Bukan Sekadar Pengerukan, Akar Masalah Banjir di Kalbar Harus Dipetakan
Pemerintah hendaknya melaksanakan audit lingkungan dan menertibkan izin-izin yang berada di bibir sungai serta pertambangan ilegal di sungai. Hal tersebut merupakan akar masalah banjir di Kalimantan Barat.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Akar permasalahan banjir, terutama persoalan tata kelola lahan, di Kalimantan Barat harus menjadi prioritas pemerintah. Banjir akan kembali terjadi apabila sekadar dilakukan pengerukan sedimentasi di sungai dan danau.
Sebelumnya, banjir kembali melanda Kabupaten Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, Sekadau, dan Kabupaten Sanggau, selama berhari-hari. Di Sintang, salah satu titik terparah, banjir mulai surut, Jumat (19/11/2021). Jalan Lintas Melawi juga sudah bisa dilintasi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalbar Barat Nikodemus Ale mengatakan, akar permasalahan banjir harus menjadi prioritas pemerintah. Penuntasannya bukan hanya mengeruk sedimentasi danau dan sungai.
Pemerintah, kata dia, harus menyoroti hal mendasar, yaitu tata kelola lahan, seperti penertiban kebun di bibir sungai dan kegiatan ilegal lainnya. Dia mengingatkan, dalam radius 50 meter-500 meter dari sungai dan danau tidak boleh ada aktivitas perkebunan hingga tambang.
”Pemerintah segera melakukan audit lingkungan. Tujuannya, melihat kualitas tata kelola badan dan bibir sungai,” kata Nikodemus di Pontianak, Kamis.
Sejauh ini, pemerintah pusat mengatakan, berkomitmen melakukan ragam upaya menekan banjir di Kalbar terulang kembali. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, bakal dilakukan upaya jangka panjang dan pendek.
Untuk jangka pendek, pihaknya akan mengukur dulu dan memasang geobag di area terdampak besar, seperti pusat ekonomi kota. Geobag adalah wadah tekstil berisi tanah dan dijahit sehingga berbentuk bantalan-bantalan untuk memproteksi suatu kawasan. Ia menugaskan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan 1 dan PT Wijaya Karya untuk melakukan hal ini.
Sementara jangka panjangnya, Basuki akan menyusun rencana induk (masterplan) penanganan banjir wilayah Sungai Kapuas dan Melawi. Termasuk di dalamnya adalah pengerukan dan rehabilitasi danau. Berdasarkan data BWS Kalimantan I, terdapat lebih dari 50 danau di sepanjang wilayah Sungai Kapuas.
”Kami akan hitung kapasitas tampung danau-danau alami untuk direhabilitasi. Selanjutnya pada 2021 sedang dilakukan pengerukan tiga danau dan dilanjutkan dengan tujuh danau pada 2022,” ujarnya.
Basuki juga mengatakan, survei, investigasi, dan desain untuk pembangunan bendungan di hulu Sungai Pinoh, anak Sungai Melawi, juga akan dilakukan. ”Saya lihat potensinya ada, kami akan kaji secara cermat,” ujarnya lagi.
Ketua Komisi V DPR Lasarus mengatakan, penyebab utama banjir adalah daerah tangkapan air yang sudah kritis akibat perubahan tata guna lahan yang menimbulkan sedimentasi. ”Kita harus jujur dengan kondisi lingkungan yang menurun. Harus dilihat berapa luas kawasan hutan yang rusak atau berkurang. Pemda harus berhati-hati dalam urusan perizinan (penggunaan lahan),” ungkap Lasarus.