Kasus Meningkat, Cegah Kekerasan Seksual terhadap Anak di Sumbar
Di Kota Padang saja, hingga November 2021, sudah 85 kasus kekerasan seksual terhadap anak, naik dari 48 kasus tahun lalu. Kekerasan seksual terhadap anak adalah hal tabu bagi masyarakat Minang.
PADANG, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Sumatera Barat mendorong pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan bersama-sama melakukan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak belakangan ini menandakan adanya permasalahan di tengah masyarakat.
Di Kota Padang saja, hingga November 2021, sudah 85 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh Kepolisian Resor Kota Padang. Angka tersebut meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan data tahun 2020 sebanyak 48 kasus. Pada bulan November 2021 saja, ada enam kasus baru yang ditangani Polresta Padang.
Ketua DPRD Sumbar Supardi, Senin (22/11/2021), mengatakan, kekerasan seksual terhadap anak bukanlah kultur masyarakat Sumbar, bahkan menjadi hal tabu. Namun, kenyataannya, tahun ini banyak terjadi kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak, tidak hanya di Padang, tetapi juga di kabupaten/kota lain di Sumbar.
”Pencegahan secara dini harus dilakukan. Hukuman berat bagi pelaku dan pemulihan bagi korban memang penting. Namun, pencegahan dini juga sangat perlu dilakukan agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban,” kata Supardi.
Baca juga : Lagi, Polresta Padang Tangkap Dua Pelaku Sodomi dan Pencabulan terhadap Anak
Ia melanjutkan, semua pemangku kebijakan harus turun tangan dalam upaya pencegahan. Pemprov Sumbar, misalnya, bisa mengoordinasikan dan memfasilitasi bupati dan wali kota serta pihak lain, seperti ulama dan tokoh masyarakat, dalam mencari tahu pemicu masalah dan solusinya.
”Pemprov bisa koordinasi dengan pemkot dan pemkab. Gubernur panggil wali kota/bupati dan pemangku kepentingan lainnya, adakan semacam diskusi. Kebijakan apa yang harus dikeluarkan secara bersama-sama. Tidak bisa ini dilakukan parsial, harus bersama-sama,” tutur Supardi.
Bagi DPRD Sumbar, terutama Komisi V, lanjutnya, fenomena ini juga akan menjadi perhatian khusus. ”Ini perlu dicari akar persoalannya. Kenapa bisa terjadi seperti ini. Kenapa tega kakek, paman, kakak menyetubuhi anggota keluarganya. Apalagi ini terjadi di Minangkabau. Preseden buruk bagi kita,” ujar Supardi.
Apalagi ini terjadi di Minangkabau. Preseden buruk bagi kita.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Padang Syafrial Kani mengatakan, fenomena ini menjadi catatan khusus bagi pemangku kepentingan. Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak bertolak belakang dengan cita-cita Kota Padang untuk menjadi kota madani. ”Status Padang sebagai kota layak anak perlu dipertanyakan,” ucapnya.
Menurut Syafrial, tindak kekerasan seksual terhadap anak turut dipengaruhi oleh tingginya angka kemiskinan. Kemiskinan berkorelasi dengan tingkat pendidikan karena kemiskinan cenderung membuat pendidikan terabaikan. Rendahnya pendidikan akan bermuara pada masalah moralitas dan karakter. Maka, masalah tersebut tidak boleh diabaikan.
Syafrial melanjutkan, semua pemangku kepentingan di Kota Padang mesti memetakan permasalahan yang menjadi pemicu maraknya kekerasan seksual ini. Berangkat dari peta persoalan itu, lalu dirumuskan solusi yang akan dilakukan.
”Kami dalam waktu dekat akan mengundang pihak terkait, antara lain Pemkot Padang, MUI, Dewan Masjid, perwakilan Kemenag, dan lembaga-lembaga yang terkait untuk membahas permasalahan ini,” ujarnya.
Baca juga : Perkosa dan Cabuli Dua Bocah di Padang, Kakek, Paman, dan Kakak Jadi Tersangka
Sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi memerintahkan agar organisasi perangkat daerah (OPD) segera mendetailkan persoalan dan memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan norma agama dan budaya masyarakat Sumbar.
”Kami juga meminta Pemkot Padang dan kepala daerah lainnya di Sumbar agar melakukan pengawasan intens soal perilaku-perilaku amoral yang tidak sesuai dengan budaya dan agama di wilayah kerja masing-masing dan menindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” lanjutnya.
Mahyeldi juga mengapresiasi masyarakat yang berani melaporkan peristiwa ini, begitu pula kepada kepolisian yang bertindak cepat menangani kasus. ”Kami meminta semua komponen daerah, para dai, alim ulama, forum ninik mamak dan cerdik pandai, Tigo Tungku Sajarangan, dan Bundo Kanduang memberikan perhatian terhadap daerah-daerah yang rawan krisis moral seperti ini,” ujarnya.
Marak
Belakangan, kasus kekerasan seksual marak terjadi di Sumbar, terutama di Kota Padang. Data Polresta Padang menyebutkan, dalam sebulan ini saja, sudah ada enam kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani polisi, baik terhadap anak laki-laki maupun perempuan. Adapun pelaku mulai dari ayah, kakek, paman, kakak, sepupu, hingga tetangga.
Salah satu kasus yang menyita perhatian publik adalah dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan terhadap dua bocah perempuan usia sembilan tahun dan lima tahun oleh kakek, paman, kakak, sepupu, dan tetangga. Lima dari tujuh pelaku sudah ditangkap dan dua lainnya masih diburu polisi.
Adapun sejak awal tahun, sudah 85 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh Polresta Padang. Angka tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan data tahun 2020 sebanyak 48 kasus. ”Terjadi peningkatan signifikan dibandingkan tahun lalu,” kata Komisaris Besar Imran Amir, Kepala Polresta Padang.
Kasus lain yang juga mendapat sorotan adalah dugaan tindak pidana sodomi dan pencabulan oleh MEM (59), pemilik dan pengelola mushala, terhadap setidaknya 14 bocah laki-laki. Pelaku yang merupakan pensiunan pegawai BUMN itu melakukan tindakan tersebut di kamar mushala dengan modus meminjamkan ponsel kepada korban.
”Diperlukan kepedulian semua pihak untuk mengawasi anak agar tidak menjadi korban kekerasan seksual. Pelaku bukan orang jauh dari korban, melainkan orang yang sering berinteraksi dengan korban,” ucap Imran.
Sistem
Secara terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Padang Editiawarman mengatakan, tidak tepat apabila mengaitkan banyaknya kasus kekerasan seksual dengan status Padang sebagai kota layak anak. Kota layak anak adalah sistem bagaimana pola pengambilan kebijakan berpihak kepada pemenuhan dan perlindungan anak.
”Misalnya, kalau terjadi kasus kekerasan terhadap anak, apakah pemkot punya sistem untuk menanganinya. Bagi Kementerian (PPPA), tidak soal ada kasus. Tidak mungkin bisa jamin tidak ada kasus. Tapi kalau ada kasus, bagaimana kota itu menangani. Padang punya sistem, bahkan dua langkah di depan kebanyakan daerah lain dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak,” tutur Editiawarman.
Baca juga : Kekerasan Seksual pada Anak di Padang Tanda Terjadinya Krisis Keluarga
Ia menjelaskan, kebanyakan di daerah lain, ada kasus, ada laporan, baru ditangani. Sementara di Padang, ada kasus, tidak dilaporkan, dinas melalui sukarelawan dan kader mengejarnya untuk ditindaklanjuti. Bahkan, dinas melakukan deteksi terhadap kasus-kasus yang selama ini tidak muncul ke permukaan.
”Deteksi ini melalui relawan dan masyarakat. Dengan pendampingan, keluarga korban punya keberanian untuk melapor. Kami juga kerja sama dengan kepolisian untuk menindaklanjuti. Lebih baik pahit-pahit kasus ini ditemukan untuk meningkatkan jaminan agar anak-anak lebih pasti memperoleh perhatian dan pengamanan dari pemerintah,” ujar Editiawarman.
Editiawarman mencontohkan, kasus sodomi dan pencabulan oleh pemilik mushala terhadap belasan bocah laki-laki yang terungkap tempo hari juga sudah terpantau sejak sebulan lalu. Pemkot melalui dinas dan lembaga terkait memfasilitasi dan mengadvokasi korban dan orangtuanya serta membantu mereka melapor ke Polresta Padang.
Menurut Editiawarman, dinas turut mendampingi proses pemulihan anak-anak korban kekerasan seksual. Bagi korban yang tidak mendapatkan rasa aman dari keluarga, dinas akan membawanya ke rumah aman untuk pemulihan. Sementara bagi korban yang mendapatkan rasa aman di keluarganya, dinas melakukan pendampingan untuk pemulihan.
Selain deteksi kasus dan penindakan, Pemkot Padang juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ini tidak hanya dilakukan Dinas P3AP2KB, tetapi juga pihak lain di Kota Padang. Selain itu, banyaknya kasus yang terungkap akhir-akhir ini diharapkan membuka mata semua pihak.
”Sudah banyak kasus terungkap, semua terkejut, tertampar, dan malu. Kami berharap tidak berhenti di situ. Ayo kita semua, orangtua, keluarga, masyarakat, masyarakat sipil, dan lembaga lainnya, bersama-sama tingkatkan perlindungan kepada anak-anak kita,” ujarnya.