Layanan Tol Laut Logistik Membaik, Pelni Minta Pemerintah Berperan Lebih
Layanan logistik tol laut yang dijalankan PT Pelni selama 2021 menunjukkan perkembangan positif, terutama di Sulut. Namun, PT Pelni meminta pemerintah pusat dan daerah berperan lebih banyak untuk mengefektifkan layanan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Layanan logistik tol laut yang dijalankan PT Pelayaran Nasional Indonesia atau Pelni selama 2021 menunjukkan perkembangan positif, terutama di wilayah Sulawesi Utara. Namun, PT Pelni meminta pemerintah pusat dan daerah berperan lebih banyak agar layanan lebih efektif dan tepat waktu.
Dihubungi dari Manado, Jumat (19/11/2021), Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut PT Pelni Yahya Kuncoro enggan menyebut nilai subsidi yang diterima dari pemerintah untuk mengisi 10 dari total 26 trayek tol laut logistik. Namun, muatan yang diangkut semakin banyak dibandingkan tahun lalu, baik yang dibawa dari Jawa ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP) maupun sebaliknya.
Secara keseluruhan, Pelni telah mengangkut 10.519 peti kemas 20 kaki (TEUs) barang pokok dan penting selama Januari-Oktober 2021. Terjadi peningkatan 53,13 persen dibandingkan periode sama selama 2020, yaitu 6.869 TEUs.
”Kami prediksi sampai akhir tahun bisa mengangkut 11.000-12.000 TEUs, lebih tinggi dari 8.000 TEUs tahun lalu,” kata Yahya.
Dari jumlah tersebut, kata Yahya, sekitar 65 persen adalah muatan yang dikirim dari pelabuhan besar seperti di Jakarta dan Surabaya, sementara 35 persen sisanya adalah muatan balik dari daerah 3TP. Barang yang dikirim antara lain arang tempurung, buah kelapa, kopra, dan ikan.
Menurut dia, ini menandakan fungsi tol laut sebagai pemicu tumbuhnya perdagangan (shipping promotes trade) telah terealisasi. Hal itu terlihat di wilayah Sulut yang diisi dua trayek, yaitu H-1 (Surabaya-Makassar-Tahuna-Surabaya) dan T-5 (Bitung-Tahuna-Tagulandang-Lirung-Miangas-Marore-Tahuna-Bitung).
Selama Januari-Oktober 2021, kapal Logistik Nusantara 6 yang mengisi trayek H-1 membawa 775 peti kemas berisi antara lain beras, minyak goreng, tepung terigu, gula, dan semen ke Kepulauan Sangihe. Kapal kembali ke Surabaya dengan membawa 549 peti kemas berisi kopra, arang tempurung, dan produk perikanan. Proporsi muatan balik pun mencapai 41,47 persen.
Rute T-5 bahkan membawa lebih banyak muatan balik dari wilayah Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud menuju Bitung, yaitu 619 peti kemas (66,06 persen) dibandingkan muatan berangkat sebanyak 318 kontainer. ”Ini bukti eksistensi negara untuk mengakomodasi perdagangan sampai di wilayah perbatasan,” kata Yahya.
Manajer Pemasaran Tol Laut PT Pelni Muhammad Ardiansyah mengatakan, pihaknya perlu membangun ekosistem penjual dan pembeli dari daerah-daerah tujuan tol laut agar bisa meningkatkan manfaat layanan. Hal ini dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan mempertemukan calon pedagang dan pembeli (business matching).
”Selama pandemi kami tetap proaktif membuat forum diskusi kelompok dan webinar daring. Kantor cabang kami di seluruh Indonesia yang berjumlah 45 unit juga aktif mendekati calon pelanggan. Dampaknya hari ini, komoditas unggulan dari daerah 3TP akhirnya bisa dinikmati di Jawa,” katanya.
Para pedagang gerai maritim di Kepulauan Sangihe pun menilai tol laut mampu memperkecil jurang perbedaan harga dengan Jawa. Ryan Tanawal, pemilik Toko Torsina di Tahuna, menilai tol laut membuat harga barang-barang seperti beras dan semen dapat dijual setidaknya dengan harga yang sama dengan di Manado.
”Otomatis itu membantu meningkatkan daya beli masyarakat. Harga sembako bisa turun dibandingkan lima atau enam tahun lalu,” katanya ketika dihubungi via telepon, Oktober lalu. Semen, misalnya kini dijual Rp 60.000 per karung, turun dari sebelumnya Rp 88.000 per karung. Beras pun berada di kisaran Rp 9.000 per kilogram.
Kendala
Kendati begitu, pedagang juga mengeluh soal keterlambatan kedatangan kapal trayek H-1 yang kerap terjadi sepanjang 2021. Michael Thungari, pemilik PT Pancaran Berkat Mulia yang memasok beras, gula, dan tepung terigu di Tahuna, mengatakan, kapal baru datang 10 kali hingga Oktober. ”Tahun lalu, bulan Oktober sudah bisa 12-13 kali,” katanya.
Tahun ini, PT Pelni dijadwalkan menyelesaikan 13 perjalanan (voyage) saja. Jika dibandingkan tahun lalu, kata Michael, kapal Logistik Nusantara 1—sebelum digantikan Logistik Nusantara 6—menyelesaikan 15 kali voyage.
Michael menduga, keterlambatan disebabkan oleh kerusakan derek jangkung (crane) yang sering terjadi ketika kapal bersandar di Pelabuhan Tahuna. Sekali waktu, kapal pernah seminggu bersandar di Tahuna karena harus menunggu alat perbaikan dari Surabaya. Bongkar muat pun tak dapat dilaksanakan dan pengiriman terlambat.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Sangihe Ferawanti Massora mengeluhkan hal serupa. Kapal, ia sebut selalu rusak selama Maret-Agustus 2021, entah crane atau mesinnya. Ia khawatir, Sangihe tidak lagi dapat mempertahankan penghargaan tol laut sehingga masyarakat tak dapat memetik keuntungan maksimal dari layanan ini.
Terkait hal ini, Yahya mengatakan, Logistik Nusantara 6 justru adalah kapal yang kapasitas mesin dan angkutnya lebih besar. Kapal itu diputuskan mengisi rute H-1 karena muatan menuju dan dari Sangihe tergolong sangat besar. Para pedagang bahkan mampu mengisi satu peti kemas hingga 24 ton, lebih besar dibandingkan 20 ton pada Logistik Nusantara 1.
”Tetapi kapal ini kan bekerja 24 jam. Jika tidak didukung crane darat, bisa terjadi fatigue (kelelahan) alat yang berujung pada kerusakan. Pelabuhan Tahuna tidak punya crane darat sehingga hanya bisa mengandalkan crane kapal,” kata Yahya.
Pada saat yang sama, muatan menuju dan dari Tahuna dalam trayek H-1 cenderung meningkat. Selama Januari-Oktober 2021, total 1.324 peti kemas yang diangkut di trayek tersebut sudah lebih tinggi dari total muatan sepanjang 2020, yaitu 1.144 peti kemas.
Menurut Yahya, hal itu berarti kapal membutuhkan waktu sandar (port time) yang lebih lama. ”Waktu voyage sudah ditentukan Kementerian Perhubungan. Namun, muatan makin banyak, otomatis port time makin banyak. Maintenance (perawatan) juga makin banyak,” katanya.
Karena itu, Yahya mendorong Kemenhub dan pemerintah daerah tujuan tol laut untuk menyesuaikan dengan permintaan yang makin besar akan layanan tol laut. Kedua pihak bisa mendukung dengan menyediakan crane darat di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola kantor unit pengelola pelabuhan (KUPP) agar pengiriman baranag bisa jadi lebih cepat.
Sebelumnya, Kepala Seksi Angkutan Laut Khusus Kemenhub Rudy Sugiharto menilai banyak faktor yang menyebabkan kapal tol laut terlambat berangkat. ”Ada faktor internal seperti kerusakan kapal, begitu juga faktor eksternal seperti muatan berlebih. Kalau memanag banyak muatan, tidak mungkin kami berangkat sebelum semua barang masuk,” katanya.