Kekerasan Seksual pada Anak di Padang Tanda Terjadinya Krisis Keluarga
Kasus dua bocah menjadi korban pemerkosaan dan pencabulan oleh tujuh orang kerabat dan tetangganya di Padang menunjukkan adanya krisis dalam keluarga dalam fungsi perlindungan dan penjaga nilai.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan dua bocah perempuan bersaudara di Kota Padang, Sumatera Barat, oleh keluarga dan tetangganya hingga tujuh orang menandakan tengah terjadi krisis dalam keluarga. Krisis terjadi pada fungsi keluarga sebagai ruang perlindungan anak dan penjaga nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan negara.
”Pertama, krisis keluarga dalam fungsi perlindungan anak, tidak ada lagi perlindungan terhadap anak,” kata sosiolog Universitas Negeri Padang, Erianjoni, Jumat (19/11/2021). Keluarga yang semestinya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak justru menjadi tempat yang menakutkan.
Kedua, lanjut dia, krisis keluarga dalam menjaga nilai-nilai, baik agama, adat, maupun hukum. Keluarga mengalami anomi, ketiadaan norma. Mereka tidak sadar bahwa itu melanggar nila-nilai agama, adat, dan hukum, apa pun norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Krisis keluarga ini dipengaruhi krisis budaya, ikatan kekerabatan keluarga besar atau kaum hilang menjadi ikatan-ikatan individual, keluarga kecil yang tertutup. Sistem pengawasan keluarga besar tidak berjalan. Relasi dalam keluarga kaum pun cenderung menjadi formalitas belaka, yang muncul hanya pada momen tertentu, seperti acara kematian, berhelat, dan lainnya.
Di sisi lain, keluarga kecil itu juga bermasalah. Sang ibu yang mendapat pengaduan dari anaknya justru tidak menanggapi. Berdasarkan keterangan polisi, ibu enggan memberikan keterangan. Kata Erianjoni, mungkin saja sang ibu mempertahankan nama keluarga dan menganggap kejadian itu biasa saja. Padahal, mestinya dia yang menjadi orang pertama melaporkan kasus ini ke aparat.
”Untungnya peran tetangga masih ada. Meskipun ada krisis integrasi dengan keluarga kaum, tetangga mampu menggantikan itu. Tetangga sangat penting memberikan laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), termasuk kekerasan seksual, ke aparat penegak hukum,” ujarnya.
Selain itu, masalah ekonomi turut memengaruhi. Tekanan ekonomi yang berat akibat pandemi Covid-19, kata Erianjoni, membuat orang-orang panik. Seks pun menjadi pelarian. Namun, karena keterbatasan ekonomi dan tidak ada pilihan lain, anggota keluarga yang akhirnya menjadi korban.
Begitu pula halnya dengan kurangnya edukasi yang memicu krisis nilai-nilai dalam keluarga. Para pelaku tega melakukan perbuatan bejat itu karena tidak mendapatkan pendidikan yang matang, baik secara emosi maupun daya pikir. Pelaku tidak bisa membedakan yang baik dan buruk. Ditambah pula dengan faktor perkembangan teknologi yang membuat konten pornografi dan pornoaksi semakin mudah diakses.
Untuk menekan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak ini, ketahanan keluarga mesti ditingkatkan, terutama ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial. (Erianjoni)
Ketahanan keluarga
Menurut Erianjoni, untuk menekan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak ini, ketahanan keluarga mesti ditingkatkan, terutama ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial. Dalam hal ini, pemerintah punya peran melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Kontrol sosial berlapis juga harus diterapkan, mulai dari tetangga. Hukuman yang membuat jera juga menjadi salah satu hal penting agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Ketua Umum Bundo Kanduang Alam Minangkabau Puti Reno Raudha Thaib mengatakan, kasus pemerkosaan dan pencabulan dua bocah perempuan itu sangat mengerikan dan sangat terkutuk. Adanya kasus ini juga mengindikasikan rapuhnya ketahanan keluarga tersebut.
Menurut Raudha, para pelaku tidak lagi memiliki nilai-nilai agama, adat, dan budaya yang dianut oleh masyarakat Minangkabau. Pemahaman akan nilai-nilai tersebut menjadi pagar atau perisai bagi seseorang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan agama, adat, dan budayanya.
”Tidak ada lagi nilai-nilai itu pada pelaku. Kalau masih punya, jangankan melakukan itu, memegang dan melihat anak orang saja takut dia. Orang Minang (sejati) tidak mungkin melakukan itu, pagar makan tanaman. Harusnya dia bisa memelihara martabat anak perempuan di rumahnya, yang akan menghuni rumah gadang, melanjutkan suku (garis keturunan). Ini justru dirusak begitu,” ujar Raudha.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi orang Minang tentang bagaimana memelihara anak dan membangun keluarga yang berlandaskan nilai agama dan budaya. Peran mamak, kaum, dan ninik mamak kaum masing-masing sangat dibutuhkan dalam menanamkan dan menerapkan nilai-nilai tersebut.
”Keluarga perlu menanamkan kembali nilai-nilai agama, adat, dan budaya, bagaimana menjaga keluarga. Keluarga adalah martabat yang perlu dijaga, bagaimana melahirkan keturunan dan memeliharanya. Jangan seperti kasus ini, justru keturunan dirusak,” kata Raudha.
Sebelumnya, Polresta Padang mengungkap kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap dua bocah perempuan bersaudara di Padang. Pelakunya tujuh orang, antara lain kakek, paman, kakak, sepupu, tetangga, dan teman paman. Korban pertama (9) berulang-ulang disetubuhi dan dicabuli, sedangkan korban kedua (5) berkali-kali dicabuli.
Polisi telah menangkap lima dari tujuh pelaku pada Rabu (17/11/2021), yaitu kakek DJ (70), paman AO (23), kakak AD (16), kakak RM (11), dan sepupu GA (9). DJ, AO, dan AD telah ditetapkan sebagai tersangka sehari kemudian. Sementara itu, RM dan GA diversi karena masih di bawah usia 12 tahun. Sementara itu, dua pelaku lainnya, yaitu tetangga dan teman paman masih diburu polisi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Padang Komisaris Rico Fernanda menjelaskan, kasus pemerkosaan dan pencabulan itu terungkap atas laporan tetangga korban ke Polresta Padang pada Selasa (16/11/2021) malam. Dari penyelidikan dan penyidikan polisi, kejadian berlangsung di rumah korban sejak sebulan terakhir.
”Awalnya dilakukan kakek, diintip paman. Paman melakukan juga. Selanjutnya, diikuti pula oleh abang-abang korban dan pelaku lainnya. Kejadian dilakukan berkali-kali. Korban tinggal di rumah bersama kakek, nenek, abang, dan ibunya,” ujar Rico.
Rico mengatakan, korban sempat melaporkan kejadian yang mereka alami kepada ibunya, tetapi tidak ditanggapi. Karena takut dan trauma berat atas kejadian itu, korban akhirnya menceritakan kejadian ini kepada tetangga, selanjutnya dilaporkan ke Polresta Padang.
”Kami tindak lanjuti. Lakukan visum, ada bekas kekerasan di alat vital kedua korban. Berdasarkan keterangan dan hasil visum itu, kami tangkap para pelaku,” kata Rico. Ditambahkannya, ibu korban tidak bersedia memberikan keterangan kepada polisi terkait kasus ini.