KPAI Laporkan Dugaan Kekerasan di Sekolah Penerbangan Batam ke Polisi
Komisi Perlindungan Anak Indonesia akan melaporkan Sekolah Penerbangan Dirgantara Batam ke Polda Kepulauan Riau atas dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur. Kekerasan di sekolah itu telah terjadi sejak 2017.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Suasana Sekolah Penerbangan Dirgantara, Kota Batam, Kepulauan Riau, Kamis (18/11/2021).
BATAM, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia akan melaporkan Sekolah Penerbangan atau SPN Dirgantara Batam ke Polda Kepulauan Riau atas dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur. Sebelumnya, 10 orangtua siswa sekolah itu menyatakan anaknya mengalami kekerasan fisik dan dikurung serta dirantai dalam sel hingga berbulan-bulan.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, Kamis (18/11/2021), mengatakan akan melaporkan SPN Dirgantara kepada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polda Kepri pada Jumat (19/11/2021). Tim gabungan yang terdiri dari KPAI, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan Dinas Pendidikan Kepri juga akan meminta perlindungan bagi para siswa dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
”Tim gabungan ini akan bekerja mengumpulkan bukti pendukung selama tiga minggu ke depan. Hal itu dibutuhkan untuk menjatuhkan sanksi kepada SPN Dirgantara dengan opsi penghentian dana bantuan operasional sekolah, larangan menerima siswa baru, serta pencabutan izin operasional sekolah,” kata Retno.
KPAI
Tim gabungan yang terdiri dari KPAI, (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan Dinas Pendidikan Kepri melakukan fokus grup diskusi terkait dugaan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Sekolah Penerbangan Dirgantara, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (18/11/2021).
Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam Abdillah mengatakan, kasus itu terungkap setelah 10 orangtua siswa melapor ke KPAD pada 25 Oktober lalu. Para orangtua juga melaporkan seorang siswa rahangnya sampai bergeser karena dipukul oleh pembina di SPN Dirgantara.
Dari laporan orangtua diketahui, para siswa sering dikurung dan dirantai di sebuah ruangan yang menyerupai sel. Namun, menurut Abdillah, pihak sekolah sudah berupaya menyembunyikan bukti dengan mengubah ruangan itu menjadi tempat jemuran saat KPAI melakukan investigasi pada Rabu (17/11/2021).
Ruangan yang dipakai untuk mengurung siswa itu terdapat di lantai 4 gedung SPN Dirgantara. Ruangan itu luasnya sekitar 3 x 2 meter persegi. Kondisi ruangan gelap dan pengap. Hanya ada sebuah ventilasi yang diteralis besi. Ruangan itu biasanya digunakan untuk mengurung 10 anak sekaligus.
Dalam ruangan yang serupa sel tahanan itu terdapat satu kamar mandi tanpa pintu. Menurut salah satu orangtua, pernah ada dua siswa yang diborgol dan dikurung di sana harus buang air secara bersamaan.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Kepala Sekolah Penerbangan Dirgantara Batam Ajun Komisaris Besar (Purn) Dunya Harun (kanan) saat menunjukkan ruangan yang disebut Komisi Perlindungan Anak Indonesia sering digunakan untuk mengurung dan menyiksa siswa di sekolah yang belokasi di Kepulauan Riau itu, Kamis (18/11/2021).
Retno menambahkan, yang lebih mengenaskan, ada satu anak lain yang lehernya dirantai saat dikurung di ruangan tersebut. Selain itu, para orangtua yang melapor ke KPPAD Batam juga menunjukkan foto-foto siswa yang dipaksa memakai baju oranye seperti tahanan saat dikurung oleh pembina.
Berdasarkan pantauan Kompas, SPN Dirgantara berlokasi di salah satu ruko di pusat Kota Batam. Saat ini, siswa di sekolah itu jumlahnya 130 orang. Sekolah itu sudah beroperasi sejak 2014 dan setiap tahun menerima lebih kurang 50 siswa baru.
Berulang
Penelusuran lebih lanjut oleh KPAI menemukan fakta tindak kekerasan di sekolah itu telah terjadi sejak 2017 hingga 2021 secara kontinu. Pada 2018, KPAI dan KPAD Provinsi Kepri pernah menindaklanjuti laporan siswa dengan inisial RS yang mengaku dipenjara di SPN Dirgantara Batam.
”RS yang hendak naik pesawat dari Batam ke Surabaya ditangkap pembina SPN Dirgantara Batam. Tangan RS diborgol lalu dimasukkan sel tahanan di sekolah. Ia mengalami kekerasan fisik karena disuruh berjalan jongkok di aspal panas hingga lututnya melepuh,” kata Retno.
Menurut dia, pelaku kekerasan, ED, kemudian ditangkap polisi dan diproses secara hukum. Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman pidana 1 tahun penjara kepada ED.
Kepala Sekolah Penerbangan Dirgantara Batam Ajun Komisaris Besar (Purn) Dunya Harun saat memberikan tanggapan soal investigasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menemukan bukti-bukti terjadinya kekerasan terhadap siswa di sekolah yang belokasi di Kepulauan Riau itu, Kamis (18/11/2021).
Kepala SPN Dirgantara Batam Ajun Komisiaris Besar (Purn) Dunya Harun menyangkal kabar mengenai pembina di sekolah itu yang mengurung dan merantai sejumlah siswa. ”Kalaupun ada (peristiwa seperti itu), itu di luar pengetahuan kami,” ujarnya.
Menurut dia, foto-foto yang didapat KPAI mengenai siswa yang dirantai itu sebenarnya hanya siswa yang sedang bermain-main. ”Kalaupun ada pembinaan (dengan dikurung) di suatu tempat, itu semata-mata hanya untuk memisahkan siswa yang melanggar agar mereka jangan sampai menularkan (perbuatannya) kepada (siswa) yang lain,” ucapnya.
Dunya mengatakan, biasanya siswa yang melanggar peraturan di sekolah itu memang dikurung di sebuah ruangan khusus. Namun, para siswa itu hanya dikurung selama jam istirahat. Siswa akan dikeluarkan dari ruangan khusus itu apabila mereka harus mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah atau di asrama.