika didatangi ke rumahnya yang terletak di Kelurahan Mangun Jaya, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, tubuh kecil Andika telah kaku tanpa nyawa.
Dari hasil pemeriksaan, terdapat luka di sekujur tubuh korban, seperti luka robek, luka lecet, dan memar. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, jasad korban dibawa ke Puskesmas Babat Toman untuk divisum. Setelah mendapatkan keterangan, kedua pelaku yang tidak lain adalah orangtua korban ditangkap tanpa perlawanan.
Dari hasil pemeriksaan lanjutan, AA mengaku telah melakukan kekerasan kepada anak sulungnya itu dengan cara memukul korban dengan menggunakan satu buah selang plastik sepanjang 135 sentimeter tepat di bagian belakang kepala korban. AA mengaku dua kali memukul korban, sedangkan SM memukul anaknya dengan menggunakan gayung.
Ketika ditanya alasannya, AA mengaku kesal kepada Andika karena kerap buang air sembarangan di sekitar rumah. Tingkah ini terjadi lantaran anak pertama dari dua bersaudara itu menyandang autis. Setelah melakukan hal tersebut, keduanya merasa sangat menyesal. ”Setelah memukul anak itu, kami sadar dan menyesal atas perbuatan yang sudah kami lakukan,” kata AA.
Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sumsel Hikmah Miliana menuturkan, tindakan yang dilakukan oleh orangtua korban tidak bisa dibenarkan sama sekali. ”Memukul anak hingga tewas itu adalah tindakan yang menyedihkan dan keji,” katanya. Apalagi, kondisi anak pelaku menyandang disabilitas yang seharusnya diperlakukan secara khusus.
Kemungkinan kejadian ini adalah puncak kekesalan orangtua korban atau bahkan malu karena memiliki anak autis.
Untuk anak penyandang autis tidak bisa diperlakukan dengan kekerasan. ”Jika mereka dikasari, anak tersebut akan semakin melawan dan tidak akan bisa sembuh,” ujarnya. Memang dibutuhkan jiwa yang sabar jika memiliki anak seperti itu. ”Kemungkinan kejadian ini adalah puncak kekesalan orangtua korban atau bahkan malu karena memiliki anak autis,” katanya.
Anak autis seharusnya diperlakukan dengan cara yang lembut dan orangtua harus bisa masuk ke ”dunia” anak tersebut. Jika hal itu dilakukan, tentu kemungkinan sembuh masih ada.
Selain itu, ujar Hikmah, dibutuhkan juga dukungan dari lingkungan terdekat termasuk keluarga agar anak yang mengalami autis tidak dikucilkan, tetapi harus didukung untuk bisa sembuh. ”Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran dan tidak terulang lagi,” ujar Hikmah.