Naik Rp 8.484, Buruh Menilai UMP Lampung Terlalu Rendah
Upah minimum provinsi di Lampung pada 2022 ditetapkan sebesar Rp 2.440.486,18. Kenaikan upah yang hanya Rp 8.484 atau 0,35 persen itu ditolak serikat buruh karena dianggap tidak manusiawi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Buruh di Lampung menilai, penetapan upah minimum provinsi tahun 2022 terlalu rendah dibandingkan kenaikan harga bahan pokok. Buruh bakal melakukan unjuk rasa untuk menyikapi hal ini.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/634/V.08/HK/2021, upah minimum provinsi (UMP) di Lampung ditetapkan Rp 2.440.486,18. Jumlah itu naik 0,35 persen atau setara dengan Rp 8.484,61 dibandingkan tahun lalu, Rp 2.432.001,57. Ketetapan itu mulai berlaku 1 Januari 2022.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lampung Agus Nompitu, Senin (22/11/2021), menjelaskan, penetapan UMP mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan, perekonomian, dan inflasi. Penetapannya juga disebut sudah melalui pembahasan bersama dewan pengupahan Lampung.
Ia menuturkan, UMP berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sementara buruh yang bekerja lebih dari satu tahun bisa mendapatkan kenaikan upah lebih tinggi sesuai skala perusahaannya masing-masing.
Dengan ini, Agus menambahkan, disnaker kabupaten/kota diminta menetapkan upah minimum paling lambat 30 November 2021. Daerah yang belum memiliki struktur dewan pengupahan akan mengikuti ketetapan UMP. Daerah itu adalah Kabupaten Pringsewu, Pesisir Barat, Tanggamus, dan Kabupaten Pesawaran.
Ketua Federasi Serikat Buruh Karya Utama Tri Susilo menyatakan, serikat buruh di Lampung menolak penetapan UMP tahun 2022. Dia beralasan, nilainya terlalu rendah. Kenaikan itu tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok setahun terakhir.
”Kenaikan itu tidak manusiawi. Jangankan memenuhi kebutuhan hidup layak, untuk membeli 1 liter bensin atau 1 kilogram beras saja tidak cukup,” kata Tri.
Ia mengungkapkan, perusahaan biasanya menjadikan ketetapan kenaikan upah itu untuk seluruh karyawan tanpa melihat masa kerja. Untuk itu, jumlah tersebut dinilai amat merugikan buruh.
Menurut dia, serikat buruh telah berupaya menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah daerah, dengan permintaan kenaikan 10-15 persen. Perhitungannya berdasarkan komponen kebutuhan hidup layak.
Ia menilai, jumlah itu layak diperjuangkan karena dilatarbelakangi sejumlah alasan. Tahun lalu, buruh di Lampung tidak merasakan kenaikan upah. Selain itu, perekonomian di Lampung dinilai tidak terlalu berdampak pandemi Covid-19. Perekonomian di daerah juga diyakini bakal terus membaik.
Ke depan, Tri mengatakan, serikat buruh di Lampung akan menggelar unjuk rasa menolak penetapan UMP tersebut. ”Kami sedang konsolidasi menyatukan gerakan terkait penetapan upah ini,” ujarnya.