Jaringan Peduli Perempuan Sumbar Tuntut Pemerintah Jamin Hak Korban Kekerasan Seksual
Jaringan Peduli Perempuan Sumatera Barat menuntut pemerintah daerah di provinsi ini agar menjamin terpenuhinya hak-hak korban tindak kekerasan seksual.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Jaringan Peduli Perempuan atau JPP Sumatera Barat menuntut pemerintah daerah di provinsi ini agar menjamin terpenuhinya hak-hak korban tindak kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual, terutama terhadap anak, marak terjadi di Sumbar beberapa waktu terakhir.
Tuntutan disampaikan gabungan kelompok masyarakat sipil itu dalam aksi damai antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kota Padang, Kamis (25/11/2021). Ada 20-an peserta aksi yang digelar bertepatan dengan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Internasional itu.
“Maraknya kasus di November ini, menandakan daerah kita sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Kami ingin menyampaikan kepada pemerintah agar betul-betul menuntaskan penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual,” kata Rahmi Meri Yenti, Direktur Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan sekaligus koordinator aksi, Kamis.
Berdasarkan catatan tahunan WCC Nurani Perempuan, selama Januari-November 2021, terjadi 90 tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumbar. Dari total itu, 48 kasus adalah tindak kekerasan seksual dan 37 kasus di antaranya dialami oleh anak-anak.
Sementara tahun 2020, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumbar sebanyak 95 kasus. Sebanyak 47 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual. ”Dibanding tahun lalu, trennya meningkat. November ini saja ada 19 kasus yang kami tangani. November tahun lalu cuma enam kasus,” ujar Meri.
Adapun Polresta Padang mencatat, selama Januari-November 2021, polresta menangani 85 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Padang. Pelaku umumnya adalah orang-orang terdekat, mulai dari ayah, kakek, kakak, sepupu hingga tetangga. Kasus meningkat dibanding tahun lalu yang berjumlah 48 kasus.
Atas kondisi itu, JPP Sumbar menyampaikan sejumlah tuntutan, yaitu pemerintah menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan seksual. Ketersediaan rumah aman sangat penting dalam upaya pemulihan dan melindungi korban dari intervensi, tekanan, dan ancaman pelaku, yang umumnya dari orang-orang terdekat.
”Sejauh ini, pemda masih bekerja sama dengan Nurani Perempuan. Kami punya rumah aman yang dikelola masyarakat. Pemda belum punya rumah aman untuk korban. Setidaknya Sumbar mesti punya agar kasus-kasus di kabupaten/kota bisa dirujuk ke sana,” ujar Meri.
Selanjutnya, pemerintah dituntut menyediakan program pemulihan yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual. Sejauh ini, ketika tidak dipulihkan secara komprehensif, korban mengalami trauma berkepanjangan dan kehilangan kepercayaan diri.
Kata Meri, pemerintah juga harus memastikan anak-anak korban kekerasan seksual tidak terputus hak pendidikannya. Banyak kasus kekerasan seksual yang ditangani WCC Nurari Perempuan korban malah dikeluarkan dari sekolah mereka.
Kemudian, pemerintah juga dituntut menyediakan program pendidikan seksualitas bagi anak-anak. Ketika kasus semakin banyak, peningkatan kesadaran anak-anak untuk bisa mencegah atau melindungi diri dari tindak kekerasan seksual menjadi sangat penting. Pemerintah dituntut pula menyediakan program pengasuhan anak secara reguler.
”Pemerintah memastikan ketersediaan anggaran untuk penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual. Selama ini, selalu menjadi persoalan tentang anggaran yang tidak tersedia di pemerintah. Kami juga meminta Pemprov Sumbar mendukung pengesahan RUU tindak pidana kekerasan seksual,” kata Meri.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumbar Quartita Evari Hamdiana mengatakan, peningkatan kasus yang terungkap akhir-akhir ini secara positif bisa dilihat sebagai semakin beraninya korban untuk melapor. Walakin, kasus-kasus ini tetap menyentak hati nurani.
Menjawab tuntutan itu, Evari mengatakan, dinas akan menindaklanjutinya sesuai kewenangan pemerintah provinsi. Adapun terkait kewenangan pemkab dan pemkot, pemprov akan meneruskannya. ”Kami berharap kolaborasi dan koordinasi semua pihak kasus-kasus ini bisa ditekan jumlahnya,” kata Evari.
Evari melanjutkan, menyikapi kasus kekerasan seksual terhadap anak yang semakin marak, Gubernur Sumbar Mahyeldi sudah menerbitkan surat edaran kepada bupati/wali kota. Surat edaran itu mencakup berbagai hal, antara lain upaya pemulihan komprehensif terhadap korban, penganggaran di tiap-tiap kabupaten/kota, dan pembentukan komunitas di tingkat nagari untuk pencegahan tindak kekerasan seksual.