Diperkirakan gajah ini terpisah dari kelompoknya. Saat ditemukan, berat badannya sekitar 200 kilogram, tak terlalu kurus untuk usia anak gajah berumur satu tahun. Sejak 2016 hingga 2020, sebanyak 42 gajah di Aceh mati.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
JANTHO, KOMPAS — Anak gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) berusia satu tahun yang terkena jerat, mati dalam masa perawatan di Pusat Latihan Gajah Saree, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Selasa (16/11/2021). Saat ditemukan, gajah dalam kondisi kritis di area perkebunan sawit.
Gajah berjenis kelamin betina itu dievakuasi pada Minggu (14/11/2021) oleh tim gabungan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Belalai gajah itu terkena jerat tali yang diduga jerat untuk babi. Dia ditemukan di area replanting perkebunan sawit Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya.
Saat tiba di tempat perawatan, kondisi gajah tersebut terlihat sehat dan kuat. Dia makan dengan lahap. Namun, pada pagi hari, saat dia hendak memberi makanan, dia menemukan gajah malang itu telah mati.
Belalainya nyaris putus dan terjadi pembusukan pada luka tersebut. Saat dibawa ke PLG Saree, belalai diamputasi. Diperkirakan gajah tersebut terpisah dari kelompoknya. Saat ditemukan, berat badannya sekiatr 200 kilogram, tidak terlalu kurus untuk usia anak gajah berumur satu tahun.
Drh Rika Marwati yang ditemui di PLG Saree menuturkan, saat tiba di tempat perawatan, kondisi gajah tersebut terlihat sehat dan kuat. Dia makan dengan lahap. Namun, pada pagi hari, saat dia hendak memberi makanan, dia menemukan gajah malang itu telah mati.
”Saya sangat sedih, padahal kemarin dia cukup sehat. Awalnya, saya berharap dia bisa bertahan lama,” kata Rika.
Tim medis di PLG Saree telah melakukan neokropsi terhadap bangkai gajah itu. Mereka mengambil jantung, hati, paru, limfa, feses, dan lidah untuk diperiksa di laboratorium.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto menuturkan, meski ditemukan di area perkebunan sawit, tidak diketahui titik lokasi gajah itu terkena jerat. Hal ini membuat Agus tidak melaporkan kasus tersebut kepada polisi.
”Kami berkoordinasi dengan Polisi Resor Aceh Jaya, bukan membuat laporan. Lagi pula, kemarin, kami fokus pada penyelamatan gajah,” kata Agus.
Gajah kecil itu telah memperpanjang daftar kematian gajah di Aceh. Data BKSDA Aceh menunjukkan, sejak 2016 hingga 2020, sebanyak 42 gajah di Aceh mati. Penyebab kematian 57 persen karena konflik, 33 persen mati alami, dan 10 persen karena perburuan. Adapun populasi gajah di Aceh saat ini lebih kurang 539 ekor.
Sebelumnya, Agus mengatakan, konflik gajah semakin sering terjadi karena saat ini 85 persen populasi gajah berada di luar kawasan konservasi. Alif fungsi lahan membuat habitat gajah hancur sehingga memicu konflik, sedangkan perburuan membuat kehidupan gajah kian terancam.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten tidak serius melindungi gajah sumatera. Kematian gajah terus terjadi, sementara tidak terlihat gerakan nyata menyelamatkan satwa. ”Justru luas kawasan peremajaan sawit sudah mengganggu jalur lintas gajah,” kata Nur.
Sejak 2016 hingga 2020, sebanyak 42 gajah di Aceh mati. Penyebab kematian 57 persen karena konflik, 33 persen mati alami, dan 10 persen karena perburuan. Adapun populasi gajah di Aceh saat ini lebih kurang 539 ekor.
Nur mengatakan, anggaran untuk perlindungan satwa di Aceh dari program pengembalian utang Indonesia kepada Amerika Serikat sejak 2012 hingga 2021, program Tropical Forest Conservation Action for Sumatera telah menggelontorkan anggaran Rp 138,017 miliar untuk perlindungan satwa di Aceh. Namun, kerusakan habitat, konflik satwa, dan perburuan belum mereda.
Nur menilai, dampak yang ada dinilai tidak sebanding dengan anggaran yang dihabiskan. Nur berharap perlindungan satwa dilakukan dari hulu ke hilir. Pada bagian hulu perlu pemulihan habitat, sedangkan di hilir penegakan hukum.