Anak Gajah Terkena Jerat pada Belalainya di Aceh Jaya
Seekor anak gajah terkena jerat babi pada belalainya di Aceh. Anak gajah rawan terkena jerat dan ditinggal kelompoknya karena kondisinya yang lemah.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
DOK RIJAL
Anak gajah sumatera usia 1 tahun saat diperiksa tim BKSDA Aceh, Minggu (14/11/2021) di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Gajah itu mengalami luka di belalai karena terkena jerat babi.
CALANG, KOMPAS — Seekor anak gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) berusia sekitar satu tahun terkena jerat babi pada belalainya di areal perkebunan Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh pun mengevakuasi gajah itu ke Pusat Latihan Gajah Saree untuk dirawat intensif.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto, Senin (15/11/2021), menuturkan, gajah tersebut awalnya ditemukan oleh warga. Saat ditemukan, jerat masih tersangkut pada belalainya. Belalai itu pun terluka.
Anak gajah berjenis kelamin betina itu diduga terpisah dari kelompoknya. Tim evakuasi menemukan gajah malang itu hari Minggu (14/11/2021). Anak gajah itu kemudian terpaksa dibius agar jerat bisa dibuka. Sesuai pertimbangan medis, anak gajah itu harus dievakuasi untuk dirawat. ”Dia sudah lama terkena jerat,” kata Agus.
Gajah seberat 200 ton itu kemudian ditandu hingga ke lokasi yang terjangkau kendaraan. Untuk usia satu tahun, bobot gajah normal sekitar 250 kilogram.
Jerat yang mengenai anak gajah itu diduga dipasang warga untuk menangkap babi. Perangkap babi yang dipasang di perlintasan gajah membuat satwa lindung itu semakin terancam.
Sebelumnya pada awal 2021, seekor gajah di Aceh Jaya juga ditemukan mati karena malnutrisi setelah kakinya terkena jerat. Gajah itu tidak mampu berjalan karena kakinya terluka. Akibat kekurangan pangan, ia ditemukan mati di kebun warga.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, sepanjang 2016 hingga 2020 terjadi 429 konflik gajah. Tiga kabupaten dengan kasus tertinggi adalah Kabupaten Pidie dengan 87 kali konflik, Aceh Timur 76 kali, dan Aceh Jaya 69 kali.
Sejak 2016 hingga 2020 tercatat 42 gajah mati. Agus mengatakan, konflik menjadi pemicu kematian gajah tertinggi, yakni mencapai 57 persen. Adapun kematian alami sebanyak 33 persen dan kematian akibat perburuan 10 persen.
Pengelolaan kawasan selama ini berlangsung keliru. Koridor jelajah gajah justru ditanami tanaman yang disukai gajah seperti pisang, kelapa sawit, dan tebu. (Wahdi Azmi)
Kondisi itu menunjukkan konflik perebutan ruang antara gajah dengan manusia belum tertangani dengan baik. Alih fungsi kawasan gajah menjadi perkebunan membuat habitatnya terganggu. Dampaknya, konflik satwa yang dilindungi itu masif terjadi di Aceh, termasuk Aceh Jaya yang masuk daerah dengan konflik yang tinggi.
Anak gajah sumatera usia 1 tahun saat diperiksa tim BKSDA Aceh, Minggu (14/11/2021) di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Gajah itu mengalami luka di belalai karena terkena jerat babi.
Direktur Conservation Response Unit (CRU) Aceh Wahdi Azmi menuturkan, perebutan ruang satwa dengan manusia membuat kehidupan gajah semakin terancam. Padahal, kini 85 persen populasi gajah berada di luar kawasan hutan.
Pengelolaan kawasan selama ini berlangsung keliru. Koridor jelajah gajah justru ditanami tanaman yang disukai gajah seperti pisang, kelapa sawit, dan tebu. Seharusnya ditanami tanaman yang tidak disukai gajah seperti jeruk dan lemon.
Saat ini populasi gajah di Indonesia diperkirakan mencapai 1.700 individu. Sebanyak 500 individu di antaranya berada di Aceh, selebihnya tersebar di beberapa provinsi di Sumatera.
Wahdi mengatakan, konflik gajah di Aceh menandakan keberlangsungan hidup gajah kian terancam. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kerja keras para pihak untuk menyelamatkan satwa lindung itu.
Anak gajah sumatra kritis menjalani pengobatan di Pusat Konservasi Gajah Saree Aceh Besar, Aceh, Rabu (17/2/2021). Gajah itu ditemukan kritis karena terjebak dalam lumpur di Pidie.