Warga NTT Siapkan Tabungan Air untuk Kebutuhan Kemarau
Warga NTT didorong menggali lubang peresapan pada musim hujan untuk menambah debit air tanah. Ketersediaan air tanah yang banyak dapat membantu mengatasi krisis air bersih yang terjadi di daerah itu setiap tahun.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi sebagian besar daerah di Nusa Tenggara Timur dilanda cuaca ekstrem berupa hujan dengan intensitas tinggi mulai November hingga April tahun depan. Curah hujan ini perlu dimanfaatkan untuk menabung air tanah demi menghadapi kekeringan ekstrem mulai Mei hingga Oktober.
Menurut pantauan Kompas di Kelurahan Bello, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Senin (22/11/2021), sejumlah warga menggali lubang peresapan di dekat sumur. Lubang berukuran 1 meter persegi dengan kedalaman sekitar 1 meter. Lubang dibuat pada beberapa titik.
”Kami baru mencoba setelah ada instruksi dari pemerintah. Katanya ini untuk menyerap air ke tanah. Kalau tidak, setiap tahun debit air di sumur berkurang, bahkan kering,” kata Rino (25), warga. Sumur di kompleks permukiman itu rata-rata memiliki kedalaman paling kurang 25 meter.
Akibat kekeringan, setiap tahun warga di situ terpaksa membeli air dari mobil tangki. Untuk tangki berukuran 6.000 liter, mereka harus membayar Rp 80.000. Selain itu, setiap pemesan juga harus mendaftar satu hari sebelumnya lantaran permintaan air tangki di Kota Kupang tinggi.
Menurut Rino, di kompleks itu sudah mulai ada kesadaran warga untuk menggali lubang peresapan. Mereka berharap beberapa tahun ke depan ketersediaan air tanah di permukiman itu semakin banyak. ”Kalau bisa, perlu kehadiran petugas untuk menunjuk kira-kira titik mana saja yang perlu dibuat lubang resapan,” katanya.
Pada 15 November 2021, Wali Kota Kupang Jefirstson Riwu Kore mengeluarkan surat dengan nomor 094/DLHK.443.42/XI/2021. Surat itu berisi imbauan kepada seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan dalam menghadapi musim hujan. Pohon yang dianggap mengancam keselamatan agar dipangkas.
Riwu juga mengimbau kepada masyarakat untuk menanam pohon seperti pule, sepe, angsana, tebubuya, dan mangga, yang menghasilkan atau sebagai peneduh minimal tinggi 2 meter dan bunga-bungaan untuk memperindah wajah kota. ”Juga membuat lubang serapan di lingkungan masing-masing untuk menampung air atau tanam air,” ujarnya.
Dalam kunjungan ke Kupang, akhir pekan lalu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, akan terjadi penambahan curah hujan hingga 100 persen dari biasanya. Fenomena iklim La Nina bakal melanda NTT. Untuk itu, perlu diantisipasi kemungkinan bencana banjir dan longsor, tetapi perlu juga didorong agar kelebihan curah hujan itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Air hujan dapat ditampung untuk memenuhi kebutuhan pada musim kemarau. NTT selalu mengalami kekeringan ekstrem setiap tahun. ”Sebab, memang NTT disadari bahwa musim keringnya sangat lama dibandingkan dengan musim hujannnya yang relatif sangat pendek,” ucap Dwikorita.
Sementara itu, Direktur Circle of Imagine Society (CIS) Timor Haris Oematan berpendapat, gerakan tabung air merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi krisis air bersih di NTT. CIS Timor sudah memulai program itu beberapa waktu lalu di sejumlah kabupaten/kota di NTT.
Secara teknis, setiap rumah diminta menggali lubang dengan luas permukaan satu meter persegi serta kedalaman satu meter. "Di Kabupaten Lembata, kami sudah melakukan hal tersebut dan masyarakat memanen hasil. Pada musim kemarau, debit air sumur tidak sampai kering lagi," ujarnya.
Menurut Haris, gerakan semacam ini harus dilakukan di daerah rawan krisis air. Tidak hanya sebetas imbauan, pemerintah perlu mengeluarkan regulasinya agar menjadi kewajiban bagi masyarakat. Tugas pemerintah kemudian adalah menjelaskan teknis pembuatan lubang tersebut.