Bea Cukai Pabean Juanda memusnahkan jutaan batang rokok ilegal, Kamis (18/11/2021). Barang senilai Rp 1,3 miliar itu diperoleh dari pengungkapan perdagangan dengan modus pengiriman produk melalui jasa titipan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Pabean Juanda memusnahkan jutaan batang rokok ilegal, Kamis (18/11/2021). Barang senilai Rp 1,3 miliar itu diperoleh dari pengungkapan perdagangan dengan modus pengiriman produk melalui jasa titipan.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (BC) Juanda Himawan Indarjono mengatakan, pemusnahan rokok ilegal itu dilakukan dengan cara membakarnya. Namun, karena jumlahnya besar, BC Juanda menggandeng perusahaan pengolahan limbah organik dan nonorganik PT Hijau Alam Nusantara yang berlokasi di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto.
”Untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan memastikan pemusnahan barang dilakukan sesuai prosedur yang tepat serta ramah lingkungan, pengawasan dilakukan secara ketat,” ujar Himawan.
Himawan mengatakan, rokok ilegal itu diperoleh dari operasi penindakan atau patroli terhadap barang kena cukai yang tidak dilekati pita cukai, dilekati dengan pita cukai palsu, dan dilekati pita cukai yang tidak sesuai peruntukan. Sasaran operasi adalah barang yang ditransaksikan melalui sistem perdagangan dalam jaringan.
Dalam proses distribusinya, barang tersebut dikirim menggunakan perusahaan jasa titipan. Dalam kurun waktu enam bulan atau satu semester, yakni April hingga September 2021, total ditemukan 451 kasus. Dari kasus tersebut, barang bukti yang terkumpul mencapai 1.322.980 batang rokok ilegal.
Nilai barang itu diperkirakan mencapai Rp 1,3 miliar dan total perkiraan kerugian negara sebesar Rp 887 juta. Nilai kerugian negara itu diperoleh dari potensi pendapatan cukai yang hilang sebesar Rp 694 juta, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 123 juta, dan potensi pendapatan dari pajak rokok sebesar Rp 69 juta.
Himawan mengatakan, modus penjualan rokok ilegal melalui transaksi perdagangan dalam jaringan meningkat selama masa pandemi Covid-19. Hal itu menjadi tantangan untuk mengungkap kasusnya dan menangkap para pelaku, baik pemilik barang maupun pembeli atau pemesan.
Alasannya, pemilik barang dan pemesan sulit dilacak karena tidak ada alamat yang jelas pada barang kiriman. Sebagai upaya menekan perdagangan rokok ilegal melalui transaksi daring, BC Juanda telah menyosialisasikan kepada perusahaan-perusahaan penyedia jasa titipan agar lebih teliti dan berhati-hati dalam melayani pengiriman barang.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BC Jatim Padmoyo Tri Wikanto mengatakan, selain memusnahkan rokok ilegal, pihaknya juga memusnahkan 84 telepon seluler ilegal. Telepon pintar senilai Rp 1 miliar itu berasal dari Singapura dan Hong Kong yang dibawa oleh penumpang pesawat di Bandara Juanda Surabaya dalam rentang waktu September dan Oktober 2021.
”Sesuai ketentuan perundangan, ada batas maksimal jumlah barang yang diperbolehkan dibawa oleh penumpang. Mayoritas telepon seluler yang disita oleh petugas ini tidak dilaporkan (clearance),” kata Padmoyo.
Terkait telepon seluler yang dibeli dari luar negeri, Padmoyo meminta masyarakat memahami sejumlah ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasalnya, barang tersebut tidak akan bisa digunakan apabila tidak didaftarkan dan mendapat nomor identitas khusus atau IMEI (International Mobile Equipment Identity).
Dia menambahkan, pembelian telepon seluler dari luar negeri harus memperhatikan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178 tentang Penyelesaian terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara.
Sementara itu, terkait dengan rokok ilegal, Jatim merupakan provinsi dengan potensi kerawanan besar. Berdasarkan data BC Kanwil Jatim, peredaran rokok ilegal masih tinggi, yakni 4,2 persen dari total produksi rokok. Kementerian Keuangan menargetkan peredaran rokok ilegal bisa diturunkan menjadi 3 persen. Secara nasional, kerugian negara akibat rokok ilegal mencapai Rp 5 miliar pada tahun 2020.
Selain untuk menyelamatkan penerimaan negara dari pajak dan cukai, penindakan ini bertujuan menjaga iklim usaha industri rokok agar tetap kondusif melalui persaingan usaha yang lebih sehat. Kehadiran rokok ilegal memicu disparitas harga yang tinggi di pasaran sehingga merugikan pelaku usaha yang memproduksi rokok secara legal.