Larangan Cuti Natal dan Tahun Baru Dinilai Tidak Efektif
Selain melarang cuti selama 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022, pemerintah imbau masyarakat berada di rumah saja selama perayaan Tahun Baru. Namun, larangan ini dinilai tak efektif karena tempat wisata tetap buka.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru Tahun 2022. Salah satu aturan yang dikeluarkan pemerintah adalah larangan cuti pada periode libur Natal dan Tahun Baru.
Instruksi tersebut dikeluarkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 22 November 2021 yang berlaku mulai 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022. Salah satu aturan yang dikeluarkan pemerintah adalah pelarangan cuti.
”Pelarangan cuti bagi aparatur sipil negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan karyawan swasta selama periode libur Natal dan Tahun Baru,” demikian bunyi instruksi tersebut.
Dalam instruksi tersebut, Tito juga mengimbau kepada pekerja atau buruh untuk menunda pengambilan cuti setelah periode libur Natal dan Tahun Baru. Pemerintah juga akan menutup semua alun-alun pada 31 Desember 2021 sampai dengan 1 Januari 2022.
Tito juga mengimbau kepada pekerja atau buruh untuk menunda pengambilan cuti setelah periode libur Natal dan Tahun Baru.
Sementara itu, umat yang dapat mengikuti kegiatan ibadah dan perayaan Natal tidak melebihi 50 persen dari kapasitas gereja. Penyelenggaraan ibadah dan perayaan Natal harus menerapkan protokol kesehatan di area gereja.
Adapun untuk perayaan Tahun Baru, pemerintah mengimbau agar masyarakat tinggal di rumah dan menghindari kerumunan serta perjalanan. Selain itu, diharapkan pula melakukan kegiatan di lingkungan masing-masing yang tidak berpotensi menimbulkan kerumunan.
Menurut pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahadiansyah, Rabu (24/11/2021), kebijakan pelarangan cuti ini tidak akan berjalan efektif. Sebab, aturan tersebut tidak dibarengi dengan penyekatan.
”Jika tidak ada aturan sanksi, tetap saja akan ada yang cuti dan melakukan mobilitas,” kata Trubus.
Ketidakefektifan juga diperkirakan terjadi karena tempat wisata masih dibuka meskipun hanya 50 persen. Selain itu, tidak ada pengawasan secara ketat.
Menurut Trubus, aturan ini justru kontradiktif dan rumit. Seharusnya pemerintah mengeluarkan aturan yang tegas seperti menutup semua sektor di masa Natal dan Tahun Baru. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah justru memperlihatkan mereka gamang apakah akan ada gelombang ketiga penyebaran Covid-19 pada periode Natal dan Tahun Baru.
Ketidakefektifan juga diperkirakan terjadi karena tempat wisata masih dibuka meskipun hanya 50 persen. Selain itu, tidak ada pengawasan secara ketat.
Ia menegaskan, seharusnya pemerintah fokus untuk melakukan percepatan vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan secara ketat. Pemerintah juga diharapkan melakukan pengawasan ketat selama periode libur Natal dan Tahun Baru karena kemungkinan masyarakat tetap akan berkerumun. Selain itu, perlu terus dilakukan edukasi kepada masyarakat terhadap bahaya Covid-19.