Kesadaran untuk peduli sampah sebagian warga Bandung dipertanyakan. Saluran air yang seharusnya bersih dan lancar ternyata menjadi tempat penumpukan sampah. Kondisi ini bisa menyebabkan banjir dan memberikan nestapa.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·5 menit baca
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Tumpukan sampah diangkut oleh petugas Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung dari dalam saluran air di Jalan Raya Kopo, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021).
Tumpukan aneka sampah masih kerap ditemui di saluran air yang seharusnya bersih. Masih banyak tangan tidak bertanggung jawab yang membuang sampah sembarangan. Jika hujan tiba, tumpukan ini bisa meluap ke jalan, bahkan menjadi lautan sampah bersama banjir yang membawa nestapa.
Keprihatinan terhadap kesadaran yang minim ini dirasakan oleh Anom (35), petugas pemeliharaan saluran air Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung. Dia berdecak heran melihat sandal, helm, hingga bola plastik tak bertuan yang bercampur dengan masker, kantong, dan botol-botol bekas minuman saat membersihkan gorong-gorong Jalan Raya Kopo, Kota Bandung, Rabu (4/11/2021) pagi.
Tumpukan sampah ini menyebabkan saluran air tersendat, seperti lalu lintas di sebelahnya yang padat merayap. Di bawah permukaan jalanan macet itu, Anom dan rekan-rekannya berkubang air comberan sedalam lutut mereka.
Air berwarna hitam pekat dan bau menusuk hidung itu masuk ke dalam celah sepatu bot dan turut merendam kaki. Mereka bekerja dalam diam sambil mengernyitkan dahi di gorong-gorong yang sempit.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Warga melintasi saluran air yang sedang dibersihkan petugas Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung di Jalan Raya Kopo, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021).
Anom bertinggi badan sekitar 160 sentimeter dan agak membungkuk untuk menjangkau sampah di sekitar kakinya yang bercampur dengan air comberan. Gerakan mereka terbatas di ruang selebar 1,5 meter dan tinggi kurang dari 160 sentimeter.
Air dari langit-langit saluran menetes ke kepala Anom, bercampur dengan keringat yang menempel di dahinya. Meski dirundung kekhawatiran terkena penyakit, mau tidak mau bapak satu anak ini harus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Apalagi, mereka sering menemukan masker bekas yang bisa saja dipakai oleh orang yang terpapar Covid-19 atau penyakit lainnya.
”Alhamdulillah dari tahun 2019 saat saya mulai kerja di sini sampai sekarang belum terkena penyakit. Biasanya, setelah bekerja kami langsung mandi dan bersih-bersih. Pokoknya, sebelum pulang harus bersih,” ujarnya.
Anom seharusnya tidak perlu khawatir terserang penyakit jika warga tidak membuang sampah ke saluran air. Pada dasarnya, saluran bukanlah tempat sampah sehingga harus bersih agar aliran air tetap terjaga.
”Makanya, saya heran kenapa saluran air menjadi tempat sampah seperti ini. Apa, sih, yang dipikirkan orang-orang saat mereka membuang sampah ke sini,” ujarnya sambil mengernyitkan dahi.
Kalau musim hujan, truk pengangkut sampah bisa lebih penuh dibandingkan dengan musim kemarau. Bahkan, bisa dua kali lipat.
Suendi (36), petugas lainnya, bahkan beberapa kali menemukan sampah-sampah yang tidak biasa. Bantal, kasur, hingga ban truk pernah masuk ke dalam saluran sehingga membutuhkan waktu untuk mengangkutnya.
”Bayangkan saja, ban truk bisa masuk ke saluran. Bisa saja terseret arus saat banjir, tetapi berarti mereka sembarangan menaruhnya sehingga bisa sampai terseret. Kan, ini saluran, bukan bengkel,” ujarnya sambil tertawa miris.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Aneka sampah yang bertumpuk di luar saluran air di Jalan Raya Kopo, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021). Tumpukan ini berasal dari saluran yang dibersihkan oleh petugas saluran Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung untuk mengantisipasi penyumbatan.
Pekerjaan Anom, Suendi, dan petugas lainnya menjadi berlipat ganda pada musim hujan. Selain pembersihan berkala, mereka juga harus waspada terhadap saluran yang meluap karena masih banyak sampah yang menghambat.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Operasional Pemeliharaan Wilayah Tegallega DPU Kota Bandung Kiki Rosani Rifqi menjelaskan, pekerjaan petugas ini semakin berat pada musim hujan. Wilayah kerja mereka meliputi enam kecamatan di bagian selatan Kota Bandung yang lebih rendah daripada kawasan lainnya sehingga sampah kerap menumpuk di sana karena terbawa aliran dari hulu saat hujan.
”Kalau musim hujan, truk pengangkut sampah bisa lebih penuh dibandingkan dengan musim kemarau. Bahkan, bisa dua kali lipat. Kami menyayangkan masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan,” ujar Kiki.
Cemari Citarum
Selain menyebabkan banjir, aneka sampah ini juga bisa terbawa ke Sungai Citarum dan mencemari sungai vital di Jabar ini. Padahal, sungai tersebut menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah, bahkan Presiden Joko Widodo menjanjikan Citarum bersih pada 2025 dengan Program Citarum.
Sebelumnya, Sungai Citarum menjadi sungai paling tercemar di dunia. Tidak hanya dari limbah industri, polusi yang mencemari sungai ini juga berasal dari limbah rumah tangga. Bahkan, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pencemaran Citarum dari limbah domestik mencapai 70,13 persen.
Dengan Program Citarum Harum, pemerintah pusat, Pemda Jabar, dan seluruh sektor yang terlibat saling berkolaborasi. Program ini diklaim memiliki kemajuan, bahkan dipresentasikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia COP 26-UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Kondisi tumpukan sampah di pintu air badan Sungai Cikeruh yang terletak di Kampung Sukarame, Desa Cileunyi Kulon, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/11/2019). Tumpukan sampah ini menutupi badan sungai seluas 25 meter x 10 meter dengan kedalaman mencapai 1 meter.
”Target awal sebetulnya kualitas air Citarum cemar sedang, tetapi kini bisa jadi cemar ringan. Mutu air Citarum sudah masuk ke dalam kelas dua, di mana memungkinkan untuk budidaya ikan air tawar, pternakan, serta pengairan dan lainnya yang mensyaratkan mutu air yang sama,” ujar Kamil yang ada di konferensi tersebut.
Pengelolaan sampah di kawasan Citarum juga ditargetkan mencapai 2.700 ton per hari. Dinas Lingkungan Hidup Jabar mencatat, kontribusi sampah yang masuk ke Sungai Citarum berkurang hingga 42 persen dibandingkan dengan sebelum Citarum Harum bergulir pada 2018.
Ancaman banjir
Namun, kemajuan di atas kertas ini tidak akan dirasakan masyarakat jika masih ada yang membuang sampah sembarangan. Banjir dan pencemaran masih ada di depan mata, bahkan rutin di musim hujan yang mengancam warga yang tinggal di kawasan cekungan Bandung.
Kerisauan tergambar di wajah Heri (52), warga Kampung Muara, Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Dia menatap langit Bandung yang mulai kelabu, takut hujan deras kembali turun.
Padahal, banjir yang merendam daerahnya selama dua hari terakhir masih setinggi lutut. Selain endapan lumpur, sejumlah sampah juga terlihat menepi di pinggiran sungai, terbawa arus hujan semalam.
”Tiga hari yang lalu sudah mulai banjir, lalu surut. Tetapi, semalam ada hujan, jadi airnya naik lagi. Isi banjirnya tidak cuma air dan lumpur, kadang kantong sampah juga mengapung ke rumah,” ujarnya.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Sejumlah warga melintasi banjir di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu (3/11/2021).
Sampah-sampah yang ikut hanyut ini sering membuat Heri risau. Pria paruh baya ini memiliki satu cucu yang baru berusia tiga tahun dan kerap mengalami gangguan kesehatan jika banjir menerpa mereka.
Heri berharap masalah banjir ini bisa diselesaikan. Jika memang masalah banjir sulit untuk diurai, dia hanya meminta tidak ada sampah yang mengapung karena dapat menjadi sumber penyakit.
”Sejak tahun 1992 saya tinggal di sini. Banjir ada setiap tahun, setiap hujan deras datang dan lama. Ingin pindah, tapi tidak tahu ke mana. Kadang cucu saya pilek kalau banjir di bawah. Jangan sampai ada sampah yang masuk rumah karena kami takut sakit,” ujarnya.
Permasalahan sampah ini hanya bisa teratasi dengan kesadaran tinggi dari warga untuk tidak membuang sampah sembarangan. Semua harus menyadari, saluran dan sungai bukanlah tempat sampah karena air adalah sumber kehidupan, bukan pembuangan kotoran manusia.
Petugas Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung mengernyitkan dahi untuk menahan aroma busuk sampah yang diangkut dari saluran air di Jalan Raya Kopo, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021).