Kaya Budaya dan Alam, Potensi Wisata Kebugaran Belum Tergarap Optimal
Wisata kebugaran di Indonesia belum tergarap secara optimal. Padahal, terdapat potensi tinggi berupa warisan budaya dan tradisi, mulai dari jamu-jamuan hingga aroma terapi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kebugaran tubuh atau wellness adalah salah satu potensi wisata yang belum tergarap secara optimal di Indonesia. Padahal, keragaman budaya dan kearifan lokal negara ini menjadi daya tarik tambahan dari sektor tersebut. Hendaknya pengembangan dioptimalkan melalui riset.
Sekretaris Jenderal Indonesia Wellness Institute (IWI) Paulus Mintarga menyampaikan, saat ini belum tercatat data terperinci mengenai jumlah pelaku wisata kebugaran di Indonesia. Diakuinya, persoalan data masih menjadi kelemahan dalam pengelolaan wisata kebugaran.
”Belum ada riset yang detail sebenarnya siapa saja pelakunya. Maka, dengan adanya IWI, kami akan membuat bingkai, apa yang dimaksud wellness (kebugaran). Dari situ, baru bisa dipetakan,” kata Paulus seusai pembukaan Aroma Wellness Festival di Dalem Doyoatmajan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (19/11/2021).
Dalam festival itu, IWI sekaligus dideklarasikan. Selama ini, kata Paulus, belum ada lembaga di Indonesia yang memetakan potensi wisata kebugaran. Padahal, potensi perlu dirangkai dalam suatu bingkai tertentu. Tujuannya agar wisata kebugaran yang ditawarkan mempunyai karakter khusus.
Menurut Paulus, dalam pengembangan wisata kebugaran, kekuatan Indonesia terdapat pada keragaman budaya dan tradisi. Untuk itu, penggalian budaya yang memuat unsur wisata kebugaran terus dilakukan.
”Tagline kami adalah ’tradisi wellness’. Kami akan menggali potensi tradisi dari masa lalu dan dikembangkan untuk masa sekarang dan masa depan,” kata Paulus.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo mengatakan, wisata kebugaran kian diminati di tengah pandemi Covid-19. Penyebabnya adalah meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan, mulai dari kesehatan fisik, mental, emosional, hingga sosial.
Di sisi lain, Angela menyoroti, potensi pendapatan yang diperoleh lewat sektor wisata kebugaran juga cukup menjanjikan. Pada 2017, Global Wellness Institute mencatatkan belanja sebesar 639 miliar dollar AS dari wisata kebugaran di seluruh dunia. Nilai belanja itu diprediksi akan meningkat menjadi 919 miliar dollar AS pada 2022.
Kembali merujuk riset yang sama, Angela menyebutkan, Indonesia menduduki peringkat ke-17 dari 20 besar destinasi wisata kebugaran di dunia pada 2017. Berada di peringkat tersebut, Indonesia meraih pendapatan sebesar 6,9 miliar dollar AS. Adapun wisata kebugaran juga disebut mampu membuka 1,31 juta lapangan pekerjaan.
”Meskipun masih menduduki posisi tersebut (peringkat ke-17), kita tidak boleh berkecil hati. Justru ini jadi peluang. Masih ada kesempatan sangat besar untuk potensi wisata kebugaran dan pertumbuhannya di masa mendatang,” kata Angela.
Terlebih lagi, tambah Angela, Indonesia memiliki kekayaan budaya, sejarah, dan tradisi. Kekayaan tersebut telah dibuktikan dengan banyaknya produk herbal, jamu, aroma terapi, hingga pijat yang berbasis kearifan lokal. Ia menilai hal tersebut sebagai aset penting bagi perkembangan wisata kebugaran di negara ini.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga tengah menggenjot strategi pemulihan pariwisata Indonesia lewat wisata kebugaran. Terdapat tiga daerah yang didorong mengembangkan konsep wisata tersebut, yakni Surakarta, Yogyakarta, dan Bali.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengatakan, wisata kebugaran sudah lama digarap di kota tersebut. Bahkan, kearifan lokal seperti pembuatan jamu akan ditonjolkan lagi demi menarik kunjungan wisatawan ke depan. Sebab, sektor wisata tersebut ikut mendorong terciptanya gaya hidup sehat.
”Ke depan, pariwisata tidak lepas dari kesehatan dan kebugaran. Industri jamu bisa didorong lagi. Produk-produk UMKM akan didampingi agar kemasannya lebih baik dan lebih sesuai standar,” kata Gibran.