Gorontalo dan Bone Bolango Promosikan Ekonomi Lestari Lewat Festival
Sembilan kabupaten anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari mengampanyekan pertumbuhan ekonomi berbasis potensi alam setempat diiringi pelestarian lingkungan lewat festival.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sembilan kabupaten anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari mengampanyekan pertumbuhan ekonomi berbasis potensi alam setempat diiringi pelestarian lingkungan lewat festival. Ini menjadi ajang pembuktian bahwa usaha kecil yang memanfaatkan kekayaan lokal adalah penyelamat perekonomian.
Festival Kabupaten Lestari (FKL) ke-4 akan digelar di dua kabupaten di Provinsi Gorontalo, yaitu Gorontalo dan Bone Bolango, mulai Selasa hingga Minggu (23-28/11/2021). Festival itu digelar secara hibrid dan diisi berbagai diskusi, dialog penciptaan pasar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tinjauan keanekaragaman alam, hingga pawai budaya.
Dalam konferensi pers daring, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo mengatakan, festival ini digelar demi mempromosikan potensi ekonomi lestari di masing-masing kabupaten. Saat ini ada sembilan kabupaten yang menjadi anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) sebagai suatu kaukus dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apaksi).
”Tujuan pembentukan LTKL pada 2018 adalah meningkatkan pelestarian lingkungan sambil mendorong kesejahteraan masyarakat. Caranya adalah eksploitasi sumber daya alam yang ada secara berkelanjutan sehingga lahirlah ekonomi lestari. Misalnya, di Gorontalo kami mengembangkan potensi gula merah dan produk kelapa lainnya,” kata Nelson.
Menurut Nelson, ada kecenderungan untuk meninggalkan potensi lokal, seperti kelapa di tingkat nasional. Padahal, diperkirakan ada 3,7 juta hektar lahan yang ditumbuhi kelapa di Indonesia. Kelapa pun bisa menghasilkan berbagai produk turunan, seperti gula merah dan minyak kelapa. Namun, investasi malah lebih banyak mengarah pada kelapa sawit.
”Karena itu, lewat festival ini kami ingin mengangkat lagi kearifan lokal kami dalam bentuk produk UMKM, kuliner, dan budaya yang berbasis alam. Kami juga ingin merangkul lebih banyak anak muda, misalnya melalui penerbitan buku soal pangan lokal yang ditulis anak-anak muda Gorontalo,” kata Nelson, yang menjabat Sekretaris Jenderal LTKL.
Senada dengan Nelson, Bupati Bone Bolango Hamim Pou menyebut kesempatan ini sebagai upaya untuk menghidupkan dan mengembangkan UMKM. Promosi produk dari potensi lokal akan dipastikan terserap oleh pasar melalui kegiatan pembentukan hubungaan bisnis (business matching).
Hamim mencontohkan, Bone Bolango memiliki produk lokal seperti kopi organik yang ditumbuhkan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Bone Bolango juga memproduksi gula aren, seperti halnya Gorontalo.
”Kopi kami sudah diuji oleh badan standardisasi, dan dikategorikan excellent (sangat baik). Gula aren kami juga, konon, lebih baik kualitasnya dibanding di Jawa,” kata Hamim, yang kini menjadi Ketua Unit Perencanaan Program LTKL.
Hamim menambahkan, pemerintah kabupaten dan masyarakat luas dapat belajar juga mengembangkan pariwisata berbasis alam dari Taman Laut Olele. Karena ekosistem laut terjaga dengan baik, hiu paus kerap singgah hanya 40 meter dari pantai untuk memangsa udang.
Anak muda yang enggak cinta lingkungan itu enggak keren.
Di samping itu, Bone Bolango juga ia sebut dapat menjadi contoh untuk mengembangkan pariwisata kebudayaan dengan memanfaatkan potensi setempat. ”Kami akan menonjolkan kekayaan budaya dalam bentuk alat musik polopalo. Itu sudaha pernah difestivalkan juga,” kata Hamim, merujuk pada alat musik setempat yang terbuat dari bambu.
Di sisi lain, Nelson dan Hamim tidak menyembunyikan berbagai masalah lingkungan yang masih mendera kabupaten mereka, yaitu banjir. Nelson mengatakan, banjir terjadi bukan hanya karena kerusakan alam, tetapi juga perubahan iklim. Ia pun siap berbagi langkah-langkah mitigasi.
”Kami sudah memasukkan upaya mengatasi perubahan iklim dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah). Kami juga mengatur RTRW (rencana tata ruang dan wilayah) kemudian menciptakan kelompok kerja yang berkoordinasi dengan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Tentu kami dukung juga dengan anggaran,” katanya.
Adapun Hamim mengatakan, dirinya tak menampik banyak masyarakat Bone Bolango yang menjadi petambang liar di wilayah TNBNW. ”Pemkab Bone Bolango harus berkolaborasi, bermitra dengan teman-teman di LTKL, untuk bisa mendapatkan ide-ide baru yang bisa dipraktikkan,” katanya.
Untuk sementara, beberapa masalah lingkungan lain, seperti sampah plastik, telah dapat diatasi dengan berbagai inovasi, seperti mengubahnya menjadi bahan bangunan. Pemkab Bone Bolango juga mencoba mendorong produksi sedotan dari bahan beras atau terigu sehingga tidak menumpuk menjadi sampah.
Sementara itu, Iwan Fals, musisi senior yang dihadirkan sebagai pemengaruh (influencer), juga akan berupaya mengajak masyarakat untuk menanam lebih banyak pohon. Ini sudah pernah ia lakukan bersama Orang Indonesia (OI), basis penggemarnya.
”Anak-anak muda juga harus khawatir soal perubahan iklim. Kita harus bergerak sama-sama untuk mengatasinya karena ini masalah kita bersama. Anak muda yang enggak cinta lingkungan itu enggak keren,” ujarnya.