UMKM yang Terdigitalisasi Meningkat Dua Kali Lipat Selama Pandemi
Jumlah UMKM yang merambah pasar digital meningkat dua kali lipat selama pandemi Covid-19. Tak hanya jumlahnya yang bertambah, digitalisasi juga diharapkan menaikkan kelas UMKM.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah yang merambah pasar digital meningkat dua kali lipat selama pandemi Covid-19. Peningkatan tersebut diyakini bakal terus terjadi dengan meluasnya pasar digital. Digitalisasi juga hendaknya disertai peningkatan kelas kelompok usaha.
”Dulu, jumlah UMKM yang terhubung dengan platform digital hanya 8 juta usaha. Ini terjadi selama 10 tahun usia e-commerce. Sekarang, jumlahnya sudah 16,4 juta per bulan ini. Terjadi peningkatan UMKM di platform digital sampai 105 persen,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) Teten Masduki di Solo Techno Park, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (12/11/2021).
Teten meyakini, peningkatan jumlah UMKM akan terus terjadi dengan digitalisasi dalam segala lini kehidupan. Bahkan, pihaknya menargetkan ada 30 juta UMKM yang terdigitalisasi pada 2024. Tak hanya jumlah yang ditargetkan bertambah, UMKM juga didorong bisa naik kelas setelah masuk ke pasar digital.
Menurut Teten, digitalisasi menjadi hal yang penting seiring terus tumbuhnya pasar digital. Di sisi lain, Indonesia diklaim sebagai salah satu negara dengan pasar digital terbesar. Potensi pasarnya diperkirakan mencapai Rp 1.700 triliun pada 2025. Namun, potensi itu hanya bisa diraih jika infrastruktur digital sudah tertata dengan baik.
”Bukan hanya sekadar market-nya (yang perlu diperhatikan). Kita juga harus membenahi penerapan teknologi digital dalam manajemen secara keseluruhan. Dari hulu ke hilir di UMKM kita,” kata Teten.
Sebagai bentuk dukungan, tambah Teten, pemerintah pun mendorong restrukturasi kredit bagi pelaku UMKM. Tahun lalu, kredit usaha rakyat (KUR) diberikan tanpa membebankan bunga kepada peminjam. Lalu, bunga untuk KUR yang diberikan juga hanya 3 persen.
”Belanja pemerintah sebesar 40 persen dari kementerian dan lembaga juga harus menyerap produk UMKM. Ini nilainya sebesar Rp 446 triliun. Sekarang penyerapannya sudah sebesar 70 persen. Ini akan kita manfaatkan lagi,” ujar Teten.
Teten menuturkan, saat ini pihaknya tengah berupaya mendorong sektor perbankan mengubah cara asesmen pemberian pinjaman. Perbankan diminta melakukan penilaian dalam pemberian pinjaman berdasarkan arus kas keluar masuk setiap pelaku usaha. Sebab, banyak pemberian pinjaman yang masih berbasis kepemilikan aset. Syarat itu kerap mempersulit pelaku UMKM dalam mengakses pinjaman.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengatakan, para pelaku UMKM bisa ikut mendorong percepatan pemulihan ekonomi. Salah satunya dibuktikan lewat ajang ”Solo Great Sale 2021”. Dalam bulan belanja itu, tercatat transaksi penjualan mencapai Rp 1,1 triliun.
”Ini artinya daya beli masyarakat tidak jelek-jelek banget di tengah pandemi Covid-19. Saya sempat pesimistis. Tetapi, nyatanya capaiannya melebih target. Terlebih, banyak UMKM yang terlibat dalam event itu,” kata Gibran.
Lebih lanjut, Gibran memberikan dukungan bagi pelaku UMKM untuk terus mengembangkan diri. Cara yang ditempuh dengan memfungsikan Solo Technopark sebagai tempat berkreasi para pelaku usaha tersebut. Dengan perjumpaan-perjumpaan yang dilakukan antarpelaku usaha, ia meyakini perlahan UMKM akan naik kelas dengan sendirinya.
Chief Executive Officer Bukalapak Rachmat Kaimmudin menuturkan, dalam upaya mendigitalisasi UMKM, pihaknya berperan sebagai penyedia infrastruktur berdagang secara daring. Lewat hal tersebut, pelaku UMKM dinilai dapat memperoleh pasar lebih luas. Tak berhenti di situ, saat ini pihaknya juga berupaya mendorong warung-warung tradisional agar ikut masuk ke platform e-dagang.
”Dengan demikian, warung-warung offline ini bisa menjadi modern lewat aplikasi. Bisa pesan barang dan diantar seperti toko modern,” kata Rachmat.