Museum Nasional Ketransmigrasian Butuh Tambahan Koleksi
Sejak dibangun pada 2014, Museum Nasional Ketransmigrasian di Kabupaten Pesawaran, Lampung, masih minim koleksi. Dua tahun terakhir, penambahan koleksi baru tidak dapat terealisasi karena tidak ada anggaran.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
GEDONG TATAAN, KOMPAS — Sejak dibangun pada 2014, Museum Nasional Ketransmigrasian di Kabupaten Pesawaran, Lampung, masih minim koleksi. Bahkan, dua tahun terakhir penambahan koleksi baru tidak dapat terealisasi karena tidak ada anggaran.
Hal itu dikemukakan Kepala Museum Nasional Ketransmigrasian Hana Kurniati di sela-sela seminar tentang sejarah transmigrasi, Kamis (25/11/2021). Kegiatan itu diselenggarakan di Museum Nasional Ketransmigrasian di Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.
Hana mengatakan, saat ini museum tersebut memiliki sekitar 800 koleksi benda bersejarah. Dari jumlah itu, ada 703 koleksi yang sudah diinventarisasi. Koleksi di museum itu dibagi menjadi enam kategori, di antaranya alat transportasi sebanyak sembilan buah, peralatan rumah tangga (92 buah), serta peralatan religi dan budaya (161 buah). Selain itu, ada juga koleksi benda alat pencari hidup (163 buah), sejarah dan geografi (32 buah), serta alat perekonomian dan administrasi (152 buah).
Menurut Hana, seluruh koleksi di museum itu merupakan benda peninggalan yang berkaitan dengan transmigrasi sejak masa kolonial pada tahun 1905. Selain dikumpulkan dari masyarakat Lampung, sebagian koleksi seperti foto-foto transmigran didapat dari arsip digital perpustakaan Leiden di Belanda.
Sebenarnya, katanya, ada sekitar 75 benda bersejarah lainnya yang sudah diidentifikasi dan hingga kini masih tersebar di masyarakat. Benda-benda itu antara lain alat musik (rebana), perabotan rumah tangga (gelas atau meja keramik), dan alat transportasi (sepeda).
Barang-barang tersebut dimiliki warga di sejumlah kabupaten/kota, antara lain Kabupaten Pesawaran, Mesuji, dan Lampung Tengah. Namun, pengelola tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak ada anggaran khusus untuk penambahan koleksi. ”Sudah dua tahun terakhir tidak ada penambahan koleksi di museum,” ujar Hana.
Ia mengakui, pengelolaan museum, termasuk soal penambahan koleksi benda bersejarah, mengalami kendala selama masa pandemi Covid-19. Selain persoalan anggaran, pengelola juga harus membatasi kegiatan di museum sebagai upaya mencegah kerumunan.
Sejak 2020, pengelolaan Museum Nasional Ketransmigrasian berada di bawah kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. Sebelumnya, pengelolaan museum itu berada di bawah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi.
Menurut Hana, pihaknya telah berupaya menyampaikan persoalan terkait anggaran koleksi dan pengelolaan museum itu kepada pemerintah pusat. Ia berharap pemerintah pusat bisa membantu penambahan anggaran karena saat ini APBD Lampung masih difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Selain itu, pengelola juga berupaya mengajak warga keturunan transmigran untuk menyerahkan benda peninggalan dari nenek moyang mereka secara sukarela kepada pihak museum. Untuk itu, pihaknya terus menyosialisasikan pentingnya museum itu kepada masyarakat melalui kegiatan seminar.
Sebelum pandemi, sebanyak 5.000-6.000 pengunjung datang ke museum tersebut setiap tahun.
Kepala Seksi Layanan Umum Museum Nasional Ketransmigrasian Mahmud mengatakan, pengelola baru mulai menyelenggarakan berbagai kegiatan lagi sejak dua bulan terakhir. Hal ini dilakukan setelah situasi pandemi Covid-19 di Lampung melandai.
Selain menggelar seminar tentang sejarah transmigrasi di Lampung, pengelola juga mengundang perwakilan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi untuk berkunjung ke museum tersebut.
Selain itu, pengelola museum juga melibatkan warga keturunan transmigran dari Desa Bagelan, Kecamatan Gedong Tataan, Pesawaran, untuk berkegiatan di kompleks museum. Bulan lalu, pengelola menggelar lomba menabuh lesung yang diikuti oleh generasi keturunan transmigran untuk mengenang sejarah transmigrasi.
Sebelum pandemi, sebanyak 5.000-6.000 pengunjung datang ke museum tersebut setiap tahun. Namun, selama pandemi, jumlah pengunjung berkurang 50-70 persen.
Muhajir Utomo, tokoh pendiri Museum Nasional Ketransmigrasian, berharap pemerintah daerah dan pusat memberikan perhatian demi keberlangsungan museum itu. Sebagai satu-satunya museum transmigrasi di Indonesia, museum tersebut memiliki nilai sejarah yang kuat bagi bangsa Indonesia.