UMP DIY Naik 4,30 Persen, Pengusaha yang Melanggar Terancam Sanksi
Upah minimum provinsi DIY tahun 2022 naik 4,30 persen menjadi Rp 1.840.915,53. Adapun upah minimum kabupaten/kota (UMK) naik bervariasi, dari 4,04 persen hingga 7,34 persen. Pengusaha yang tak menaati terancam sanksi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menetapkan upah minimum provinsi DIY tahun 2022 naik 4,30 persen. Adapun upah minimum kabupaten/kota di DIY naik bervariasi, dari 4,04 persen hingga 7,34 persen. Pengusaha yang tak menjalankan kewajibannya terancam sanksi.
”Ditetapkan upah minimum provinsi DIY untuk tahun 2022 adalah Rp 1.840.915,53, naik Rp 75.915,53 atau 4,30 persen dibandingkan UMP 2021,” kata Sultan saat mengumumkan besaran upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022, Jumat (19/11/2021), di kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta.
Sultan menjelaskan, penetapan UMP dan UMK di DIY tahun 2022 mengacu beberapa dasar hukum, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, serta Surat Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-M/383/HI.01.00/XI/2021 tentang Penyampaian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan dalam Penetapan Upah Minimum Tahun 2022.
Sultan juga menyebut, sesuai PP No 36 Tahun 2021, UMP dan UMK dihitung berdasarkan formula yang mengacu ke sejumlah indikator, yakni pertumbuhan ekonomi atau inflasi, rata-rata konsumsi per kapita, banyaknya anggota rumah tangga, dan banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja. Data sejumlah indikator itu diambil dari data Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasar penghitungan dengan formula yang telah ditetapkan, diperoleh hasil bahwa UMP DIY tahun 2022 naik 4,30 persen dibandingkan 2021 yang sebesar Rp 1.765.000. Selain UMP, Sultan juga menetapkan besaran UMK di lima kabupaten/kota.
Sultan memaparkan, UMK Kota Yogyakarta tahun 2022 naik 4,08 persen dari 2021 sehingga menjadi Rp 2.153.970. UMK Kabupaten Sleman naik 5,12 persen menjadi Rp 2.001.000, UMK Kabupaten Bantul naik 4,04 persen menjadi Rp 1.916.848, UMK Kabupaten Kulon Progo naik 5,50 persen menjadi Rp 1.904.275, dan UMK Kabupaten Gunungkidul naik 7,34 persen sehingga menjadi 1.900.000.
Tidak ada lagi kebijakan penangguhan upah minimum pada 2022. Oleh karena itu, pengusaha tidak boleh membayar upah pekerja di bawah besaran UMK.
Sultan menyatakan, sesuai aturan, tidak ada lagi kebijakan penangguhan upah minimum pada 2022. Oleh karena itu, pengusaha tidak boleh membayar upah pekerja di bawah besaran UMK. Jika ada pengusaha yang nekat membayar upah di bawah UMK, akan terancam sanksi sesuai peraturan.
”Ada klausul tidak boleh ditangguhkan dan tidak boleh membayar di bawah UMK. Kalau nanti itu dilakukan, ada aturan hukumnya sendiri. Klausul itu saya masukkan supaya pengusaha paham,” ungkap Sultan yang juga Raja Keraton Yogyakarta.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Aria Nugrahadi mengatakan, setelah berlakunya UU Cipta Kerja, penangguhan upah minimum memang dihapuskan. Hal ini karena upah minimum merupakan jaring pengaman pengupahan atau besaran upah terendah bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Aria memaparkan, untuk memastikan pengusaha membayar upah sesuai besaran UMK, Disnakertrans DIY akan melakukan sejumlah upaya, baik preventif, edukatif, maupun hingga represif melalui pemberian sanksi. ”Dalam hal penegakan peraturan, ada mekanisme pengawasan ketenagakerjaa, mulai dari upaya preventif edukatif sampai dengan represif,” tuturnya.
Berdasarkan UU Cipta Kerja, pengusaha yang membayar upah lebih rendah daripada upah minimum terancam dikenai sanksi pidana berupa penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.
Tanggapan berbeda
Kenaikan UMP dan UMK di DIY tahun 2022 itu menuai tanggapan berbeda dari pengusaha dan serikat buruh. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY Wawan Harmawan mengatakan, kenaikan UMP itu cukup memberatkan karena para pengusaha masih dihadapkan pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap kondisi perekonomian.
Apalagi, Wawan menuturkan, persentase kenaikan UMP DIY lebih tinggi dibandingkan sejumlah provinsi lain. Meski begitu, dia menyebut, para pengusaha di DIY siap menjalankan keputusan Gubernur DIY yang telah menetapkan kenaikan UMP.
”Dengan situasi kondisi seperti ini, kenaikan ini cukup berat, tapi ini tetap harus dijalankan karena sudah jadi keputusan. Kalau dibandingkan provinsi lain yang naik cuma nol koma berapa persen, DIY termasuk yang tinggi walaupun secara norminal tidak terlalu besar,” ungkap Wawan.
Wawan menyatakan, pihaknya juga siap mematuhi ketentuan pemerintah yang menghapuskan kebijakan penangguhan upah minimum. ”Kami pengusaha walau berat tetap harus jalan. Jadi, kami tetap mendukung apa pun keputusan pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsad Ade Irawan menyatakan, kenaikan UMP dan UMK di DIY tahun 2022 terlalu kecil. Dia menyebut, besaran UMP dan UMK itu jauh lebih rendah dibandingkan nilai kebutuhan hidup layak (KHL) di DIY.
Berdasarkan survei KHL yang dilakukan oleh DPD KSPSI DIY, nilai KHL di Kota Yogyakarta Rp 3.067.048, di Sleman Rp 3.031.576, Bantul Rp 3.030.625, Kulon Progo Rp 2.908.031, dan di Gunungkidul Rp 2.758.281.
”Dengan kenaikan upah minimum di DIY yang naik hanya sekitar 4 persen itu sudah jelas tidak akan bisa mencukupi kebutuhan hidup layak sehingga buruh akan terus mengalami defisit,” ujar Irsad.
Irsad menambahkan, agar besaran UMP dan UMK di DIY bisa memenuhi kebutuhan hidup para buruh, Pemda DIY seharusnya menetapkan besaran kenaikan upah minimum sesuai dengan survei KHL. Dia juga menyebut, KSPSI DIY menolak penetapan upah minimum yang dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.