Surabaya Belum Bisa Wujudkan Persekolahan Tatap Muka Serentak
Meski pandemi Covid-19 landai, persekolahan tatap muka serentak belum bisa terwujud di Surabaya, Jawa Timur. Pengelola sekolah belum mampu memenuhi syarat pembelajaran tatap muka.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
Suasana pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) di SMP Negeri 1 Surabaya, Jawa Timur. Belum semua SMP di Surabaya bisa mengadakan PTMT karena belum mendapat asesmen atau persetujuan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, melandai. Surabaya juga masih menerapkan level 1 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Namun, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama belum bisa serentak melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas atau PTMT.
Hal itu disebabkan ketidakmampuan pengelola SD atau SMP negeri dan swasta memenuhi asesmen atau penilaian untuk mendapat persetujuan dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Sejauh ini ada 149 SMP negeri dan swasta yang melaksanakan PTMT dengan kehadiran pelajar maksimal 50 persen dari kapasitas.
”Saya meminta seluruh sekolah untuk melakukan pembelajaran tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Kamis (25/11/2021). Namun, sekolah harus memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapat asesmen dan persetujuan satgas guna mengadakan PTMT. Misalnya, penyediaan sarana sanitasi, sistem pengecekan kesehatan sivitas, persetujuan keluarga pelajar, dan simulasi persekolahan.
Menurut Eri, sekolah yang belum mendapat asesmen berarti belum siap menempuh PTMT. Pemerintah justru mendorong pengelola sekolah bisa mengadakan PTMT. Namun, jika belum mendapat asesmen, sivitas harus bersedia melanjutkan kegiatan belajar mengajar secara dalam jaringan atau online.
”Ini kehati-hatian untuk menekan risiko penularan meningkat atau situasi memburuk,” ujar Eri. Pemerintah terus mengingatkan agar sekolah dan terutama masyarakat tetap disiplin menjalankan protokol guna menekan penularan. Jika kasus kembali meningkat, itu berarti situasi memburuk yang bisa berdampak pada pengetatan aktivitas sosial, misalnya penghentian kembali persekolahan.
Siswa siswi SMP Negeri 62 Surabaya, Jawa Timur, mengikuti tes usap antigen seusai pembelajaran tatap muka terbatas, Senin (27/9/2021). Tes antigen untuk mendeteksi kemungkinan penularan Covid-19 dari kegiatan persekolahan atau klaster sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Sutomo menambahkan, sebanyak 49 SMP hampir seluruhnya swasta belum bisa mengadakan PTMT karena belum mendapat asesmen. Sekolah-sekolah itu belum memenuhi prosedur operasional standar (SOP) yang mengacu pada Keputusan Bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Menteri Agama; Menteri Kesehatan; dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.
Supomo menjelaskan, sekolah perlu melengkapi sarana sanitasi. Kemudian tes usap PCR terhadap seluruh sivitas. Selanjutnya, proses administrasi dengan mengumpulkan persetujuan dan kesanggupan orangtua atau keluarga pelajar. Seluruh siswa siswi yang mengikuti persekolahan harus diantar dan dijemput oleh keluarga dan telah mendapat vaksinasi. Selain itu, juga mengadakan simulasi atau uji coba.
”Prosedur itu perlu dipenuhi sebagai bentuk kehati-hatian dan kesungguhan pengelola sekolah yang menginginkan pembelajaran tatap muka terbatas,” kata Supomo.
Kehati-hatian penting untuk pengendalian pandemi sehingga situasi yang landai saat ini bisa dipertahankan selama mungkin. (Windhu Purnomo)
Di Surabaya tercatat ada 254 SMP negeri dan swasta. Yang sudah melaksanakan PTMT ada 149 SMP. Sebanyak 105 SMP masih harus menempuh pembelajaran daring. Sebanyak 39 SMP di antaranya belum memenuhi syarat sehingga satgas menolak memberi persetujuan. Sebanyak 66 SMP masih dalam proses pengajuan.
Pelajar SMP di Surabaya mulai Jumat (16/7/2021) menerima vaksin di sekolah masing-masing.
Berdasarkan data pada laman resmi https://vaksin.kemkes.go.id/, sampai dengan Kamis petang, Surabaya telah memberikan vaksinasi dosis 1 dan dosis 2 atau komplet kepada 282.034 remaja atau kelompok usia 12-17 tahun. Jumlah itu 105,1 persen dari sasaran yang berarti ada kalangan pelajar dari luar Surabaya yang mendapat vaksinasi di ibu kota Jatim tersebut.
Meski diasumsikan seluruh remaja usia 12-17 tahun atau kelas 6 SD, SMP, dan SMA telah divaksin komplet, tidak secara otomatis mereka bisa mengikuti persekolahan langsung. Untuk SD dan SMP yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Surabaya, persekolahan bergantung pada asesmen atau persetujuan. Sebagian keluarga atau orangtua juga ada yang belum mengizinkan putra putri mereka bersekolah karena mungkin masih cemas dengan penularan Covid-19.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, prinsip kehati-hatian dalam aktivitas pendidikan sudah tepat. Di Surabaya, hanya pelajar yang sudah vaksin dan mendapat izin yang boleh bersekolah. Untuk itu, murid usia dini dan kelas 1-5 SD yang belum vaksin masih harus bersekolah secara daring.
”Kehati-hatian penting untuk pengendalian pandemi sehingga situasi yang landai saat ini bisa dipertahankan selama mungkin,” kata Windhu.