Ratusan Nelayan Tegal Batal Melaut akibat Tragedi Belasan Kapal Terbakar
Kebakaran yang menghanguskan belasan kapal di Kota Tegal, Jateng Rabu (18/11/2021) diharapkan menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dari segi keamanan. Penyediaan sarana penunjang pemadam kebakaran mesti dilakukan.
Rabu (17/11/2021) dini hari, ponsel Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Tegal Riswanto terus berdering. Riswanto yang tengah tidur berusaha bangun dan mengecek ponselnya. Puluhan pesan masuk menginfokan kebakaran.
Kedua mata yang berat melek, seketika terbelalak setelah memutar video yang membanjiri grup-grup percakapan. Video-video itu menggambarkan kobaran api yang tengah melalap kapal-kapal di sebuah galangan kapal milik PT Tegal Shipyard Utama di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah.
Tak lama setelah itu, Riswanto langsung memacu sepeda motornya menuju galangan kapal. Di sepanjang perjalanan, ia terus merapal doa, berharap kapalnya yang sedang ditambatkan di kawasan tersebut tidak ikut terbakar.
Baca Juga: Belasan Kapal Ikan di Tegal Terbakar, Pemadaman Terhambat Jalan Sempit
Namun, harapan Riswanto pupus sesaat setelah ia melihat kapalnya turut terbakar. Sisa bahan bakar minyak yang masih tersimpan di kapal turut membuat kobaran api di kapalnya semakin besar. Akibatnya, satu kapal jaring tarik berkantong ukuran 60 GT miliknya tak bisa diselamatkan.
”Kapal saya baru saja kembali melaut dua hari lalu. Kemarin siang, ikan-ikannya sudah dibongkar semua. Karena di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari penuh, kapalnya saya tambatkan di sini,” ujar dia ditemui di lokasi kebakaran, Rabu pagi.
Kedukaan sama juga dirasakan pemilik kapal lain, Rizal. Sedianya, kapal dengan alat tangkap jaring ingsang hanyut atau gillnet miliknya itu berangkat Rabu siang menuju perairan Laut Jawa. Rencana tersebut kandas karena dua kapal yang telah siap berangkat itu hangus terbakar.
”Perbekalan untuk melaut selama dua bulan sudah dimasukkan ke kapal sejak beberapa hari terakhir. Sebanyak 50 orang yang akan mengawaki dua kapal itu juga sudah siap diberangkatkan Rabu selepas salat zuhur,” tutur Rizal.
Akibat kebakaran tersebut, Rizal dan Riswanto menderita kerugian hingga Rp 3 miliar untuk setiap kapal. Selain kapal Riswanto dan Rizal, ada dua belas kapal lain yang turut terbakar dalam kejadian itu. Total kerugian akibat kebakaran itu diperkirakan lebih dari Rp 30 miliar.
Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal Said Agil mengungkapkan, kebakaran itu tidak hanya merugikan para pemilik kapal. Namun, juga menghilangkan kesempatan para awak buah kapal perikanan yang bekerja pada kapal-kapal tersebut.
”Jika rata-rata satu kapal diawaki 25 orang, maka ada sekitar 375 awak buah kapal kehilangan potensi pendapatan. Mereka bisa pindah kerja ke kapal lain. Tapi, pindah kerja ke kapal lain tidak bisa dilakukan cepat. Sementara, kebutuhan keluarga mereka juga menanti segera dicukupi,” kata Said.
Said menambahkan, kapal-kapal yang terbakar tersebut merupakan kapal dengan alat tangkap cantrang, kapal jaring tarik berkantong, kapal jaring ingsang hanyut, dan kapal cumi. Kapal-kapal itu ditambatkan di kawasan tersebut dengan berbagai alasan, seperti menunggu antrean perbaikan, baru kembali dari melaut, dan akan diberangkatkan melaut.
Seharusnya, kapal yang akan diberangkatkan ke laut dan yang baru pulang dari melaut tidak boleh ditambatkan di kawasan tersebut. Sebab, kawasan itu dikhususkan untuk kapal niaga dan kapal-kapal yang akan menjalani perbaikan di galangan. Namun, tempat yang seharusnya menjadi tempat tambat kapal perikanan, yakni Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari penuh. Para pemilik kapal memutuskan menambatkan kapalnya di kawasan tersebut.
Said menyebut, PPP Tegalsari didesain untuk menampung maksimal 200 kapal dengan ukuran di bawah 30 GT. Seiring berjalannya waktu, jumlah kapal di Kota Tegal terus bertambah dan ukurannya juga semakin besar.
”PPP Tegalsari ini sudah tidak ideal lagi untuk menampung kapal-kapal nelayan Kota Tegal yang jumlahnya saat ini sekitar 800 kapal. Adapun rata-rata kapal tersebut berukuran di atas 30 GT,” tutur Said.
Kelebihan kapasitas itu mengakibatkan jarak tambat antarkapal menjadi sempit. Hal itu membuat kapal sulit dipindahkan saat ada kejadian darurat, seperti kebakaran.
Bukan pertama
Kebakaran yang terjadi Rabu pagi bukan yang pertama kali di Kota Tegal. Kebakaran hebat pada kapal perikanan terjadi awal Juli 2001 di Pelabuhan Dalem tembusan Kali Gung Kota Tegal. Kebakaran itu menyebabkan sedikitnya 11 kapal dari berbagai jenis dan ukuran hangus terbakar (Kompas, 9/7/2001).
Meskipun tidak ada korban jiwa, kebakaran itu diperkirakan menelan kerugian tidak kurang dari Rp 10 miliar. Musibah itu juga menimbulkan kepanikan dan kemarahan para nelayan karena kebakaran terjadi di kawasan khusus untuk sandar kapal menjelang giliran pemberangkatan.
Sekitar tiga bulan lalu, kebakaran juga sempat terjadi di PPP Tegalsari. Kebakaran itu menyebabkan satu kapal milik Riswanto hangus terbakar. ”Di Kota Tegal, kebakaran kapal perikanan itu sudah sering terjadi. Namun, seingat saya, yang terparah adalah kejadian hari ini (Rabu),” kata Riswanto.
Secara terpisah, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono meminta agar kebakaran Rabu pagi menjadi pembelajaran. Para pengelola industri galangan kapal, pengelola pelabuhan, serta para pemilik kapal diminta lebih menjamin sarana penunjang pemadam kebakaran seperti hidran dan alat pemadam api ringan (APAR).
”Mobil pemadam kebakaran sempat terkendala saat menuju lokasi kebakaran karena jalannya sempit. Semoga, ke depan, akses untuk mobil pemadam kebakaran bisa tersedia sehingga saat ada kejadian darurat seperti kebakaran bisa langsung diatasi,” kata Dedy di sela-sela kunjungannya ke lokasi kebakaran, Rabu petang.
Selain itu, Dedy juga meminta agar para pemilik kapal menempatkan minimal satu orang untuk menjaga setiap kapal selama 24 jam penuh. Keberadaan penjaga kapal dinilai Dedy sangat diperlukan untuk mengawasi kondisi kapal sehingga saat ada kejadian darurat bisa segera dilaporkan dan ditangani untuk meminimalkan dampaknya.
Proses pemadaman api yang melalap 15 kapal tersebut dimulai sejak pertama kali para pemadam kebakaran tiba di lokasi pada Rabu sekitar pukul 02.00. Kendati sudah mengerahkan hingga sepuluh mobil pemadam kebakaran dari Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes, api sulit dikendalikan karena angin di sekitar lokasi berembus kencang.
Setelah lebih kurang 12 jam para pemadam dan warga berjibaku, api akhirnya padam sekitar pukul 14.30. Sebagian petugas kembali ke markasnya masing-masing. Namun, masih ada sebagian petugas yang berjaga-jaga di sekitar lokasi.
”Sekitar pukul 18.00, api kembali menyala karena angin di sekitar lokasi masih kecang. Petugas yang masih berjaga langsung berupaya memadamkan api tersebut,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pemadam Kebakaran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tegal Teguh Supriyanto.
Lihat Juga: Kebakaran Kapal Perikanan di Kota Tegal
Sementara itu, penyelidikan terkait penyebab kebakaran masih terus dilakukan oleh Kepolisian Resor Tegal Kota. Sebanyak empat saksi yang terdiri dari pekerja di galangan kapal dan pemilik kapal sudah diperiksa polisi.
”Menurut keterangan salah satu saksi, saat ia bekerja ada percikan api di salah satu kapal. Itu yang akan kami selidiki karena di sebagian kapal itu ada bahan bakar minyak dan freon untuk mesin pendingin ikan. Dua bahan itu mudah terbakar, ditambah lagi ada angin kencang. Selain itu, kami juga masih menyelidiki adanya kemungkinan standar operasional prosedur yang tidak dijalankan saat perbaikan kapal,” tutur Kepala Polres Tegal Kota Ajun Komisaris Besar Rahmad Hidayat.
Pendataan Polres Tegal Kota, total kerugian yang diderita pemilik kapal tersebut sekitar Rp 30 miliar. Beruntung, dalam kejadian itu tidak ada korban jiwa maupun korban luka berat. Hanya ada satu saksi yang menderita luka lecet.
Semoga, musibah kebakaran yang menghanguskan belasan kapal itu bisa membawa hikmah bagi sejumlah pihak untuk melakukan evaluasi sehingga kejadian serupa tidak lagi terulang di masa depan.